Self-reward adalah sesuatu yang umum dilakukan anak muda zaman sekarang saat berhasil mencapai sesuatu. Ketika pekerjaan sulit atau melelahkan akhirnya selesai, mereka biasanya menghibur diri dengan memberi penghargaan pada diri sendiri.
Entah berupa materi ataupun sekadar tidur siang, self-reward memang tidak salah untuk dilakukan. Terlebih bila hadiah bagi diri sendiri tersebut sebagai bentuk self love dan bisa membuatmu lebih termotivasi untuk bekerja lebih keras di esok hari.
Namun, makna positif dari self-reward ini agaknya mula bergeser belakangan ini. Karena banyak orang bersifat boros tapi menggunakan kedok self-reward bagi kegiatan konsumtifnya.
Orang-orang ini biasanya merasa bahwa dengan berbelanja bisa menghibur atau mengurangi tingkat stres mereka. Namun setelah mereka berbelanja, mereka justru lebih stres karena baru menyadari kalau uangnya habis.
Hal ini pun seperti lingkaran setan yang tak ada ujungnya. Mereka bekerja setiap hari hingga stres kemudian berniat menghibur diri dengan memberi hadiah pada diri sendiri.
Namun pada ujungnya, stres tersebut tidak menghilang tapi justru bertambah saat melihat saldo mereka habis. Ini sih bukan menghibur diri, tapi menghukum diri.
Hal yang memperparah lingkaran setan ini adalah slogan, 'masa muda atau hidup cuma sekali'. Jadi mereka merasa berhak melakukan apa pun, termasuk boros pada diri sendiri karena mungkin kesempatan ini tidak datang dua kali mengingat kita hanya memiliki 1 kesempatan hidup.
Padahal, tidak ada yang salah dengan self-reward atau berbelanja. Toh digunakan untuk diri sendiri. Namun, sebelum melakukannya kita harus ingat tentang urgensi dari barang tersebut.
Apakah kita benar-benar membutuhkannya atau hanya menginginkannya? Apakah ada kebutuhan primer lain yang belum terpenuhi? Apakah kamu tidak akan menyesali keputusanmu untuk membeli barang tersebut?
Bila seluruh kebutuhan primermu sudah terpenuhi dan kamu tidak akan menyesal bila membeli barang tersebut, mungkin kamu bisa membelinya asal tidak berlebihan. Sekalipun sebenarnya kamu tidak membutuhkannya dan hanya menginginkannya, tidak apa-apa untuk sesekali menyenangkan diri.
Kita harus membuat batasan dan aturan bagi diri sendiri serta berusaha disiplin dalam menjalaninya. Agar boros dengan berkedok self-reward tidak lagi terulang di kemudian hari.
BACA BERITA ATAU ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE
Baca Juga
-
Tak Hanya Sesama Teman, Saat Guru dan Dosen Juga Jadi Pelaku Bully
-
Kisah Relawan Kebersihan di Pesisir Pantai Lombok
-
Viral Tumbler KAI: Bahaya Curhat di Medsos Bagi Karier Diri dan Orang Lain
-
Ricuh Suporter Bola hingga War Kpopers, Saat Hobi Tak Lagi Terasa Nyaman
-
Budaya Titip Absen: PR Besar Guru Bagi Pendidikan Bangsa
Artikel Terkait
Kolom
-
Generasi Muda dalam Ancaman menjadi Pelaku dan Korban Bullying
-
Kenapa Gen Z Menjadikan Sitcom Friends sebagai Comfort Show?
-
Merosotnya Kepercayaan Publik dan Pemerintah yang Tak Mau Mengalah
-
Dirut Terra Drone Tersangka, Safety Kantor Wajib Dievaluasi
-
CERPEN: Remote Televisi di Antara Norma dan Hukum Rimba
Terkini
-
Acara Variety Musik G-Dragon 'Good Day' Dipastikan Lanjut ke Musim Kedua
-
The Great Flood Ungkap Ketegangan Park Hae Soo saat Selamatkan Kim Da Mi
-
Rating Meledak! Nam Goong Min Muncul di Drama Korea Dynamite Kiss usai Menghilang
-
Stop Victim Mentality! Insights Akbar Abi dari Buku Berani Tidak Disukai
-
Jadwal Bentrok dengan MMA 2025, D.O. EXO Absen di Pernikahan Kim Woo Bin