Dalam hiruk-pikuk politik kontemporer yang sering kali terasa penuh kepalsuan, karya legendaris Iwan Fals yang berjudul "Politik Uang," kembali menyita perhatian saya dengan relevansi yang mendalam. Lagu ini, yang dulu menyoroti betapa uang dapat mengubah dinamika politik dan korupsi, kini terasa seperti cermin yang memantulkan kondisi bangsa kita saat ini.
Lagu ini seolah memperingatkan kita tentang bahaya dari kekuasaan yang terdistorsi oleh finansial, serta menggugah rasa nostalgia sekaligus keprihatinan. Dengan setiap liriknya, Iwan Fals tidak hanya menyuarakan kritik sosial, tetapi juga mengajak kita untuk mengingat dan merenung tentang perubahan yang belum sepenuhnya terjadi, mengajak kita untuk bertanya: apakah kita sudah belajar dari masa lalu?
Lagu "Politik Uang" karya Iwan Fals ini menyajikan kritik tajam terhadap sistem politik yang terpengaruh oleh uang dan korupsi. Lirik lagu dimulai dengan pengamatan bahwa meskipun ada banyak partai politik, pada akhirnya yang menang adalah yang memiliki uang. Hal ini menggarisbawahi pernyataan bahwa kekayaan seringkali menentukan hasil pemilu daripada kualitas atau program yang ditawarkan partai.
"Seorang cepek ceng sudah bisa jadi presiden," menunjukkan bahwa dengan sejumlah uang tertentu, seseorang dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan, menekankan betapa sistem politik seringkali dipengaruhi oleh kekuatan finansial daripada kemampuan atau ideologi.
Sementara dalam bait kedua, Iwan Fals menggambarkan betapa persaingan politik saat ini tidak lagi bergantung pada debat atau ide, melainkan pada adu strategi dan uang.
"Gontok gontokan sudah nggak musim," menunjukkan bahwa kekerasan fisik dalam politik telah digantikan oleh permainan uang dan kekuasaan. “Pemilu tempat berpestanya uang palsu,” menggambarkan bahwa pemilihan umum telah menjadi ajang untuk korupsi dan manipulasi, di mana uang yang tidak jujur menjadi alat untuk meraih kekuasaan.
Selain itu, lagu ini juga mengkritik program-program politik yang dianggap tidak lebih dari ilusi. "Program program berseliweran seperti dongeng jaman kecil dulu," menunjukkan bahwa program-program yang dicanangkan dalam kampanye seringkali tidak lebih dari sekadar cerita indah yang tidak memiliki substansi. Pada bagian, "walau ternyata hanya kibul doang," menunjukkan bahwa janji-janji politik seringkali kosong dan tidak berdampak nyata pada masyarakat.
Kritik terus berlanjut dengan penyebutan bagaimana kampanye politik sering kali dipenuhi dengan kebohongan. "Tapi kampanye bikin hati senang," menunjukkan bahwa meskipun ada banyak kebohongan, kampanye politik tetap berhasil membuat masyarakat merasa senang atau berharap. “Bul kibul tak kibul kibul,” menggambarkan bahwa kampanye penuh dengan kebohongan, dan ini adalah sesuatu yang sudah lama terjadi dalam politik, dari zaman raja-raja hingga sekarang.
Di bagian berikutnya dari lirik Politik Uang menghubungkan uang dengan korupsi dan perilaku birokrasi. “Uang adalah bahasa kalbu,” menunjukkan bahwa uang adalah bahasa yang dipahami dan dihargai oleh para birokrat, menggantikan ideologi atau prinsip. "Santapan rohani para birokrat," menyiratkan bahwa uang telah menjadi makanan utama bagi para pejabat, yang seringkali menjadikannya sebagai pusat motivasi mereka.
Sebagai penutup, lirik menegaskan bahwa ideologi politik telah berubah menjadi komoditas yang bisa diperdagangkan atau diekspor. "Ideologi jadi komoditi bisa diekspor ke luar negeri," menggambarkan bagaimana ideologi yang seharusnya menjadi prinsip dasar politik, kini diperlakukan seperti barang dagangan yang dapat dijual atau dipertukarkan demi keuntungan. Hal ini memperkuat kritik terhadap korupsi yang merajalela dan mengajarkan bahwa tindakan korupsi adalah hal yang diterima dalam sistem politik yang ada.
Baca Juga
-
Belanja Cerdas dengan Cashback! Cara Belanja Hemat di Era Digital
-
Jurusan Kuliah Bukan Tongkat Sulap, Kenapa Harus Dibohongi?
-
Nilai Nomor Sekian! Yang Penting Tetap Waras dan Tugas Kelar, Setuju?
-
Transformasi Pola Komunikasi Keluarga dari Telepon Rumah ke Chat dan Video Call
-
Detak di Pergelangan! Bagaimana Smartwatch Merawat Jiwa Kita?
Artikel Terkait
-
NCT Wish Akan Menggelar '2024 Asia Tour in Japan' Mulai November Mendatang
-
Dari Baby Shark ke Oppa, "Bayi Hiu" Ini Tumbuh Dewasa dan Bikin Heboh Dunia Maya
-
Gaet Luke Combs, Post Malone Bagikan Spoiler Lagu Terbaru 'Guy for That'
-
Koegawari oleh &TEAM: Lagu dan Bakat Underrated HYBE yang Patut Diapresiasi Lebih
-
Jimin BTS 'Who': Lagu Bernuansa Galau Dibalut Konsep Urban Klasik yang Unik
Kolom
-
Representasi Perempuan di Layar Kaca: Antara Stereotip dan Realitas
-
Buku Anak Jadi Solusi Segar ketika Reading Slump Menyerang
-
Pemain Sepak Bola Nyambi Jadi Abdi Negara, Bukti Persepakbolaan Indonesia Belum Menjanjikan?
-
Ojek Online: Mesin Uang Platform, Beban Ganda Mitra dan Konsumen
-
Book-Bosomed: Membawa Buku ke Mana-Mana Bukan soal Pamer
Terkini
-
Tayang 2027, Vin Diesel Ingin Paul Walker 'Muncul' di Fast and Furious 11
-
Momen Langka, Liga Indonesia All Star Diminta All Out Lawan Oxford United
-
Infinix Hot 60i Resmi Rilis, HP Rp 1 Jutaan Bawa Memori Lega dan Chipset Helio G81 Ultimate
-
Indonesia Sudah Otomatis, Bagaimana Perhitungan Rasio Kelolosan Tim-Tim ASEAN ke AFC U-17?
-
Dihuni 15 Pemain Kaliber Timnas Senior, Gerald Vanenburg Wajib Bawa Kembali Piala AFF U-23