Pernyataan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan soal kritik terhadap Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) cukup menarik untuk dicermati. Dilansir Suara.com, Luhut menanggapi kritik tersebut dengan mengatakan, “Mau sempurna? Ke surga saja!”
Ungkapan ini memunculkan pertanyaan mendasar: apakah kritik yang muncul memang berlebihan, atau justru pemerintah yang kurang terbuka dalam menjelaskan kinerja lembaga tersebut?
Transparansi selalu menjadi faktor kunci dalam pemerintahan yang sehat. Sebuah lembaga investasi seperti Danantara, yang diharapkan menjadi pemain penting dalam mengelola investasi nasional, tentu membutuhkan kepercayaan publik.
Tanpa keterbukaan yang memadai, kritik akan terus berdatangan. Sayangnya, dalam banyak kasus, kritik justru dianggap sebagai bentuk serangan yang tidak produktif, alih-alih sebagai umpan balik yang bernilai.
Luhut memang benar bahwa tidak ada lembaga yang langsung sempurna. Namun, ini bukan berarti masyarakat harus menutup mata terhadap kekurangan yang ada.
Kritik bukanlah tuntutan agar suatu kebijakan atau lembaga baru harus langsung berjalan tanpa cela, melainkan bentuk kepedulian agar sistem yang sedang dibangun tidak mengarah pada kesalahan yang lebih besar.
Sikap pejabat dalam menanggapi kritik juga menentukan bagaimana kepercayaan publik terhadap mereka terbentuk.
Pemerintah seharusnya memahami bahwa dalam demokrasi, kritik adalah bagian dari mekanisme check and balance. Menyikapi kritik dengan defensif hanya akan memperkuat persepsi bahwa ada sesuatu yang perlu disembunyikan.
Isu transparansi dalam investasi negara bukanlah hal baru. Di banyak negara, skandal terkait pengelolaan dana publik sering kali berakar dari kurangnya pengawasan dan keterbukaan informasi.
Jika sejak awal masyarakat dibiarkan bertanya-tanya tanpa mendapatkan jawaban yang memadai, kecurigaan akan tumbuh dengan sendirinya. Maka, pertanyaannya adalah, apakah Danantara benar-benar memiliki sistem yang transparan dan dapat dipercaya?
Sebagai badan investasi negara, Danantara memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan kebijakan dan langkah-langkah yang diambilnya kepada publik.
Transparansi tidak hanya sebatas laporan tahunan atau pernyataan pejabat, tetapi juga melibatkan akses informasi yang mudah dipahami, keterbukaan dalam pengambilan keputusan, serta mekanisme akuntabilitas yang jelas.
Alih-alih meminta masyarakat untuk tidak berekspektasi tinggi, pemerintah seharusnya justru menunjukkan komitmen dalam membangun lembaga yang profesional dan akuntabel.
Kritik yang muncul dapat dijadikan sebagai evaluasi untuk membuktikan bahwa lembaga ini benar-benar bekerja sesuai kepentingan nasional.
Kalaulah transparansi dijaga sejak awal, kepercayaan publik akan terbentuk dengan sendirinya—tanpa perlu ada perdebatan tentang siapa yang terlalu kritis atau siapa yang terlalu defensif.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ketika Pekerjaan Sulit Dicari, tapi Janji Politik Mudah Diberi
-
Review Novel 'Kotak Pandora': Saat Hidup Hanya soal Bertahan
-
Review Novel 'Totto-chan': Bukan Sekolah Biasa, Tapi Rumah Kedua Anak-anak
-
Benarkah 'Kerja Apa Aja yang Penting Halal' Tak Lagi Relevan?
-
Review Novel 'Jane Eyre': Ketika Perempuan Bicara soal Harga Diri
Artikel Terkait
-
Pengamat: Danantara Dalam Bayang-bayang Skandal BLBI
-
Desak Pemerintah Serius Sikat Mafia Impor Tekstil, DPR: Regulasi dan Penegakan Hukum Harus Diperkuat
-
Komisi VI DPR Tegaskan Pengelola Danantara Tak Bakal Kebal Hukum: Siapa yang Langgar Hukum Bisa Diproses!
-
Geram Coretax Banyak Masalah, Luhut Minta Prabowo Audit
-
Usai Sindir Seruan #Indonesia Gelap, Aksi Luhut Kesal Dikritik Viral Lagi: Pindah Aja Kau dari Indonesia!
Kolom
-
Humor Seksis Tak Cuma Menganggu, tapi Aksi Perundungan Seksual bagi Wanita
-
In This Economy, Gen Z Makin Pesimis soal Masa Depan
-
Di Balik Putihnya Garam, Ada Luka dan Harapan Orang-Orang Pesisir Rembang
-
Kehidupan Pesisir Indonesia: Antara Keindahan Ombak dan Krisis Nyata
-
Komentar Negatif dan Cara Cerdas Menjaga Mental Tetap Stabil
Terkini
-
SEA Games 2025: Siapa Saja 4 Pemain Abroad Andalan Timnas U-22?
-
Silent Bystander: Mengungkap Akar Bullying dari Sisi yang Terabaikan
-
Kehadiran Joey Pelupessy dan Potensi Semakin Sempitnya Dapur Pacu Persib Bandung
-
Mahalini Comeback dengan Album Koma, Ini Makna Mendalam di Balik Judulnya!
-
Efek Kejadian Tumbler Tuku, Satpam KRL Panik Saat Temukan Nasi Uduk di Kereta