Tunjangan Hari Raya (THR) selalu dinanti sebagai rezeki tambahan menjelang Ramadan. Tapi, setiap tahun, ada satu masalah yang selalu muncul bersamaan dengan THR: harga kebutuhan pokok melonjak drastis.
Beras, minyak, daging, cabai—semua naik. Ramadan yang seharusnya penuh berkah malah terasa semakin berat, terutama bagi masyarakat kecil yang penghasilannya pas-pasan.
Tentu saja fenomena ini bukan hal baru. Setiap kali permintaan meningkat, harga otomatis ikut melambung. Ada yang bilang ini hukum pasar, tapi faktanya, kenaikan harga sering kali tidak masuk akal.
Pemerintah memang berusaha mengendalikan situasi dengan operasi pasar atau pemantauan distribusi barang, tapi nyatanya, harga tetap saja naik. Seolah-olah ini sudah jadi siklus tahunan yang tak terhindarkan.
Merujuk pada informasi dari Suara.com, pemerintah sedang mencoba membantu dengan mempercepat pencairan THR bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pekerja formal. Anggarannya bahkan mencapai Rp50 triliun. Harapannya, masyarakat bisa lebih leluasa berbelanja dan ekonomi pun bergerak. Tapi pertanyaannya, apakah THR benar-benar cukup untuk menutupi kenaikan harga?
Bagi sebagian orang, THR mungkin bisa membantu membeli kebutuhan Ramadan. Tapi bagi yang lain, terutama pekerja informal atau mereka yang kehilangan pekerjaan, THR bukan jaminan. Banyak yang bahkan tidak mendapatkannya sama sekali.
Yang lebih menyedihkan, ada orang yang berharap bisa memakai THR untuk kebutuhan tambahan, tapi akhirnya harus menggunakannya untuk menutupi utang atau sekadar bertahan hidup. Bukannya meningkatkan konsumsi, banyak yang justru memilih menabung karena kondisi ekonomi yang semakin tidak menentu.
Mengutip dari Reuters, Bank Indonesia bahkan sampai menggandeng ulama untuk menyampaikan pesan agar masyarakat tidak boros selama Ramadan.
Langkah ini menarik, tapi apakah masalah utama kenaikan harga benar-benar terletak pada perilaku konsumtif masyarakat? Atau sebenarnya ada permainan harga dari pihak tertentu yang justru memperburuk keadaan?
Ramadan seharusnya menjadi waktu yang penuh kedamaian, bukan masa di mana orang harus cemas karena harga kebutuhan terus naik.
Kalau setiap tahun masyarakat harus menghadapi masalah yang sama, mungkin sudah saatnya mempertanyakan mengapa ini terus terjadi. Sampai kapan Ramadan akan terus menjadi ujian finansial bagi masyarakat kecil yang semakin terhimpit?
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ketika Pekerjaan Sulit Dicari, tapi Janji Politik Mudah Diberi
-
Review Novel 'Kotak Pandora': Saat Hidup Hanya soal Bertahan
-
Review Novel 'Totto-chan': Bukan Sekolah Biasa, Tapi Rumah Kedua Anak-anak
-
Benarkah 'Kerja Apa Aja yang Penting Halal' Tak Lagi Relevan?
-
Review Novel 'Jane Eyre': Ketika Perempuan Bicara soal Harga Diri
Artikel Terkait
-
Resep Es Kuwut Bali Spesial, Takjil Segar dan Istimewa untuk Ramadan 2025
-
Kelewat Mewah? Style Bukber ala Amanda Manopo Disorot: Kayak Baju Lebaran
-
Apakah THR 2025 Kena Pajak? Jangan Panik, Ini Cara Hitung dan Aturannya!
-
Jelang Libur Lebaran, Ini 5 Tips Liburan Hemat agar THR Tetap Aman
-
Kapan Lagi Buka Bareng BRI Festival 2025, Ajak Puluhan Ribu Pengunjung Nikmati Beragam Kuliner dan Hiburan Menarik
Kolom
-
Simfoni di Teras Rumah: Seni, Kesabaran, dan Kedamaian dalam Merawat Burung Kicau
-
Dari Lubang Kecil Bernama Biopori, Kita Belajar Mengurai Genangan Saat Hujan Turun
-
Menunggu Hari Perempuan Bisa Benar-Benar Aman dan Nyaman di Konser Musik
-
Dirut ANTAM dari Eks Tim Mawar, Negara Tutup Mata soal Rekam Jejak HAM
-
Algoritma Menggoda: Saat Konten Bullying Dijadikan Hiburan Publik dan Viral
Terkini
-
Satu Miliar Pohon Ditanam, Mengapa Bencana dan Emisi Masih Terjadi?
-
Bukan Sekadar Tren Viral: Memahami Kekuatan Pop Culture di Era Digital
-
Beli Saham di Usia 15 Tahun, Timothy Ronald Jadikan Investasi Self Reward
-
Tom Cruise Main Film Komedi Bertajuk Digger, Tayang Tahun Depan
-
Jangan Canggung Lagi, Ini 8 Kunci agar Kencan Pertama Santai dan Berkesan