
Belakangan ini kita semakin mudah menemukan konten review. Mulai dari review makanan, film, lagu, buku, dan sebagainya.
Konten review dalam bentuk video hingga gambar pun banyak berseleriweran di Instagram, TikTok, YouTube, hingga X. Ulasan hingga rekomendasi ini pun memudahkan orang yang memiliki ketertarikan serupa untuk menentukan apa yang bisa mereka nikmati.
Namun seiring berjalannya waktu, rasa-rasanya sudah terlalu banyak konten review seperti ini sehingga terasa membosankan dan kredibilitas pereview menjadi dipertanyakan.
Apakah food vloger tersebut benar-benar paham tentang kuliner atau kontennya hanya omong kosong saja?
Apakah bookstagram itu benar-benar orang yang suka membaca buku sehingga bisa kebiasaan baik ini bisa kita tiru?
Apakah reviewer film ini benar-benar paham tentang film sehingga ia bisa bicara seperti itu dan tidak menyudutkan pihak manapun?
Sebenarnya, siapa saja bisa dan berhak untuk menulis review, bahkan orang awam sekalipun. Bukankah kita sering melihat review dari aplikasi pesan antar online sebelum membeli makanan? Apakah pengguna yang menulis itu adalah koki atau ahli kuliner? Tentu saja bukan.
Begitu pula saat memilih film atau drama yang ingin kita tonton. Kita biasanya melihat ulasan penonton lain yang sudah terlebih dahulu menonton. Apakah mereka semua penonton awam seperti kita atau ahli film? Tentu saja latar belakang mereka sangat beragam dan siapa saja bisa memberi penilaian di situ.
Jadi tidak ada salahnya mempertimbangkan pendapat orang awam. Karena dalam kehidupan sehari-hari, kita juga sering memutuskan sesuatu berdasarkan pertimbangan suara terbanyak dari reviewers.
Namun yang menjadi masalah biasanya adalah pendapat bias, menyudutkan pihak tertentu, atau produk endorse. Sehingga para pembeli ulasan tidak memberikan pendapat jujurnya dan hanya mementingkan bisnis.
Kalau konten bisnis ini semakin banyak atau bahkan terlalu banyak, konten kreator yang sungguhan menulis dengan jujur review mereka pun bisa terkena imbasnya. Seperti misalnya kehilangan kepercayaan audience, hingga audience sudah bosan melihat konten sejenis karena yang mengunggah hal seperti itu tidak lagi unik.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
NMIXX Ajak Temukan Jati Diri di Perjalanan Hidup Melalui Lagu Know About Me
-
Kwon Eunbi Tampil Misterius di Pertemuan Pertama Lewat Lagu Hello Stranger
-
Bukan Hanya Warna, ZEROBASEONE Ungkap Beragam Emosi Melalui Lagu 'Blue'
-
Sambangi Jakarta, RIIZE Akan Gelar Tur Konser Asia Perdana Sejak Debut
-
Skor Tertinggi Tahun Ini, TWS Raih Piala Kedua 'Countdown' di Show Champion
Artikel Terkait
-
Review Film Bullet Train Explosion: Teror Bom yang Mengancam Kereta Shinkansen
-
Ulasan Novel Mel, Melatiku: Dari Kolam Renang ke Jurang Kehidupan
-
Review Anime Goblin Slayer Season 2, Pembantaian Goblin Semakin Sadis
-
Review Film The Devil's Bath: Teror Mengerikan Tanpa Hantu
-
Review Anime Seiyuu Radio no Uraomote, Mengungkap Realita Para Voice Actor
Kolom
-
Kalau AI Bisa Baca, Tulis, Ngoding, Lalu Sarjana Ngapain?
-
Sekolah Bocor di Negeri 'Prioritas Pendidikan': Kapan Janji Jadi Kenyataan?
-
RUU Polri: Kebebasan Ruang Digital Terancam? Revisi Kontroversial yang Bikin Warganet Resah!
-
Dari Medan Tempur ke Obat-obatan: Kontroversi Rencana Pabrik Farmasi TNI
-
Sejuta Anak Punya Cerita: Menjadikan Pendidikan sebagai Hak, Bukan Impian
Terkini
-
Jika Pindah ke AC Milan, Jay Idzes Harus Bersaing dengan 3 Bek Tangguh Ini
-
Review Film Bullet Train Explosion: Teror Bom yang Mengancam Kereta Shinkansen
-
Meski Berbeda Seeding Pots, Timnas Indonesia U-23 Dipastikan Tak Akan Berjumpa Thailand dan Vietnam
-
Tayang Bulan Juni, Intip 4 Pemeran Utama Drama Korea Bertajuk 'Love Phobia'
-
5 Drama China yang Dibintangi Xu Hao, Genre Fantasi hingga Romcom