Di awal Ramadan sekaligus bulan Maret 2025 ini, musibah menimpa sejumlah wilayah di Jakarta dan Bekasi. Di Bekasi misalnya, sempat lumpuh. Ada lebih dari 11.000 jiwa terdampak. Ketinggian air banjir juga cukup mengerikan yakni mencapai 3 meter di beberapa lokasi.
Tentu saja dampak yang ditimbulkan tidak sedikit. Peristiwa banjir ini memberi tanda bahwa di Indonesia, adanya bencana alam, perlu menjadi perhatian serta kewaspadaan terlebih berkaitan dengan hidrometeorologi. Hal itu sebagaimana menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), di Indonesia sebagian besar bencana yang terjadi merupakan bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor dan kekeringan.
Banjir yang melanda Jakarta dan Bekasi bukan hanya masalah alam. Namun demikian, bencana alam tersebut bisa menjadi contoh dari bencana antropogenik, yakni bencana dipicu oleh aktivitas manusia, seperti kelalaian maupun kebijakan yang merusak alam. Seperti halnya akibat perbuatan manusia yang tidak berpikir jangka panjang.
Kita lihat saja kini sering ditemukan alih fungsi lahan yang masif seperti membangun di daerah rawan banjir atau mengalihfungsikan lahan hijau menjadi kawasan pemukiman atau industri. Urbanisasi tak terkendali hingga pengelolaan sampah buruk. Selain itu, rusaknya ekosistem hingga perubahan iklim. Keseluruhan itu rupanya dipicu oleh aktivitas manusia yang mana semakin memperburuk potensi bencana.
Salah satu contoh nyata dari bencana antropogenik yang disebabkan oleh kelalaian dalam pengelolaan alam adalah pembangunan masif pariwisata. Setelah bencana ini terjadi, banyak pihak mempertanyakan hingga mencari ”biang kerok” penyebab terjadinya banjir. Seperti pemadam kebakaran yang datang saat kobaran api sangat besar. Itulah kiranya kondisi yang terjadi. Beberapa tempat wisata di kawasan Puncak, Bogor mendadak dilakukan penyegelan hingga pembongkaran oleh pemerintah daerah setempat.
Salah satunya yang viral dan heboh adalah Hibisc Fantasy, sebuah kawasan wisata baru saja beroperasi pada Desember 2024 di Puncak, Bogor. Tak tanggung-tanggung, kepala daerah setempat yakni Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi secara langsung menindak turun ke lokasi. Dasar pembongkaran itu antara lain lantaran adanya aturan yang dilanggar mengenai alih fungsi lahan.
Lokasi wisata Hibisc Fantasy dibangun di kawasan lindung. Kawasan tersebut semestinya tidak boleh digunakan untuk pembangunan skala besar terlebih berada di hulu Sungai Ciliwung. Adanya alih fungsi lahan ini tentu saja akan mengancam keseimbangan ekologis. Kita sebagai khalayak tentulah bertanya-tanya dan mengkritisi, mengapa ada ijin atau kebijakan pembangunan (pariwisata) yang sangat mengabaikan keberlanjutan lingkungan? Dengan kata lain, mengapa bisa ada kebijakan serta pembangunan yang justru dapat menciptakan bencana alam?
Dari peristiwa ini, menjadi perhatian kita bersama terhadap proses pembangunan dan kebijakan, seperti di halnya di kawasan pariwisata. Fenomena menciptakan kawasan wisata yang sekedar viral, murah dan menarik massa bukan hal yang sulit lagi. Terlebih dalam beberapa tahun belakangan, ada banyak tempat wisata viral di wilayah pedesaan yang mengandalkan keindahan alam semata. Sekejap muncul, sekejap pula berganti. Namun sangat disayangkan, seperti dijelaskan di awal, adanya alih fungsi atau pembangunan tadi justru mengabaikan alam dan lingkungan.
