Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Budi Prathama
Ilustrasi lebaran (Freepik/Odua)

Lebaran atau hari raya Idul Fitri memang selalu mengundang momen kebahagiaan dan kemenangan, terutama bagi umat muslim. Di hari lebaran, kita bisa menyaksikan orang-orang turut berbahagia, saling menyapa dan mengucap "mohon maaf lahir dan batin", hingga ajang silaturrahmi menjadi tradisi di momen tersebut. 

Hari raya Idul Fitri memang diidentikan berbagai macam tradisi, mulai dari banyaknya menu makanan yang siap santap, antusiasme ziarah kubur, hingga momen bagi-bagi THR. 

Menjelang hari raya Idul Fitri hingga sampai hari H, di saat gema takbir masih angat berkumandang. Perasaan bahagia saat berkumpul bersama anggota keluarga akan terasa indah bagi banyak orang. 

Namun, di saat orang-orang merasakan kebahagiaan, justru di momen itu malah mengingatkan aku pada mendiang ayah. Bukan tanpa sebab, setelah dua tahun kepergian mendiang ayah, hari raya Idul Fitri memang selalu mengingatkan aku padanya. 

Mengapa tidak? Ayah pergi meninggalkan keluarga kecilnya saat baru satu minggu setelah hari raya Idul Fitri pada tahun 2022 lalu. Aku masih ingat betul betapa merindunya aku saat menemani mendiang ayah saat dirawat di RSUD Kabupaten Majene dan RSUD Kabupaten Polewali Mandar, apalagi waktu itu masih bulan Ramadhan. 

Walaupun saat hari raya Idul Fitri tahun 2022 lalu, aku bersama keluarga masih bisa berkumpul dengan mendiang ayah di rumah kecil kami di kampung, namun ia masih bertahan dengan sakitnya. Namun, hati kami sungguh teriris setelah satu minggu setelah lebaran, mendiang ayah pergi meninggalkan kami. 

Lebaran selalu jadi ingatan untuk mendiang ayah

Seperti diketahui bersama kalau hari raya Idul Fitri adalah momen berkumpulnya bersama keluarga dan orang-orang tercinta, begitulah juga yang terjadi pada keluarga kecilku yang ada di kampung. 

Aku yang tinggal di kampung tepatnya di desa Todang-Todang, kecamatan Limboro, kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Tentu tak pernah ketinggalan dengan tradisi saat lebaran yang ada di kampung kami, seperti ajang silaturrahmi dan ziarah kubur. 

Momen tradisi "mambaca" atau "mambaca-baca" selalu teringat saat mendiang ayah sangat antusias mengajak para orang tua kampung melakukan ritual itu. Di samping itu, galak tawa mendiang ayah saat bersama anak cucunya di hari raya lebaran tak pernah dilupakan oleh kami. 

Hari raya Idul Fitri di tahun-tahun sebelumnya saat mendiang ayah masih ada, aku ingat betul betapa antusiasnya para orang tua kampung bertandang ke rumah menemui ayah. Mereka para orang tua kampung itu merupakan sahabat karib mendiang ayah saat waktu kecil hingga tua. Mereka pun selalu meninggalkan gelak tawa kalau pada berkumpul semua, bahkan gelak tawa di antara mereka selalu saja tercipta layaknya seperti anak muda. 

Kesan-kesan seperti itulah yang selalu mengingatkan aku pada mendiang ayah ketika lebaran sudah tiba. Sudah dua kali hari raya Idul Fitri, ayah sudah tidak bersama kami lagi. 

Meski begitu, aku akan terus berusaha menyambut lebaran dengan penuh ceria walau tanpa sosok ayah. Meski rasa kerinduan itu tetap ada, namun aku hanya bisa mendoakan yang terbaik buat mendiang ayah. Semoga mendiang ayah tenang di alam sana dan mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya. 

Budi Prathama