Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Dea Pristotia
Ilustrasi turbin pembangkit listrik tenaga bayu (angin) [Pexels/Narcisa Aciko]

Sebuah kisah tentang global warming yang dulunya hanya terdengar seperti cerita menakut-nakuti, pada akhirnya benar-benar terjadi. Pemberitaan mengenai suhu bumi yang meningkat secara drastis terjadi di beberapa negara saat puncak musim panas.

Orang-orang mengalami heat stroke karena cuaca ekstrem juga bukan hal yang baru. Setelah mengalami serangkaian tanda nyata bahwa alam mulai tidak bersahabat bukankah sudah saatnya kita mulai sadar dan bebenah?

Desakan krisis iklim

Isu mengenai global warming telah digaungkan sejak puluhan tahun lalu. Namun sepertinya ketika masih menjadi isu, tidak semua orang bisa meresponsnya dengan tindakan pencegahan. Beberapa mungkin terlena karena masih belum merasakan dampaknya di depan mata.

Di Indonesia, tak hanya kenaikan suhu udara, namun beberapa dampak krisis iklim mulai terasa. Seperti ketidaktepatan perubahan musim, curah hujan yang tak merata (bisa tinggi atau menyebabkan kekeringan), polusi udara yang memicu penyakit, serta munculnya bencana hidrometeorologi seperti banjir, angin kencang, dan kebakaran hutan.

Energi dan kaitannya dengan krisis iklim

Pernahkah terpikirkan berapa energi yang kita butuhkan dalam sehari? Atau hanya karena sebatas mampu membayar lalu kita bersikap tidak bijak dalam menggunakan listrik? Apakah benar tidak tahu atau memang hanya menutup mata bahwa penggunaan energi yang yang tidak bijak bisa menyumbang kerusakan di bumi?

Penggunaan energi memiliki hubungan yang erat dengan krisis iklim. Hal ini terkait dengan produksi energi yang bisa menghasilkan emisi gas rumah kaca yang memicu pemanasan global. Tentunya hal ini juga dipengaruhi oleh sumber dari energi yang dihasilkan.

Fakta menunjukkan pertahun 2022 menurut Databooks, Pasokan listrik di Indonesia justru bergantung pada PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) yang bahan utamanya adalah minyak alam dan batu bara. Padahal bahan bakar tersebut berasal dari fosil yang jumlahnya terbatas.

Sayangnya sumber energi fosil ini justru menyumbang banyak kerusakan untuk bumi. Mulai dari penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar, pencemaran lingkungan sekitar daerah pembangkit listrik, dan memicu perubahan iklim. Bagaimana jika hal ini masih diteruskan? Bukankah pada akhirnya tentang kerusakan hanya tinggal menunggu waktu?

Selain itu tak dapat dipungkiri bahwa Indonesia menjadi negera penghasil batu bara terbesar di dunia, secara otomatis hal ini juga menjadikan Indonesia sebagai negera dengan konsumsi batu bara paling banyak.

Memang, melimpahnya stok batu bara di Indonesia menyebabkan keterjangkauan secara biaya dan akses. Namun perlu diingat bahwa batu bara juga merupakan berasal dari fosil yang berarti memiliki dampak buruk bagi lingkungan.

Renewable energy di Indonesia

Nyatanya Indonesia adalah negara kaya yang memiliki banyak sumber energi terbarukan. Pernahkah terpikirkan bahwa sejuknya embusan angin yang menyapu lembut wajah kita bisa menjadi energi yang bisa mendukung kehidupan kita?

Atau tentang air yang mengalir di sungai yang sesekali menjadi tempat bermain anak-anak desa? Terik matahari yang terkadang kita keluhkan karena terlalu menyengat justru bisa mendukung kebutuhan kita tentang energi?

Air, angin, dan sinar matahari merupakan beberapa contoh bentuk sumber energi terbarukan yang bisa menjadi pembangkit listrik.

Namun, seperti yang telah disebutkan bahwa jumlah pembangkit listrik dengan tenaga air, surya, dan bayu (angin) masih sangat sedikit dibandingkan dengan PLTU. Padahal,  sumber energi yang berkelanjutan memiliki jumlah yang tak terbatas, bukan?

Sebenarnya, pemanfaatan energi berkelanjutan juga bisa menjadi potensi untuk menyerap lebih banyak tenaga kerja yang memicu perputaran ekonomi dan tentunya meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik yang berada di desa dan di kota.

Seperti sinar matahari yang dapat dijangkau oleh seluruh tempat mengingat Indonesia adalah negara yang mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun. Kemudian tenaga angin yang dapat dimanfaatkan di tempat yang berangin seperti pantai dan pegunungan.

