Dalam dunia literasi hari ini, novel populer sering kali menjadi pintu masuk bagi banyak orang untuk jatuh cinta pada dunia membaca karena sifatnya yang ringan dan sangat dekat dengan kehidupan pembacanya.
Cerita-cerita yang ringan, mengalir, dan dekat dengan keseharian pembaca membuat jenis novel ini begitu diminati oleh berbagai kalangan, khususnya remaja dan pembaca pemula yang baru mencoba hobi baru dalam dunia literasi.
Mulai dari kisah asmara yang manis, konflik keluarga yang realistis, sampai persoalan kesehatan mental, semuanya dibalut dalam narasi yang mudah dicerna namun tetap menyentuh dan memberikan kesan yang dalam bagi pembacanya.
Salah satu kekuatan novel populer adalah kemampuannya menciptakan kedekatan emosional dengan pembaca. Banyak dari kita yang mungkin menemukan potongan diri dalam karakter-karakter rekaan di dalamnya.
Misalnya, perasaan patah hati yang dikisahkan dalam novel-novel Brian Khrisna tak jarang terasa sangat familiar bagi pembacanya. Selain itu kisah-kisah kehidupan di kota-kota besar tentang sekelompok orang yang harus bertahan hidup juga menjadi kisah yang dekat dengan kehidupan nyata.
Atau perjuangan berdamai dengan diri sendiri dalam karya seperti Heart Break Motel karya Ika Natassa, yang banyak disukai karena berhasil menyuarakan keresahan yang sering kali sulit diucapkan, dan melalui fiksi para penulis berhasil menyampaikan pesan itu kepada pembaca yang membutuhkan.
Tak hanya soal cinta, isu-isu sosial dan kesehatan mental pun semakin sering muncul dalam novel populer masa kini. Hal ini menunjukkan bahwa fiksi ringan pun bisa menjadi medium reflektif yang efektif.
Banyak penulis muda sekarang menulis dengan jujur dan autentik, menyisipkan pesan-pesan yang relevan dengan kehidupan anak muda. Meskipun dari segi bahasa seperti bahasa sehari-hari, tapi itulah kuncinya.
Misalnya, Ikhlas Penuh Luka karya Boy Candra tidak hanya bicara tentang hubungan asmara dan kekeluargaan saja, tapi juga tentang identitas dan perjuangan mencari jati diri dan eksistensi di tengah hiruk pikuk Kota Padang.
Hal ini menjadi sebuah keyakinan juga bahwa sebetulnya penulis karya-karya fiksi tidak hanya bertujuan menghasilkan karya, tetapi dengan membuat karya yang mudah dibaca, mereka berkontribusi dalam meningkatkan minat baca dan literasi masyarakat.
Fenomena novel populer juga tak bisa dilepaskan dari peran media sosial. Banyak pembaca yang membagikan ulasan atau kutipan favorit dari novel yang mereka baca.
Hal ini lantas menjadikan fiksi populer bukan hanya konsumsi pribadi, tapi juga bahan diskusi kolektif. Ini membuktikan bahwa literasi tidak harus selalu serius dan berat, melainkan bisa tumbuh dari hal-hal yang ringan, asalkan dibaca dengan hati.
Membaca sebuah novel fiksi juga mengajarkan kita banyak hal, tentang kehidupan tokoh-tokoh dan sejuta permasalahan yang dihadapinya. Bahkan mungkin yang sebelumnya tidak kita kira ada dalam kehidupan.
Tetapi itulah salah satu kekuatan novel populer, selain menjadi cerminan kehidupan nyata juga mengejarkan kita untuk peduli terhadap sesama, mengajarkan kita tentang rasa empati dan tenggang rasa.
Namun, tidak sedikit juga yang memandang sebelah mata novel-novel populer ini. Ada anggapan bahwa jenis bacaan ini terlalu ringan, terlalu pasaran, atau tidak memiliki nilai sastra tinggi.
Padahal, dalam konteks literasi, tidak ada bacaan yang lebih tinggi atau rendah. Semua bacaan yang membuka pikiran dan menyentuh perasaan memiliki nilai tersendiri. Justru, novel populer sering menjadi jembatan awal untuk membawa pembaca menjelajahi dunia literasi yang lebih luas.
Hal yang perlu kita pahami adalah bahwa setiap orang memiliki proses membaca masing-masing. Ada yang memulai dari karya sastra klasik, ada pula yang berangkat dari novel populer yang mereka temukan di rak toko buku atau rekomendasi media sosial. Keduanya sah-sah saja, selama membawa dampak positif.
Maka dari itu, alih-alih meremehkan, sudah saatnya kita mengapresiasi kehadiran novel populer sebagai bagian dari ekosistem literasi yang dinamis. Karena dari sanalah, sering kali, seseorang mulai jatuh cinta pada buku.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Pink dan Hijau: Simbol Keberanian, Solidaritas, dan Empati Rakyat Indonesia
-
Jaga Jempolmu: Jejak Digital, Rekam Jejak Permanen yang Tak Pernah Hilang
-
Membaca untuk Melawan: Saat Buku Jadi Senjata
-
Diaspora Tantang DPR, Sahroni Tolak Debat: Uang Tak Bisa Beli Keberanian?
-
Keadilan bagi Affan: Ketika Kendaraan Negara Merenggut Nyawa Pencari Nafkah
Artikel Terkait
-
Ulasan Buku Everything Is Possible, Inspirasi 10 Menit yang Bikin Semangat!
-
Program Perintis Berdaya, Inisiatif Kemenko PM Perluas Akses Literasi Digital hingga Pelosok Negeri
-
Ulasan Novel The Arson Project, Misi Pemberontakan dengan Metafora Api
-
Review Buku Steal Like an Artist: Bukan Plagiat, tapi Seni Kreativitas
-
Ulasan Novel The Coven Tendency: Tempat Kecantikan dan Kematian Bertemu
Kolom
-
Lebih dari Sekadar Demo: Aksi Ibu-Ibu Ini Buktikan Aspirasi Bisa Disampaikan Tanpa Anarki!
-
Ironi Demokrasi: Kala Rakyat Harus 'Sumbang' Nyawa untuk Didengar Wakilnya
-
Influencer vs DPR: Aksi Nyata 17+8 Tuntutan Rakyat di Era Digital
-
Nasdem Minta Gaji-Tunjangan Sahroni dan Nafa Dibekukan, Warganet Anggap Belum Cukup
-
Tidak Ada Buku di Rumah Anggota DPR: Sebuah Ironi Kosongnya Intelektualitas
Terkini
-
Inside Out oleh Day6: Pengakuan Cinta yang Tak Bisa Lagi Ditunda
-
Ulasan Novel Tanah Para Bandit: Ketika Hukum Tak Lagi Memihak Kebenaran
-
Shotty oleh Hyolyn: Melepaskan Diri dari Seseorang yang Tak Menghargaimu
-
5 Drama Korea Psikologis Thriller Tayang di Netflix, Terbaru Queen Mantis
-
Momen Langka! Rhoma Irama Jadi Khatib Salat Jumat di Pestapora, Intip Lagi Yuk Rukun dan Sunnahnya