Pendidikan mestinya berfokus pada murid. Murid sebagai subjek sekaligus objek dalam pendidikan memerlukan perhatian lebih. Semakin kompleks tantangannya, ia memerlukan perhatian yang jauh lebih dalam.
Pendidikan diadakan untuk menjembatani dan memberi ruang bagi murid. Ruang di sini tidak hanya berupa tempat (fisik) tetapi juga ruang psikologi. Anak anak membutuhkan rasa senang, motivasi, serta kebutuhan psikologi yang musti dipenuhi oleh guru.
Itulah mengapa guru tidak hanya perlu memiliki kompetensi profesional, tetapi juga pedagogik. Pedagogik di sini termasuk memenuhi ruang psikologi anak. Guru juga perlu belajar psikologi pengajaran agar tahu cara memperlakukan muridnya dengan sentuhan psikis yang baik.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) hendak merancang ulang desain pendidikan Indonesia melalui pendekatan Deepful Learning. Metode ini menggabungkan joyful learning (pembelajaran yang menyenangkan), meaningful learning (pembelajaran yang lebih bermakna), dan mindful learning (pembelajaran yang lebih sadar).
Menciptakan pembelajaran yang lebih sadar, bermakna dan menyenangkan tentu saja membutuhkan peranan guru powerful. Selain itu, guru juga mesti fokus kepada murid atau peserta didik.
Pendidikan profesi, pengembangan profesi guru, juga pembelajaran internal guru tidak boleh mengurangi fokus guru pada murid. Kesibukan guru dalam memenuhi kewajiban profesionalnya jangan sampai melalaikan tugas utamanya yakni mendidik dan membimbing siswa.
Guru di sekolah, ibarat orang tua kalau kata Ki Hajar. Ia punya tugas among, ngemong, dan momong murid. Keteledoran guru dalam mendidik dan mendampingi muridnya telah banyak terjadi di negeri ini.
Akibatnya banyak murid kita melakukan kekerasan fisik, bahkan menjadi korban bully salah satunya karena lemah dan kurangnya pengawasan guru.
Mendengar Suara Guru
Pada masa Kurikulum Merdeka, banyak guru memberikan tepuk tangan tentang program pendidikan guru baik dari PPG maupun Guru Penggerak. Guru-guru mendapatkan insight bagus dalam mengikuti pelatihan dan pendidikan bersama pemerintah.
Namun seiring dengan beban administrasi guru terutama yang PNS, membuat guru merasa terbebani secara administrasi karena harus mengejar "centang hijau" dalam aplikasi Merdeka Mengajar.
Guru pun selain banyak yang mengejar target administrasi, juga berefek pada keadaan murid mereka yang kurang maksimal mendapatkan pendidikan. Baik pendidikan karakter maupun pendidikan budi pekerti.
Masyarakat menilai kurikulum merdeka seolah membebaskan murid dan murid menjadi semakin malas belajar dan makin kecanduan ponsel pintar.
Ada juga yang mengkritik guru di kurikulum merdeka seperti "guru badut" yang justru berfokus pada membuat konten bagus di gawai, tetapi lupa mencerdaskan murid-muridnya.
Abdul Mu'ti selaku Mendikdasmen baru menangkap dan mendengar masukan dari masyarakat ini. Pak Menteri mengubah sistem pengelolaan kinerja guru, kepala sekolah dan pengawas lebih fleksibel. Fleksibilitas ini dimaksudkan agar lebih banyak ruang dan waktu untuk para aktor utama di pendidikan agar lebih fokus pada murid.
Dengan perubahan sistem pengelolaan kinerja ini, guru, kepala sekolah dan pengawas bisa lebih bergotong royong mengantisipasi kekerasan yang terjadi di sekolah. Selain itu, para guru, kepala sekolah dan pengawas bisa meningkatkan kualitas pembelajaran dan prestasi murid untuk menyiapkan generasi kita di masa mendatang.
Kita juga berharap tentunya dengan perampingan dan kemudahan sistem pengelolaan kinerja guru, kepala sekolah dan pengawas, tidak ada lagi alasan guru untuk mengabaikan dan tidak berfokus pada murid.
Saya jadi ingat buku yang ditulis oleh rekan guru saya Pak St. Kartono yang berjudul Menjadi Guru Untuk Muridku. Judul buku ini memang layak direnungkan kembali di tengah situasi dan keadaan pendidikan kita di tanah air.
Kita memang memerlukan lebih banyak ruang yang lebih banyak, dan intim antara guru, murid dan juga siapa saja untuk menciptakan pendidikan dan pembelajaran yang lebih dalam, dan bermakna.
Pendidikan yang berkualitas tidak bisa dilepaskan dari peran optimal guru yang fokus pada murid dan berbakti untuk murid. Kita berharap perubahan sistem pengelolaan kinerja yang fleksibel ini membantu guru lebih fokus dan lebih banyak waktu dalam mendidik murid.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
Artikel Terkait
-
DPR Ingatkan Menteri Satryo: Kemendikbudristek Harus Jadi Contoh, Bukan Sumber Masalah
-
Tak Hanya Tingkatkan Kepercayaan Diri, Industri Kecantikan Juga Bisa Berdayakan Komunitas dan Masa Depan Anak Bangsa
-
Adu Latar Belakang Pendidikan Olga Lydia dan Deddy Corbuzier: Sarjana Teknik Sipil vs Master Psikologi
-
Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini: Pantas Ria Ricis Rela Bayar Rp13 Juta per Bulan demi Sekolah Moana
-
Olga Lydia Sentil Menohok Menteri Satryo Marah Cuma Gegara Air hingga Wifi: Cobaan Negeri Ini Berat
Kolom
-
Menembus Batas Budaya, Strategi Psikologis Mahasiswa Rantau
-
Antara Keringat dan Ketakutan: Saat Catcalling Membayangi Langkah Perempuan
-
Anggaran Perpustakaan dan Literasi Menyusut: Ketika Buku Bukan Lagi Prioritas
-
Detak di Pergelangan! Bagaimana Smartwatch Merawat Jiwa Kita?
-
Citra Gender dalam Makanan: Dekonstruksi Stereotip antara Seblak dan Kopi
Terkini
-
Ulasan Buku Abundance: Mengulik Politik Pembangunan di Amerika
-
Indonesia Open 2025: Hanya Lima Wakil Indonesia yang Lolos ke Perempat Final
-
Indonesia vs China: Saat Tim Haus Kemenangan Menjamu Tim Paling Mengenaskan
-
Review Film Ballerina: Spin-off John Wick yang Kurang Nampol?
-
Vivo X Fold 5 Rilis Juli Mendatang, Diyakini Bakal Jadi HP Lipat Paling Ringan di Dunia