Scroll untuk membaca artikel
Sekar Anindyah Lamase | Sabit Dyuta
Menteri Koordinator Bidang Kemaritian dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (Suara.com/Achmad Fauzi).

Pernyataan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan soal kritik terhadap Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) cukup menarik untuk dicermati. Dilansir Suara.com, Luhut menanggapi kritik tersebut dengan mengatakan, “Mau sempurna? Ke surga saja!”

Ungkapan ini memunculkan pertanyaan mendasar: apakah kritik yang muncul memang berlebihan, atau justru pemerintah yang kurang terbuka dalam menjelaskan kinerja lembaga tersebut?

Transparansi selalu menjadi faktor kunci dalam pemerintahan yang sehat. Sebuah lembaga investasi seperti Danantara, yang diharapkan menjadi pemain penting dalam mengelola investasi nasional, tentu membutuhkan kepercayaan publik.

Tanpa keterbukaan yang memadai, kritik akan terus berdatangan. Sayangnya, dalam banyak kasus, kritik justru dianggap sebagai bentuk serangan yang tidak produktif, alih-alih sebagai umpan balik yang bernilai.

Luhut memang benar bahwa tidak ada lembaga yang langsung sempurna. Namun, ini bukan berarti masyarakat harus menutup mata terhadap kekurangan yang ada.

Kritik bukanlah tuntutan agar suatu kebijakan atau lembaga baru harus langsung berjalan tanpa cela, melainkan bentuk kepedulian agar sistem yang sedang dibangun tidak mengarah pada kesalahan yang lebih besar.

Sikap pejabat dalam menanggapi kritik juga menentukan bagaimana kepercayaan publik terhadap mereka terbentuk.

Pemerintah seharusnya memahami bahwa dalam demokrasi, kritik adalah bagian dari mekanisme check and balance. Menyikapi kritik dengan defensif hanya akan memperkuat persepsi bahwa ada sesuatu yang perlu disembunyikan.

Isu transparansi dalam investasi negara bukanlah hal baru. Di banyak negara, skandal terkait pengelolaan dana publik sering kali berakar dari kurangnya pengawasan dan keterbukaan informasi.

Jika sejak awal masyarakat dibiarkan bertanya-tanya tanpa mendapatkan jawaban yang memadai, kecurigaan akan tumbuh dengan sendirinya. Maka, pertanyaannya adalah, apakah Danantara benar-benar memiliki sistem yang transparan dan dapat dipercaya?

Sebagai badan investasi negara, Danantara memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan kebijakan dan langkah-langkah yang diambilnya kepada publik. 

Transparansi tidak hanya sebatas laporan tahunan atau pernyataan pejabat, tetapi juga melibatkan akses informasi yang mudah dipahami, keterbukaan dalam pengambilan keputusan, serta mekanisme akuntabilitas yang jelas.

Alih-alih meminta masyarakat untuk tidak berekspektasi tinggi, pemerintah seharusnya justru menunjukkan komitmen dalam membangun lembaga yang profesional dan akuntabel.

Kritik yang muncul dapat dijadikan sebagai evaluasi untuk membuktikan bahwa lembaga ini benar-benar bekerja sesuai kepentingan nasional.

Kalaulah transparansi dijaga sejak awal, kepercayaan publik akan terbentuk dengan sendirinya—tanpa perlu ada perdebatan tentang siapa yang terlalu kritis atau siapa yang terlalu defensif.

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Sabit Dyuta