'We listen we don't judge' adalah salah satu fenomena sosial yang sempat ramai beberapa waktu terakhir.
Banyak orang berani mengemukakan pendapatnya yang mungkin berbeda dari mayoritas orang berkat trend ini.
Terkadang kita mungkin pernah merasa aneh karena melihat pemikiran dan selera diri sendiri yang bertolak belakang dengan banyak orang.
Oleh karenanya, trend 'we listen we don't judge' ini seperti wadah untuk ikut berekspresi tentang hal yang selama ini menjadi keresahan pribadi.
Mulai dari sekelompok orang hingga individu seakan tertarik untuk beramai-ramai menyuarakan isi pikirannya tanpa takut dihakimi karena berbeda.
Sebab sesuai namanya, 'we listen we don't judge' seperti memberi ruang banyak orang untuk berbicara dan didengar tapi tidak dihakimi karen perbedaan selera tentu wajar terjadi.
Namun sisi positif trend ini lama-kelamaan mulai bergeser dan tidak seperti seharusnya.
Ruang umum yang seharusnya bisa digunakan untuk berekspresi atas pemikiran yang selama ini terpendam karena minoritas, mendadak berubah menjadi ruang untuk ajang bully.
Karena mereka berdalih untuk tidak dihakimi saat mengeluarkan pernyataannya, sebagian oknum ini menjadi kelewat batas dan bertindak semaunya.
Bukan lagi sebagai ajang seru-seruan, trend ini justru menimbulkan war bagi sekelompok orang tertentu karena tersinggung dengan opini seseorang.
Padahal, setiap orang bebas berekspresi sesuai dengan preferensinya.
Namun tentunya tetap memperhatikan batasan-batasan yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Seperti memperhatikan etika berbicara atau dalam konteks ini berarti mengetik komentar di media sosial, etika bercanda, hingga sopan santun saat bersosial dengan orang lain, termasuk di jagat maya.
Tanpa semua norma ini, tentu rasanya trend 'we listen and we don't judge' terasa tidak adil dan merugikan sebagian orang.
Sebab bisa jadi karena opini tak berdasar sebagian orang atas suatu isu, hoax bisa menyebar.
Selain itu, mental seseorang yang dirundung dengan berkedok trend ini tentu harus diperhatikan serius.
Terlebih dengan derasnya arus informasi saat ini melalui media sosial.
Seharusnya dibarengi dengan kedewasaan dan sikap bijak dari masing-masing individu.
Baca Juga
-
SHINee 'Replay': Lagu Debut Ikonik Tentang Brondong Kesemsem yang Related
-
fromis_9 From: Lagu Perpisahan yang Mengajakmu untuk Terus Bersama
-
Kyungmin TWS 'Loving You Girl' Cover: Cinta yang Terasa Sepi dan Hilang
-
100RED The Last Christmas: Pengingat Tulusnya Cinta Seolah Esok Akan Kiamat
-
Lebih dari Sekadar Terima Kasih, Ini Makna Lagu SEVENTEEN 'Thanks'
Artikel Terkait
-
3 Tren Teknologi Terpanas 2024: AI, Nostalgia, dan Selamatkan Bumi
-
Beda Tren We Listen We Don't Judge dengan Unpopular Opinion yang Viral di Medsos
-
Luna Maya dan Maxime Bouttier Main We Listen We Don't Judge, Malah Berujung 'Perang'
-
Ramai Tren We Listen We Don't Judge di Medsos, Gimana Cara Mainnya?
-
Viral Tren We Listen We Don't Judge di Tiktok, Apa Itu?
Kolom
-
Anak Muda Indonesia, Kenapa Banyak yang Tak Mau Jadi Petani?
-
Membongkar Akar Korupsi: Apa yang Bisa Dipelajari Generasi Baru?
-
Tekun Belajar Tanpa Bimbel, Apakah Bisa Berprestasi?
-
Gaji Freshgraduate: Realita dan Harapan Anak Muda Indonesia
-
Susah Dapat Pekerjaan Sesuai Jurusan Kuliah? Ini Alasan dan Solusinya!
Terkini
-
Novel This Time It's Real: Saat Seorang Gadis Biasa Menjadi Pusat Perhatian
-
Sinetron Lorong Waktu Kembali: Nostalgia Bertemu Inovasi di Layar Televisi
-
Pecat Shin Tae-yong, Erick Thohir Janji akan Segera Umumkan Pelatih Anyar
-
Yugo Kobayashi Umumkan Manga 'Fermat no Ryori' Mendapatkan Adaptasi Anime
-
Surga Kuliner, Kedai Siendolita Dengan Nuansa Alam di Cirata