Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Sherly Azizah
ilustrasi mahasiswa pendidikan bahasa dan sastra indonesia [pexels/Andrea Piacquadio]

Selamat datang mahasiswa baru! Jika kalian baru saja memasuki jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, bersiaplah menghadapi salah satu mata kuliah yang sering kali menantang di semester kedua: Fonologi. Saat pertama kali saya menjelajahi dunia fonologi, rasanya seperti memasuki labirin teori yang tidak ada habisnya.

Kecemasan dan kebingungan menghantui saya, dan nilai yang pas-pasan hanya menambah rasa frustrasi. Namun, di balik semua kesulitan tersebut, terdapat pelajaran berharga yang akhirnya membuka mata saya tentang kedalaman ilmu bahasa.

Fonologi, yang mempelajari sistem bunyi dalam bahasa, sering kali menjadi tantangan besar bagi mahasiswa baru. Buku "Fonologi Bahasa Indonesia" oleh Abdul Chaer menjelaskan bahwa fonologi berfokus pada bagaimana bunyi-bunyi bahasa membentuk sistem komunikasi manusia. Teori seperti transkripsi fonetik, aturan fonologis, dan perubahan bunyi mungkin terasa seperti teka-teki yang sulit dipecahkan.

Selama semester 2, saya sering merasa terjebak dalam kompleksitas fonologi. Di satu sisi, ketertarikan saya terhadap bagaimana bahasa berfungsi pada level bunyi, mendorong saya untuk terus belajar. Di sisi lain, teori-teori yang sulit dipahami membuat saya hampir menyerah. Nilai saya yang pas-pasan mencerminkan betapa sulitnya saya menguasai materi ini, tetapi saya tetap percaya bahwa ada sesuatu yang berharga yang harus ditemukan di balik semua kesulitan ini.

Menurut Abdul Chaer, fonologi bukan hanya sekadar mempelajari teori bunyi tetapi juga tentang bagaimana teori tersebut diterapkan dalam bahasa sehari-hari. Banyak mahasiswa merasa kesulitan karena pengajaran fonologi cenderung terlalu teoritis dan kurang memberikan contoh praktis. Sebagai contoh, memahami aturan fonologis yang mengatur interaksi bunyi dalam bahasa bisa sangat membingungkan tanpa latihan yang cukup.

Pendekatan yang sangat teknis ini sering kali membuat mahasiswa merasa terasing dari materi yang diajarkan. Sebagai mahasiswa yang berjuang dengan fonologi, saya merasakan langsung betapa sulitnya mengaitkan teori dengan aplikasi praktis. Saya ingat betul, saya sering pinjam buku Fonologi Bahasa Indonesia karya Abdul Chaer kepada Bapak Sempu, selaku dosen pengampu mata kuliah tersebut.

Hampir setiap mata kuliah fonologi selesai, saya pinjam buku tersebut, sampai saya bawa pulang juga, lho. Namun, lama-lama saya merasa tidak enak hati, akhirnya saya pinjam sekadar untuk memfoto materi yang akan disampaikan di pertemuan selanjutnya.

Pengalaman saya dengan fonologi mengajarkan bahwa meskipun mata kuliah ini sangat menantang, kesulitan tersebut juga membawa pelajaran berharga. Kesulitan yang saya hadapi membuat saya lebih menghargai kedalaman ilmu bahasa dan mendorong saya untuk tidak menyerah. Jika kalian juga menghadapi kesulitan yang sama, ingatlah bahwa ketekunan dan usaha akan terbayar. Fonologi, meskipun rumit, membuka pintu bagi pemahaman yang lebih dalam tentang struktur bahasa kita.

Sherly Azizah