Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | hanifati radhia
Ilustrasi profesi Karir Dosen (LeeJeongSoo/Pixabay.com)

Nasib karir dosen menjadi isu di laman media sosial beberapa waktu lalu. Tagar #JanganJadiDosen pun menjadi trending di laman X. Hal itu kemudian menjadi penanda ada keresahan di antara para dosen dan calon dosen. 

Oleh karena mengemban tugas mulia tersebut, profesi ini kerap dianggap sebagai suatu pengabdian bermodal keikhlasan. Menjadi seorang dosen pun tampak seperti profesi ”panggilan” bukan sebagai pekerjaan profesional di bidangnya.

Hal yang menjadi sorotan adalah kesejahteraan karir dosen. Tidak sedikit para dosen mencurahkan isi hati melalui tagar tersebut. Soal perolehan gaji, misalnya. Selain dari sisi gaji pokok, tunjangan serta fasilitas yang diperoleh dosen juga minim. 

Belum lagi perihal rumitnya tugas-tugas administrasi dan kepangkatan. Kurangnya insentif pengembangan karir dan akademik menjadi pelengkap daftar masalah yang dihadapi dosen.

Padahal, dosen memiliki peran strategis dalam hal pendidikan yakni turut mencerdaskan dan memajukan bangsa. Mereka berperan penting mendidik generasi (mahasiswa) serta penggerak proses pembelajaran di perguruan tinggi. Selain itu, dosen juga memiliki tugas mengembangkan ilmu pengetahuan-teknologi dengan melaksanakan penelitian dan pengabdian masyarakat. 

Realita Kehidupan Dosen

Realita di lapangan bahwa masih ada—dosen dengan perolehan gaji yang jauh dari kesejahteraan. Terutama dosen-dosen dengan ikatan kerja tidak tetap. Gaji ini tidak sebanding dengan tingkat pendidikan serta beban kerja berat yang diterima. Ada beberapa kategori dan status di antara mereka.

Ada dosen berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN), dosen non-ASN dan dosen kontrak. Kategori yang terakhir misalnya, dosen kontrak yang lebih banyak dibebankan tugas mengajar saja. Sistem gajinya dihitung per jam atau per SKS. 

Dengan demikian jika seorang dosen dibebankan jam mengajar oleh prodi-jurusan sejumlah matakuliah dengan jumlah SKS besar, maka kemungkinan semakin besar pula gaji yang diperoleh. Demikian juga sebaliknya.

Selain tugas utama mengajar, sebagai dosen akan memperoleh tugas-tugas di luar mengajar atau tugas dari program studi. Misalnya, pengelola penerbitan jurnal program studi, tim akreditasi hingga berbagai kepanitiaan seminar akademik. 

Bagi calon dosen hal ini sungguh pengalaman yang memperkaya di kemudian hari. Bagi orang lain ini suatu kesibukan yang berat. Kalau ditanya apakah ada imbalan, maka jawabannya bisa iya dan tidak. Hal inilah kemudian menjadi salah satu ketidakpastian karir dosen yang dirasakan, padahal kebutuhan hidup sehari-hari terus bertambah.

Tantangan Finansial dan Profesional 

Meskipun memiliki peran penting, keluhan finansial ini kerap menjadi tantangan. Untuk itu ada juga dosen yang kemudian terpaksa mencari sumber penghasilan tambahan. Ada dosen ”nyambi” berjualan, membuka warung angkringan, menjalankan bisnis toko hewan, bahkan menjadi pengemudi ojek online adalah sepenggal cerita yang ada. Dosen sekaligus sebagai konten kreator barangkali yang lebih sering terdengar. 

Selain bermanfaat dalam proses transfer materi perkuliahan, menjadi konten kreator bagi dosen bisa dikatakan sebagai sumber sampingan. Satu hal pasti, mereka berupaya keras bertahan agar aman dari sisi finansial. Lagi-lagi, upaya itu bukannya mengatasi masalah tetapi justru timbul masalah lain. Produktivitas terhadap tugas dosen lainnya seperti meneliti-menulis bisa jadi terabaikan.

Bagi para calon dosen di luar sana, melalui catatan kecil ini saya ingin menawarkan sebuah keseimbangan. Meskipun profesi dosen di Indonesia tengah menghadapi tantangan finansial, aspek esensial pekerjaan sebagai pendidik juga harus diberi perhatian sama. 

Aspek esensial yang mendasari seperti passion, ”panggilan”, pengabdian untuk negeri, bukan sisi romantis semata. Jika ada seseorang memilih menjadi dosen karena memang berniat seperti yang telah saya sebutkan, pun tidak masalah. Hanya saja calon dosen kiranya dapat mempertimbangkan bagaimana mereka menjaga keseimbangan antara kedua aspek ini.

Renungan Hari Pendidikan Nasional: Karir Dosen di Masa Depan, Masihkah Dilirik? 

Hari Pendidikan tidak hanya sebagai seremoni yang dirayakan setiap tahunnya. Masih ada berbagai permasalahan yang dihadapi salah satunya isu kesejahteraan tenaga pendidik.

Dengan demikian, melalui perbincangan dan perdebatan melalui tagar #JanganJadiDosen di media sosial bukan hanya sekedar keluhan, nada pesimis bagi karir dosen di masa depan. Hal itu justru memunculkan pertanyaan apakah pertimbangan untuk mengambil keputusan memilih profesi dosen. Serta, menjadi panggilan untuk reformasi sistem manajemen pendidikan demi meningkatkan kesejahteraan dosen. 

Harapan tentu tertuju pada kondisi yang lebih baik. Kelak ketika dosen mengemban tugas mulia mereka dengan dukungan yang memadai dari berbagai pihak, sehingga dapat mencerdaskan dan memajukan bangsa Indonesia. Semoga.  

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

hanifati radhia