Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Rion Nofrianda
Ilustrasi kucing sebagai hewan peliharaan (Pexels/Pixabay)

Kesadaran masyarakat terhadap kesejahteraan hewan di Indonesia menunjukkan tren yang semakin meningkat. Semakin banyak individu yang terlibat dalam aktivitas sukarela untuk menyelamatkan dan merawat hewan, serta menyuarakan pentingnya perlakuan yang lebih baik terhadap mereka.

Namun, kondisi ini tampak kontras dengan kenyataan bahwa Indonesia justru menduduki peringkat pertama dalam konten penyiksaan hewan di media sosial. Fenomena ini mengundang pertanyaan besar tentang faktor-faktor yang membentuk empati terhadap hewan, khususnya di kalangan relawan kesejahteraan hewan.

Apakah mereka yang aktif dalam gerakan ini memang memiliki tingkat empati yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat umum? Sejauh mana sikap terhadap hewan dapat memengaruhi tingkat empati seseorang terhadap makhluk hidup tersebut?

Penelitian yang dilakukan oleh Prasetyani dan Rahayu (2024) yang diterbitkan Jurnal Psikologi Sains dan Profesi (Journal of Psychological Science and Profession) Universitas Padjadjaranmencoba menjawab pertanyaan ini dengan mengeksplorasi hubungan antara sikap terhadap hewan dan empati terhadap hewan pada kelompok relawan kesejahteraan hewan.

Dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan desain korelasional, penelitian ini melibatkan 266 partisipan yang secara aktif berkontribusi dalam berbagai bentuk kegiatan kesejahteraan hewan. Mayoritas dari mereka adalah perempuan, dengan jumlah sebesar 93,6 persen, sementara laki-laki hanya 6,4 persen. Untuk mengukur variabel dalam penelitian ini, digunakan dua instrumen utama, yaitu Animal Attitude Scale (AAS) untuk mengukur sikap terhadap hewan dan Animal Empathy Scale (AES) untuk mengukur tingkat empati terhadap hewan.

Hasil dari analisis data menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kedua variabel ini. Dengan kata lain, semakin positif sikap seseorang terhadap hewan, semakin tinggi pula tingkat empati mereka terhadap hewan.

Temuan ini memberikan wawasan penting bagi berbagai pihak yang peduli terhadap kesejahteraan hewan di Indonesia. Jika sikap terhadap hewan terbukti berhubungan erat dengan tingkat empati, maka program edukasi yang bertujuan untuk mengubah persepsi masyarakat tentang hewan dapat menjadi langkah strategis yang efektif.

Selama ini, masih banyak individu yang memandang hewan sebagai makhluk yang bisa dieksploitasi semata-mata untuk kepentingan manusia. Sikap seperti ini perlu dikoreksi dengan memberikan pemahaman bahwa hewan juga memiliki hak untuk hidup layak dan mendapatkan perlakuan yang baik. Dengan meningkatkan sikap positif terhadap hewan, empati terhadap mereka pun diharapkan dapat tumbuh dan mengakar lebih dalam di kalangan masyarakat.

Dalam konteks yang lebih luas, media massa juga memiliki peran yang sangat krusial dalam membentuk opini publik terkait kesejahteraan hewan. Saat ini, banyak konten di media sosial yang masih mengeksploitasi hewan demi hiburan atau bahkan memperlihatkan tindakan kekerasan terhadap mereka. Hal ini tidak hanya mencerminkan rendahnya empati terhadap hewan, tetapi juga berisiko menormalisasi perilaku kejam tersebut di kalangan masyarakat.

Media seharusnya lebih aktif dalam menyebarkan pesan-pesan yang mendukung kesejahteraan hewan dan mengecam segala bentuk kekerasan terhadap mereka. Dengan menampilkan lebih banyak cerita inspiratif mengenai penyelamatan hewan, kisah relawan yang berdedikasi, serta pentingnya memperlakukan hewan dengan baik, media dapat membantu membentuk sikap positif yang lebih luas di masyarakat.

Salah satu aspek menarik dari penelitian ini adalah bagaimana relawan kesejahteraan hewan dapat menjadi agen perubahan sosial. Mereka tidak hanya bertindak sebagai penyelamat hewan-hewan yang terlantar atau mengalami kekerasan, tetapi juga sebagai pendidik bagi masyarakat sekitar mereka.

Dengan memberikan contoh nyata tentang bagaimana memperlakukan hewan dengan kasih sayang dan menghormati hak mereka, para relawan ini secara tidak langsung membantu membentuk kesadaran kolektif tentang pentingnya empati terhadap hewan. Namun, perjuangan mereka tentu tidak mudah. Masih banyak tantangan yang harus dihadapi, mulai dari kurangnya dukungan regulasi, minimnya edukasi di tingkat masyarakat, hingga tingginya jumlah kasus kekerasan terhadap hewan yang terjadi setiap hari.

Meskipun sudah ada peningkatan kesadaran dalam beberapa tahun terakhir, nyatanya masih banyak individu yang tidak memiliki empati terhadap hewan. Hal ini terlihat dari maraknya kasus penyiksaan hewan yang masih beredar luas di berbagai platform media sosial. Bahkan, beberapa di antaranya sengaja direkam dan dibagikan demi mendapatkan perhatian atau keuntungan tertentu.

Kondisi ini menunjukkan bahwa masih ada segmen masyarakat yang belum memahami pentingnya memperlakukan hewan dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kesejahteraan hewan. Regulasi yang lebih tegas terhadap pelaku kekerasan terhadap hewan juga menjadi aspek yang tidak boleh diabaikan. Tanpa adanya hukum yang ditegakkan dengan serius, aksi penyiksaan terhadap hewan akan terus terjadi dan bahkan semakin meningkat.

Melihat berbagai tantangan yang ada, langkah-langkah strategis perlu diambil untuk memastikan bahwa Indonesia tidak hanya mengalami peningkatan kesadaran, tetapi juga perubahan nyata dalam perilaku masyarakat terhadap hewan. Program edukasi yang menanamkan sikap positif terhadap hewan sejak dini dapat menjadi investasi jangka panjang yang berharga.

Kurikulum sekolah seharusnya memasukkan materi tentang kesejahteraan hewan agar anak-anak tumbuh dengan pemahaman bahwa semua makhluk hidup berhak diperlakukan dengan baik. Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, organisasi kesejahteraan hewan, media, dan masyarakat luas juga diperlukan untuk menciptakan gerakan yang lebih masif. Dengan kerja sama yang solid, perubahan yang lebih signifikan dalam cara masyarakat memperlakukan hewan dapat tercapai.

Penelitian yang dilakukan oleh Prasetyani dan Rahayu memberikan wawasan yang sangat berharga dalam memahami bagaimana empati terhadap hewan terbentuk dan berkembang. Dengan mengetahui bahwa sikap positif terhadap hewan berkaitan erat dengan tingkat empati seseorang, kita dapat merancang strategi yang lebih efektif dalam meningkatkan kesejahteraan hewan.

Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi negara yang lebih berempati terhadap semua makhluk hidup, asalkan kesadaran ini diterjemahkan menjadi tindakan nyata. Di masa depan, harapannya bukan lagi melihat Indonesia sebagai negara dengan tingkat konten penyiksaan hewan yang tinggi, tetapi sebagai negara yang memiliki masyarakat penuh kasih sayang terhadap hewan dan menghargai hak mereka sebagai makhluk hidup.

Rion Nofrianda