Anak muda zaman sekarang memang tidak bisa lepas dari namanya traveling. Setiap akhir pekan atau liburan, media sosial dipenuhi dengan foto-foto liburan di tempat-tempat eksotis, mulai dari pantai yang menawan hingga pegunungan yang memukau. Traveling menjadi semacam kebutuhan bagi banyak anak muda, bukan hanya untuk melepaskan penat, tapi juga untuk mencari pengalaman baru dan memperluas wawasan. Namun, di balik semua kegembiraan itu, ada pertanyaan yang sering muncul: Apakah perjalanan ini mengalihkan mereka dari tanggung jawab sosial di kampung halaman?
Sebagian besar orang tua atau anggota masyarakat mungkin melihat fenomena ini dengan pandangan yang berbeda. Bagi mereka, anak muda yang lebih memilih untuk berpetualang ke luar kota atau bahkan ke luar negeri, bisa dianggap egois. Ada anggapan bahwa mereka seharusnya lebih fokus pada pekerjaan atau membantu komunitas tempat mereka tinggal, bukan malah pergi jalan-jalan. “Banyak masalah di kampung, tapi malah asyik liburan,” mungkin itu sering terdengar dari komentar-komentar orang dewasa yang lebih mengutamakan kewajiban sosial.
Namun, benarkah traveling membuat anak muda melupakan tanggung jawab sosialnya? Bisa jadi, pandangan ini terlalu menggambarkan kenyataan. Bagi banyak anak muda, traveling bukan hanya soal liburan semata. Ini adalah cara mereka untuk menemukan diri mereka sendiri, menjelajahi dunia, dan mempelajari hal-hal baru yang nantinya bisa mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman dari perjalanan bisa memperkaya perspektif, memperluas jaringan, bahkan membentuk pola pikir yang lebih terbuka dan adaptif.
Terlebih lagi, dalam beberapa kasus, anak muda yang gemar traveling justru memiliki cara mereka sendiri dalam berkontribusi terhadap masyarakat. Banyak yang kembali dari perjalanan dengan ide-ide segar untuk mengembangkan usaha kecil di kampung halaman atau memperkenalkan konsep-konsep yang mereka temui di luar sana. Ada pula yang memilih untuk berpartisipasi dalam proyek sosial atau kegiatan sukarela setelah mendapatkan pengalaman dan wawasan baru dari perjalanan mereka.
Lalu, apakah ada dampak negatif dari kebiasaan traveling ini? Tentunya, jika dilakukan dengan berlebihan atau tanpa mempertimbangkan prioritas, traveling bisa mengurangi waktu untuk berinteraksi dengan keluarga dan sekitar masyarakat. Dalam hal ini, penting bagi anak muda untuk menemukan keseimbangan antara mengejar passion mereka dan tetap bertanggung jawab terhadap lingkungan sosialnya. Bepergian memang penting untuk pengembangan diri, tetapi tidak harus mengorbankan hubungan dengan orang-orang di sekitar kita.
Bagi sebagian orang, bepergian mungkin dianggap sebagai bentuk pengungsi dari masalah atau tanggung jawab yang ada. Tetapi bagi banyak anak muda lainnya, perjalanan adalah langkah mereka untuk menemukan makna hidup yang lebih dalam. Setiap perjalanan, baik itu ke luar negeri maupun dalam negeri, memberikan pelajaran dan pengalaman yang tak bernilai harganya. Dan ketika mereka kembali, banyak yang membawa energi positif dan ide-ide baru untuk berkontribusi kepada masyarakat.
Tidak ada yang salah dengan traveling jika dilakukan dengan bijak. Anak muda yang berkeliling dunia bukan berarti mereka mencintai kampung halaman mereka, melainkan justru mereka belajar bagaimana dunia ini berputar, dan bagaimana mereka bisa menjadi bagian dari perubahan yang lebih besar. Traveling bukan hanya soal pergi jauh, tapi tentang bagaimana pengalaman itu membentuk mereka menjadi pribadi yang lebih matang dan penuh wawasan.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Ulasan Lagu Piwales Tresno NDX AKA: Saat Janji Manis Berujung Cidro
-
Menggali Tradisi Sosial dengan Dinamika Tak Terduga Melalui Arisan
-
Fenomena Lampu Kuning: Ritual Keberanian atau Kebodohan?
-
Menggali Makna Mahasiswa 'Abadi': Antara Idealisme dan Keterlambatan Lulus
-
Kuliah atau Kerja? Menyiasati Hidup Mahasiswa yang Multitasking
Artikel Terkait
-
Menggali Tradisi Sosial dengan Dinamika Tak Terduga Melalui Arisan
-
Percepat Kesejahteraan Sosial di Desa, Kemendes dan Kemensos Teken MoU
-
Satu dari Tiga Remaja Alami Masalah Kesehatan Mental, Ini Cara Agar Mereka Dapat Informasi Kredibel di Media Sosial
-
Dinas Sosial Bogor 'Biarin' Korban Bencana, Pegawai Jalan-jalan ke Bali Pakai Anggaran Rp900 Juta?
-
Ngaku Bukan Buzzer dan Minta Maaf ke Roy Suryo, Intan Srinata Matikan Kolom Komentar
Kolom
-
Menggali Tradisi Sosial dengan Dinamika Tak Terduga Melalui Arisan
-
Fenomena Lampu Kuning: Ritual Keberanian atau Kebodohan?
-
Melawan Sunyi, Membangun Diri: Inklusivitas Tuna Rungu dan Wicara ADECO DIY
-
Ujian Nasional dan Tantangan Integritas Pendidikan Indonesia
-
Menggali Makna Mahasiswa 'Abadi': Antara Idealisme dan Keterlambatan Lulus
Terkini
-
Warung Tengkleng Comel: Menikmati Kuliner Khas Solo di Tengah Kota Jambi
-
Ulasan Lagu Piwales Tresno NDX AKA: Saat Janji Manis Berujung Cidro
-
Usai Imbang Lawan Australia, Arab Saudi Target 3 Poin Saat Jumpa Indonesia
-
3 Mantra Kehidupan untuk Raih Cita-cita dalam Trilogi Novel Negeri 5 Menara
-
Merayakan 3 Dekade: RumahSakit Siapkan Tour Spesial, Catat Kota Mana Saja!