Untuk itu, tulisan ini mengajak banyak pihak untuk memahami bencana antropogenik. Hal itu dapat dimulai dari perubahan pola pikir dan kebijakan ramah serta berpihak terhadap keberlanjutan lingkungan. Perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati merupakan tantangan global yang tak pelak lagi dihadapi. Hal itu tak hanya mengancam ekosistem namun juga kehidupan manusia. Dengan demikian perlu adanya pergeseran paradigma yakni agar kita, manusia, memperhatikan pelestarian alam dan kehidupan bersama dalam kehidupan di bumi.
Adapun langkah yang bisa dilakukan kita bersama adalah dengan menjaga lingkungan. Kita, dalam hal ini, baik itu pemerintah, masyarakat, maupun swasta. Semua pihak tersebut harus berperan aktif merumuskan kebijakan yang tidak hanya mengejar keuntungan ekonomi, namun keberlanjutan lingkungan. Misalnya, pembangunan infrastruktur dengan memperhatikan lingkungan atau pengelolaan sampah yang tepat.
Penutup
Peristiwa banjir yang melanda Jakarta dan Bekasi, semakin memberikan peringatan pada kita bahwa manusia bisa memiliki peran besar dalam menciptakan dan memperburuk bencana alam. Hal itu ditengarai saat pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat membongkar kawasan pariwisata yang melanggar kelestarian alam dan lingkungan.
Tak hanya tanggung jawab pemerintah membuat kebijakan mendukung pelestarian alam, tetapi juga menjadi tugas masyarakat dari berbagai pihak untuk menjaga alam. Oleh karena bencana yang kita hadapi bukan hanya akibat dari peristiwa alam, namun juga dampak dari tindakan kita, yakni manusia itu sendiri. Mari kita segera bertindak dan bergerak menjaga alam dan lingkungan, demi mencegah lebih banyak bencana di masa depan.
Baca Juga
-
Warisan Ki Hadjar Dewantara dan Pendidikan Hari Ini: Antara Cita-Cita dan Realita
-
Ketika Pelindung Jadi Predator: Darurat Kekerasan Seksual di Indonesia
-
Apalah Arti Ijazah? Refleksi dari Polemik Ijazah Jokowi di Era Disrupsi
-
Gibran hingga Studio Ghibli: Guncangan AI di Dunia Kesenian Visual
-
Perlawanan lewat Nada hingga Lukisan: Mengapa Kesenian Kerap Jadi Ancaman?
Artikel Terkait
-
KRL Jabodetabek Bakal Gunakan Kereta Buatan INKA, Layak Pakai?
-
Oli Mesin Tercampur Air, Musuh Tersembunyi di Balik Banjir
-
Mobil Terendam Banjir? Jangan Langsung Nyalakan Mesin
-
Fenomena Super New Moon, 11 Kelurahan di Jakut dan Kepulauan Seribu Berpotensi Terendam Banjir Rob
-
Ketika Mobil Listrik Wuling Air EV Terabas Banjir, Berjalan Santai Tanpa Halangan
Kolom
-
Spirit-Performatif Ki Hadjar Dewantara: Jalan Politik dalam Laku Pendidikan Bangsa
-
Indonesia dan ASEAN: Kerja Sama Perdagangan di Tengah Ketegangan Global
-
Sekolah dan Wacana Nasional Menurut Ki Hadjar Dewantara
-
Proyek Ambisius, Eksekusi Amburadul: Mengulik Kontroversi Program Makan Bergizi Gratis
-
Demokrasi Butuh Guru: Ketika Politik Kehilangan Arah Tanpa Ki Hadjar Dewantara
Terkini
-
Sentani, Danau Indah dengan Luas Mencapai Sembilan Ribu Hektare di Papua
-
Fakta Menarik Sudirman Cup: Sejarah hingga Negara Langganan Juara
-
Ulasan Novel Uang Gawat Darurat:Potret Generasi Muda dalam Jerat Finansial
-
Lika-liku Tim Indonesia Menuju Sudirman Cup 2025, Bikin BL Ketar-ketir
-
Thailand Berencana Ubah Format SEA Games, Apa Keuntungan dan Kerugian bagi Kontestan?