Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Sherly Azizah
Ilustras buku [pexels/Min An]

Komik, yang dikenal sebagai media hiburan visual, sering kali menjadi favorit anak-anak dan remaja. Dengan gambar-gambar menarik, alur cerita yang seru, dan karakter yang mengesankan, komik mampu menarik perhatian pembacanya dengan cepat. Namun, di balik popularitasnya, komik juga memicu kontroversi, terutama terkait dampaknya terhadap minat membaca. Banyak yang berpendapat bahwa komik, dengan dominasi visualnya, bisa membuat anak-anak jadi malas membaca teks yang lebih panjang dan kompleks.

Kontroversi ini muncul karena komik cenderung menyajikan cerita dalam bentuk visual yang dominan, dengan teks yang relatif sedikit. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa anak-anak yang terbiasa membaca komik mungkin kehilangan kemampuan untuk mencerna teks panjang yang memerlukan konsentrasi dan pemahaman lebih dalam. Menurut Dr. Marianne Wolf, seorang pakar literasi dari UCLA, anak-anak yang terbiasa dengan media visual mungkin mengalami kesulitan saat harus beralih ke bacaan yang lebih kompleks karena otak mereka terbiasa dengan pola konsumsi informasi yang cepat dan instan .

Kritik lain menyebutkan bahwa kelebihan visual pada komik bisa membuat anak-anak lebih tertarik pada gambar daripada teks, sehingga mengurangi kesempatan mereka untuk mengembangkan keterampilan membaca yang lebih mendalam. Sebuah studi dari National Literacy Trust di Inggris menunjukkan bahwa meskipun komik dapat meningkatkan minat membaca pada tahap awal, ketergantungan yang berlebihan pada format visual dapat mengurangi minat terhadap literatur yang lebih berat dan penuh teks .

Di sisi lain, ada juga yang berpendapat bahwa komik sebenarnya bisa menjadi pintu gerbang untuk minat membaca, asalkan didampingi dengan bacaan lain yang lebih kaya teks. Namun, tantangannya adalah bagaimana memastikan bahwa komik tidak menjadi satu-satunya sumber bacaan bagi anak-anak. Orang tua dan pendidik perlu mendorong anak-anak untuk membaca berbagai jenis bacaan, termasuk novel, buku non-fiksi, dan artikel yang lebih panjang, guna memperkaya kosa kata dan kemampuan berpikir kritis mereka.

Selain itu, perlu ada keseimbangan antara hiburan visual dan pendidikan literasi. Meskipun komik bisa menyampaikan cerita dengan cara yang menyenangkan dan mudah dicerna, penting untuk tidak melupakan pentingnya teks dalam membangun keterampilan literasi yang kuat. Terlalu bergantung pada visual tanpa memberikan cukup perhatian pada pengembangan keterampilan membaca bisa menjadi bumerang dalam jangka panjang.

Jadi, meskipun komik tetap menjadi media yang menyenangkan dan efektif untuk menarik minat baca pada tahap awal, penting untuk selalu mendorong anak-anak agar tidak berhenti di sana. Membaca buku dengan lebih banyak teks, memahami konten yang lebih kompleks, dan mengembangkan daya baca yang kuat adalah kunci untuk memastikan bahwa mereka tidak hanya menjadi konsumen visual, tetapi juga pembaca yang cerdas dan kritis.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Sherly Azizah