Air-air pada sungai di beberapa wilayah di Indonesia, tenaga geothermal yang berasal dari panas bumi mengingat Indonesia memiliki banyak dapur magma karena terletak di ring of fire. Serta pemanfaatan biogas yang berasal dari pembusukan sampah dan biogas yang berasal dari kotoran ternak.

Pemanfaatan energi berkelanjutan sebenarnya akan membuat listrik dapat mudah menjangkau pelosok negeri. Ini adalah fakta bahwa ada beberapa wilayah terpencil di Indonesia yang masih belum mendapatkan aliran listrik, seperti Papua contohnya.

Padahal, energi surya bisa dengan mudah didapatkan di seluruh wilayah Indonesia bukan? Bisa dibayangkan jika akses listrik mampu menyentuh wilayah terluar Indonesia, kesejahteraan masyarakat tentu akan meningkat bukan?

Aktivitas masyarakat bisa saja berubah hanya karena adanya penerangan. Cahaya lampu yang menjadi teman di malam hari bisa membuat anak-anak belajar lebih lama, para orang dewasa bercengkrama serta mendapatkan hiburan.

Secara perlahan, fasilitas kesehatan, hiburan, perrekonomian akan ikut meningkat seiring kemunculan energi. Karena sejatinya energi bisa menyokong kehidupan manusia.

Penerapan energi berkelanjutan memang akan memberikan dampak signifikan terhadap kehidupan, secara khusus pada pengurangan emisi gas rumah kaca. Namun, alangkah lebih baiknya jika pemanfaatan energi berkelanjutan juga didukung oleh gaya hidup yang juga berkelanjutan bukan?

Green jobs untuk Indonesia yang sustainable

Pernahkah kalian mendengar tentang green jobs? Secara harafiah, green jobs berarti pekerjaan hijau. Namun sebenarnya green jobs adalah pekerjaan-pekerjaan yang mempertimbangkan meminimalisir dampak merugikan bagi lingkungan.

Menjaga bumi tak hanya tentang pemanfaatan energi berkelanjutan, namun juga bagaimana tiap manusia bisa hidup berkelanjutan, mulai dari gaya hidup hingga menyangkut pekerjaan.

Menurut International Labour Organization (ILO) dalam Coaction Indonesia, Jumat (8/11/2024) green jobs menjadi lambang dari perekonomian dan masyarakat yang lebih berkelanjutan dan mampu melestarikan lingkungan.

Namun jangan salah, meski ini adalah pekerjaan yang berkontribusi dalam upaya pelestarian lingkungan, tapi bukan berarti membatasi bidangnya ya. Bisa dalam bidang pertanian, industri, jasa, administrasi, bahkan teknologi. Karena fokusnya adalah tentang kontribusi pada pelestarian atau pemulihan kualitas lingkungan.

Jika kampanye tentang lingkungan tak diikuti oleh aksi nyata, maka manusia akan semakin merasakan dampak dari krisis lingkungan. Sudah saatnya berfokus untuk keberlanjutan di segala sektor temasuk untuk menggerakkan roda perekonomian.

Green jobs dalam menggerakkan roda perekonomian

Memang green jobs sebenarnya sudah mulai diterapkan, hanya saja tidak dilabeli dan dikampanyekan secara besar-besaran. Menjadi pekerja di garis terdepan dari pelopor energi terbarukan juga merupakan salah satu contoh dari green jobs. Seperti teknisi dan pekerja untuk pembangkit tenaga listrik yang berasal dari tenaga terbarukan, instalatur panel surya, insinyur turbin.

Namun, mari mengangkat satu contoh yang lebih dekat, jika dulu sampah adalah pekerjaan petugas kebersihan di lingkungan kemudian dikumpulkan ke TPA untuk diolah, saat ini telah banyak berkembang platform atau aplikasi pengelolaan sampah yang mengajak banyak lapisan elemen masyarakat menjadi penyelamat bumi.

Melalui aplikasi tersebut biasanya pengguna bisa menyetorkan sampah yang telah disortir seperti minyak jelantah, plastik kemasan yang dapat didaur ulang, kardus, karton, bahkan popok sekali pakai! Pengguna yang menyetorkan bisa langsung ditukarkan dengan uang.

Mengubah pandangan dan fokus masyarakat pada keberlanjutan pada dasarnya memang membuka peluang kerja baru yang secara otomatis dapat menggerakkan roda perekonomian masyarakat. Sudah saatnya memanfaatkan energi secara bijak demi kualtis hidup yang lebih baik, bukan?

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Dea Pristotia