Bandung, kota yang dikenal dengan julukan "Kota Kembang", kini menghadapi tantangan besar yang mengancam kenyamanan warganya yakni kemacetan lalu lintas.
Berdasarkan laporan TomTom Traffic Index 2024, Kota Bandung berada di urutan ke-12 sebagai kota termacet di dunia dan ke-2 di ASEAN mengalahkan Jakarta yang berada di urutan ke-90 di dunia.
TomTom Traffic Index sendiri merupakan sebuah perusahan yang selalu merilis laporan tahunan yang mengukur tingkat kemacetan di dunia dengan memanfaatkan teknologi geospasial. Laporan tersebut tentu sangat bermanfaat dalam memberikan informasi yang berkualitas tinggi.
Sebagai salah satu kota termacet di Indonesia, Bandung tidak hanya menjadi sorotan bagi para pengendara, tetapi juga bagi para peneliti, perencana kota, dan pemerintah daerah.
Kemacetan ini bukan hanya sekadar masalah transportasi, tetapi juga mencerminkan berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan lingkungan di kota ini. Lalu, apa yang harus dilakukan Bandung untuk mengatasi masalah ini?
Pertama-tama, perlu adanya evaluasi menyeluruh terhadap sistem transportasi yang ada. Bandung memiliki infrastruktur yang cukup baik, namun sering kali tidak mampu mengimbangi pertumbuhan jumlah kendaraan yang terus meningkat.
Salah satu langkah yang bisa diambil adalah memperkuat sistem transportasi umum. Dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas angkutan umum, seperti bus dan kereta, diharapkan masyarakat akan lebih memilih menggunakan transportasi umum daripada kendaraan pribadi.
Hal ini tidak hanya akan mengurangi jumlah kendaraan di jalan, tetapi juga mengurangi emisi gas rumah kaca yang berkontribusi pada polusi udara.
Selanjutnya, perlu adanya penataan ulang ruang kota. Banyak ruas jalan di Bandung yang sempit dan tidak dirancang untuk menampung volume kendaraan yang tinggi.
Oleh karena itu, pemerintah kota harus mempertimbangkan untuk memperlebar jalan, membangun jalur sepeda, dan menciptakan ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau tidak hanya berfungsi sebagai paru-paru kota, tetapi juga dapat menjadi tempat rekreasi bagi warga.
Dengan adanya ruang terbuka yang cukup, masyarakat akan lebih terdorong untuk beraktivitas di luar rumah, sehingga mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi.
Pendidikan dan kesadaran masyarakat juga tidak kalah penting. Kampanye untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menggunakan transportasi umum, berbagi kendaraan, atau bahkan berjalan kaki untuk jarak dekat harus digalakkan.
Masyarakat perlu menyadari bahwa kemacetan adalah masalah bersama yang memerlukan partisipasi aktif dari setiap individu. Dengan meningkatkan kesadaran ini, diharapkan masyarakat akan lebih bertanggung jawab dalam memilih moda transportasi yang ramah lingkungan.
Bandung harus memiliki visi jangka panjang dalam perencanaan kota. Kemacetan bukanlah masalah yang bisa diselesaikan dalam semalam. Diperlukan perencanaan yang matang dan berkelanjutan untuk menciptakan sistem transportasi yang efisien dan ramah lingkungan.
Dengan melibatkan berbagai pihak dan mendengarkan aspirasi masyarakat, Bandung dapat menjadi kota yang tidak hanya indah, tetapi juga nyaman untuk ditinggali.
Dengan langkah-langkah yang tepat, bukan tidak mungkin Bandung akan kembali dikenal sebagai "Kota Kembang" yang tidak hanya indah, tetapi juga nyaman dan berkelanjutan.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Menyoal Ruang Literasi di Bandung: Antara Kafe dan Perpustakaan
-
Ulasan Buku Mindset: Rahasia Pola Pikir yang Bisa Mengubah Cara Hidupmu
-
Silent Reading vs. Reading Aloud: Dua Metode Berbeda, Mana yang Efektif?
-
Fenomena Tsundoku: Mengapa Sering Membeli Buku Tapi Tidak Membacanya?
-
Literasi Digital vs. Literasi Tradisional: Mana yang Lebih Efektif?
Artikel Terkait
-
3 Tradisi Unik Masyarakat Sunda di Kota Bandung saat Bulan Ramadan Tiba
-
3 Calon Pengganti Paul Munster jika Persebaya Kalah dari Persib Bandung
-
Menyoal Ruang Literasi di Bandung: Antara Kafe dan Perpustakaan
-
Head to head Persebaya vs Persib, Maung Bandung Mendominasi dan Penentuan Nasib Paul Munster
-
Jelang Persebaya vs Persib, Bojan Sebut Beckham Terkena 'Virus Kedinginan'
Kolom
-
Budaya Komentar di Media Sosial: Bicara Lantang, tapi Enggan Mendengar
-
Minimalisme di Era Digital: Normalisasi Pakai Outfit Sama Berulang Kali
-
Pertamina dan Skandal Korupsi Triliunan: Akankah Kepercayaan Publik Pulih?
-
Menyoal Ruang Literasi di Bandung: Antara Kafe dan Perpustakaan
-
Dari #KaburAjaDulu hingga #IndonesiaGelap: Potret Kemarahan dan Kegelisahan Masyarakat Indonesia
Terkini
-
5 Rekomendasi Film Sambut Akhir Pekan, Ada Conclave hingga Interstellar
-
Tayang Tahun Ini, Film Screamboat Bagikan Trailer dengan Nuansa Mencekam
-
Review Film Pernikahan Arwah, Kupas Misteri di Balik Tradisi Ghost Marriage
-
Ingat Masa Lalu, Marc Marquez Minta Jorge Martin untuk Fokus Sembuh Dulu
-
Ketawa dan Haru di 'My Annoying Brother', Remake yang Gak Kalah Seru!