
Baru-baru ini, publik dikejutkan oleh keputusan pemerintah dan DPR yang menggelar rapat Panitia Kerja (Panja) untuk membahas revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) secara tertutup di Hotel Fairmont, sebuah hotel bintang lima di Jakarta Pusat.
Rapat yang berlangsung pada 14-15 Maret 2025 ini menuai kritik tajam dari berbagai kalangan, terutama terkait kurangnya transparansi dan partisipasi publik dalam proses pembahasan yang sangat penting ini.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai langkah ini menunjukkan rendahnya komitmen pemerintah dan DPR terhadap transparansi dan partisipasi publik dalam penyusunan regulasi yang berdampak luas terhadap tata kelola pertahanan negara.
Selain itu, proses pembahasan yang terkesan terburu-buru dan tertutup menimbulkan kecurigaan. Usman Hamid, Direktur Amnesty International Indonesia, mengkritik langkah Panja pemerintah dan Komisi I DPR yang menggelar rapat tertutup membahas daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi UU TNI di Hotel Fairmont. Menurutnya, pembahasan yang tidak terbuka serta tanpa melibatkan partisipasi masyarakat mencederai prinsip demokrasi.
Sekretaris Jenderal DPR RI, Indra Iskandar, menjelaskan bahwa rapat Panja DPR untuk pembahasan RUU TNI di hotel mewah sudah sesuai aturan yang dimuat dalam tata tertib (tatib). Namun, alasan ini tidak meredakan kritik publik.
Banyak yang mempertanyakan mengapa rapat penting seperti ini harus dilakukan di hotel mewah, apalagi secara tertutup.
Keputusan untuk menggelar rapat tertutup di hotel mewah tanpa melibatkan partisipasi publik dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan DPR.
Transparansi dan akuntabilitas adalah prinsip utama dalam proses legislasi yang demokratis. Ketika proses tersebut dilakukan secara tertutup dan terkesan eksklusif, masyarakat berhak mempertanyakan motif dan substansi dari kebijakan yang sedang dibahas.
Apalagi, RUU TNI adalah regulasi yang sangat penting karena berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara. Jika proses pembahasannya tidak transparan, dikhawatirkan kebijakan yang dihasilkan tidak benar-benar mencerminkan kepentingan rakyat.
Rapat tertutup di Hotel Fairmont bukan sekadar masalah lokasi, tetapi juga tentang prinsip demokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi. Jika pemerintah dan DPR ingin menjaga kepercayaan publik, mereka harus membuka ruang bagi partisipasi masyarakat.
Karena demokrasi bukan hanya tentang memilih pemimpin, tetapi juga tentang memastikan bahwa suara rakyat didengar dalam setiap kebijakan yang dibuat.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Gibran Dorong AI di Sekolah, Tapi Apakah Ini Langkah yang Tepat?
-
IHSG Anjlok, Rupiah Tertekan: Kesalahan Kebijakan atau Faktor Global?
-
Indonesia di Persimpangan: Demokrasi, Ekonomi, dan Hukum dalam Krisis
-
Demi Konser Idaman, Begini Cara Gen Z Mengakali Harga Tiket yang Selangit
-
Ketika Ramadan Menjadi Konten: Antara Dakwah dan Engagement
Artikel Terkait
-
Ramai Aksi Tolak RUU TNI, Publik Tagih Janji Kiky Saputri yang Ngaku Berjuang dari Dalam
-
Viral Pekerja Indonesia Mengaku Kena PHK Gegara Isu UU TNI
-
Sejarah Gedung DPR, Dibangun Pakai Uang Siapa?
-
Profil dan Kekayaan Annisa Mahesa: Anggota DPR Termuda yang Diduga Miliki Akun Alter
-
Kecelakaan Rugikan Jamaah Umrah dari Indonesia, Anggota DPR Pertimbangkan Kelayakan
Kolom
-
Gibran Dorong AI di Sekolah, Tapi Apakah Ini Langkah yang Tepat?
-
Lebaran Penuh Kepalsuan, saat Momen Suci Berubah Menjadi Tekanan Tahunan
-
Jangan Normalisasi Jongkok di Toilet Duduk, Gunakan Sehakikatnya!
-
Bakti Sosial Ramadan: Inisiatif yang Mengubah Masyarakat
-
IHSG Anjlok, Rupiah Tertekan: Kesalahan Kebijakan atau Faktor Global?
Terkini
-
5 Rekomendasi Film China yang Dibintangi Zhao Li Ying, Terbaru Ada We Girls
-
Kluivert Dibayangi Pengalaman Pahit Jelang Hadapi Bahrain, Tetap Optimis?
-
Upaya Empat Saudari Singkirkan Ipar yang Kejam di Serial Bad Sisters
-
Jadwal Final Swiss Open 2025: Didominasi China, Ada Dua Laga Perang Saudara
-
Masih Terjerat Skandal, Kim Soo-hyun Tetap akan Gelar Fanmeeting di Taiwan