Masuk dunia perkuliahan sering disebut sebagai salah satu fase paling seru dalam hidup. Tapi, nggak bisa dipungkiri juga kalau di balik semua keseruannya, ada sisi gelap yang kadang bikin mahasiswa baru deg-degan. Yup, apalagi kalau bukan soal senioritas.
Buat kamu yang baru masuk kampus, mungkin sudah familiar dengan cerita-cerita seram soal ospek atau aturan tak tertulis dari kakak tingkat alias senior. Ada yang menganggap ini tradisi biasa, tapi ada juga yang mulai mempertanyakan, sebenarnya budaya senioritas di kampus itu baik atau justru bikin nggak nyaman?
Senioritas, Tradisi Lama yang Masih Bertahan
Senioritas di kampus sering kali dianggap sebagai cara untuk melatih kedisiplinan dan membentuk mental mahasiswa baru. Namun, kenyataannya nggak sesederhana itu. Banyak mahasiswa yang merasa tekanan dari senior lebih menyerupai bentuk intimidasi daripada pembelajaran.
Misalnya, mahasiswa baru dipaksa mengikuti aturan absurd, seperti harus hormat berlebihan pada senior atau dilarang memanggil nama mereka langsung. Nggak jarang juga ada kasus junior harus melayani senior, seperti jadi tukang belanja atau kurir makanan.
Bukannya bikin akrab, perlakuan seperti ini malah bikin mahasiswa baru canggung dan takut. Alih-alih merasa nyaman, mereka jadi overthinking setiap kali berhadapan dengan senior.
Dampak Buruk Senioritas untuk Mahasiswa
Budaya senioritas sering kali lebih banyak bikin masalah daripada manfaat. Salah satu efek buruknya, mahasiswa baru jadi sering ketakutan tanpa alasan yang jelas. Rasa hormat yang diinginkan senior juga sering lahir karena tekanan, bukan karena keikhlasan.
Alhasil, hubungan antara senior dan junior jadi serba canggung dan jauh dari kata nyaman. Bahkan, komunikasi sering terhambat karena junior takut dianggap nggak sopan kalau terlalu santai atau jujur.
Nggak cuma itu aja, senioritas yang berlebihan juga bikin suasana kampus jadi nggak sehat. Tradisi yang maksa junior nurut sama aturan mereka, terkadang malah menciptakan lingkungan toxic yang jauh dari rasa adil.
Banyak mahasiswa baru yang akhirnya merasa tertekan, sampai takut buat menyuarakan pendapat atau bertindak sesuai pemikiran mereka sendiri.
Seharusnya, fokus utama kampus adalah menciptakan ruang belajar yang mendukung semua pihak, bukan tempat yang memperumit kehidupan mahasiswa dengan tradisi yang membebani.
Apakah Senioritas Masih Relevan di Era Sekarang?
Beberapa orang mungkin berargumen kalau senioritas adalah cara untuk menjaga tradisi dan solidaritas kampus. Tapi, bukankah ada banyak cara lain yang lebih positif? Misalnya, dengan mengadakan acara yang mendorong kolaborasi antara senior dan junior, seperti kegiatan mentoring atau komunitas diskusi.
Di era sekarang, kesetaraan semakin diperjuangkan, sudah waktunya kita mengevaluasi ulang budaya seperti ini. Kampus seharusnya menjadi tempat untuk tumbuh, belajar, dan mengembangkan diri, bukan tempat mahasiswa merasa tertindas oleh aturan-aturan yang nggak masuk akal.
Budaya senioritas di kampus memang sudah ada sejak lama, tapi bukan berarti kita harus terus memeliharanya tanpa mempertimbangkan dampaknya. Sebagai mahasiswa, kita punya hak untuk belajar di lingkungan yang mendukung dan bebas dari tekanan yang nggak perlu.
Jadi, kalau kamu merasa ada yang salah dengan budaya ini, jangan ragu untuk bersuara. Siapa tahu, perubahan kecil dari kita bisa membawa dampak besar untuk generasi mahasiswa berikutnya.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Full Day School: Solusi Pendidikan atau Beban bagi Siswa?
-
Dari Rasa Ingin Tahu hingga Kecanduan: Apa Alasan Orang Memakai Narkoba?
-
Apa yang akan Terjadi dengan Kehidupan Manusia Jika Tidak Ada Ilmu Fisika?
-
Sistem Ranking di Sekolah: Memotivasi Atau Justru Merusak Mental Siswa?
-
Ironi Hadirnya TikTok: Hiburan yang Membawa Dampak Bagi Generasi Muda
Artikel Terkait
-
Top 12 Universitas Swasta Jurusan Akuntansi Terbaik 2024, Mau Daftar ke Mana?
-
Ulasan Buku Toko Merah, Pentingnya Inovasi dan Menjauhi Sikap Sombong
-
SNBT 2025 untuk Lulusan Tahun Berapa? Simak Ketentuannya
-
Terungkap! Muhammadiyah Punya Kampus Khusus Non-Muslim, Bagaimana Akreditasinya?
-
Hustle Culture: Fenomena Budaya Kerja Modern yang Menuntut Pengorbanan
Kolom
-
Ngajar di Negeri Orang, Pulang Cuma Jadi Wacana: Dilema Dosen Diaspora
-
Percuma Menghapus Outsourcing Kalau Banyak Perusahaan Melanggar Aturan
-
Buku dan Martabat Bangsa: Saatnya Belajar dari Rak yang Sering Dilupakan
-
Menulis Tak Dibayar: Lowongan Kerja Jadi Ajang Eksploitasi Portofolio
-
Fleksibilitas dan Kecemasan: Potret Gen Z Hadapi Realita Dunia Kerja
Terkini
-
KISS OF LIFE Batal Tampil di KCON LA 2025, Imbas Isu Apropriasi Budaya
-
Dari Pop ke Dangdut: Transformasi Epik Anya Geraldine di Film Mendadak Dangdut!
-
BRI Liga 1: Madura United Terhindar dari Degradasi, Bali United Gigit Jari
-
Neural Fatigue: Kelelahan Kognitif Akibat Terpapar Stimulus Berulang
-
Resmi Rilis, Oppo Reno 14 Pro Chipset Kencang dan Triple Rear Camera 50 MP