Ki Hadjar Dewantara merupakan sosok yang berjuang tidak hanya untuk kemerdekaan, tetapi juga untuk membentuk karakter bangsa melalui pendidikan. Beliau memahami bahwa pendidikan bukan hanya sekedar transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga sebuah proses pembentukan kepribadian yang kuat dan berlandaskan pada nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan. Dalam pandangannya, pendidikan adalah hak setiap individu untuk berkembang sesuai dengan potensi mereka. Dalam konteks ini, meskipun dunia pendidikan telah jauh berkembang, tantangan yang dihadapi dalam pendidikan Indonesia saat ini tetap relevan dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara.
Menurut Naskah Akademik Pembelajaran Mendalam Menuju Pendidikan Bermutu untuk Semua yang digaungkan oleh Kemendikdasmen, dengan munculnya revolusi industri 4.0 dan kemajuan pesat dalam bidang kecerdasan buatan, konsep deep learning (pembelajaran mendalam) kini menjadi bagian penting dalam pendidikan global. Deep learning merupakan salah satu cabang dari kecerdasan buatan yang memungkinkan sistem untuk belajar dari data secara mendalam, mirip dengan cara otak manusia bekerja. Meskipun berfokus pada teknologi, deep learning juga membawa tantangan besar bagi dunia pendidikan. Jika dihubungkan dengan pandangan Ki Hadjar Dewantara, kita dapat melihat bahwa perkembangan teknologi dalam pendidikan tidak boleh hanya berfokus pada aspek teknis atau hasil akademis semata, tetapi harus tetap berorientasi pada nilai karakter bangsa dan pengembangan individu yang holistik.
Pada saat yang sama, deep learning membuka kemungkinan untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih personal dan adaptif, seperti yang diinginkan oleh Ki Hadjar Dewantara. Dalam pendidikan yang diilhami oleh beliau, setiap individu memiliki potensi yang unik, dan oleh karena itu harus diberikan kesempatan untuk berkembang sesuai dengan cara mereka sendiri. Dalam konteks ini, deep learning menawarkan cara untuk mengenali pola belajar siswa secara individual dan menyesuaikan metode pengajaran agar lebih efektif. Dengan pendekatan yang berbasis pada data, deep learning bisa membantu menciptakan sistem pendidikan yang lebih merata dan inklusif, sesuai dengan cita-cita Ki Hadjar Dewantara yang memperjuangkan pendidikan untuk semua lapisan masyarakat.
Namun, meskipun teknologi ini memiliki potensi besar, penerapannya juga menimbulkan beberapa kontroversi yang perlu dicermati. Salah satunya adalah ketimpangan akses terhadap teknologi. Pendidikan berbasis teknologi tinggi seperti deep learning mungkin hanya dapat diakses oleh daerah atau kelompok tertentu yang memiliki fasilitas memadai. Hal ini berisiko memperlebar kesenjangan sosial dan pendidikan yang telah menjadi isu utama dalam sistem pendidikan Indonesia. Dalam hal ini, semangat Ki Hadjar Dewantara yang menekankan pemerataan pendidikan harus tetap menjadi landasan utama dalam menghadapi tantangan teknologi dalam pendidikan.
Tidak hanya itu, deep learning juga mengubah cara kita memahami proses belajar dan pengajaran. Jika pada masa Ki Hadjar Dewantara pendidikan dilakukan dengan pendekatan yang humanis dan langsung berinteraksi dengan siswa, maka deep learning memungkinkan pembelajaran terjadi di luar ruang kelas, kapan saja, dan di mana saja. Namun, meskipun kemudahan ini dapat mempercepat proses belajar, tetap saja ada potensi risiko bahwa interaksi sosial yang menjadi inti dari pendidikan bisa berkurang. Ki Hadjar Dewantara percaya bahwa pendidikan adalah sarana untuk mengembangkan bukan hanya intelektualitas, tetapi juga moralitas, empati, dan semangat kebersamaan. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa pendidikan digital yang diterapkan melalui deep learning tetap mempertahankan nilai-nilai karakter yang diperjuangkan oleh Ki Hadjar Dewantara.
Salah satu prinsip utama dalam pendidikan Ki Hadjar Dewantara adalah ‘Ing Ngarso Sung Tulodo’ (di depan memberi contoh), yang berarti pendidik harus memberikan teladan. Dalam konteks deep learning, hal ini bisa diterjemahkan menjadi peran guru yang tidak hanya sebagai fasilitator dalam kelas fisik, tetapi juga sebagai pembimbing dalam lingkungan digital. Pembelajaran dengan menggunakan kecerdasan buatan harus tetap melibatkan peran manusia dalam membimbing dan memberi contoh langsung kepada siswa, terutama dalam hal pengembangan moral dan karakter. Dengan demikian, meskipun teknologi dapat meningkatkan kemampuan intelektual siswa, nilai-nilai luhur yang ditanamkan oleh guru tetap tak bisa digantikan.
Selain itu, deep learning juga membuka peluang untuk memperkenalkan pendekatan pendidikan yang lebih berbasis pada data dan personalisasi. Setiap siswa bisa diajarkan dengan metode yang paling sesuai dengan cara mereka belajar. Ini adalah hal yang sangat relevan dengan prinsip Ki Hadjar Dewantara yang menghargai perbedaan individu. Sistem pendidikan yang berbasis pada deep learning memungkinkan guru dan pendidik untuk memahami lebih dalam tentang cara belajar siswa, serta memberikan bahan ajar yang lebih sesuai dengan kebutuhan mereka. Dengan cara ini, potensi setiap siswa bisa lebih tergali, dan mereka bisa belajar sesuai dengan cara yang mereka anggap paling efektif.
Namun, kita juga perlu menjaga agar penggunaan teknologi dalam pendidikan tetap bertujuan untuk kemajuan bersama, bukan hanya untuk sebagian orang yang memiliki akses lebih. Ki Hadjar Dewantara sangat menekankan pentingnya pendidikan yang dapat mengangkat derajat seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali. Dalam dunia yang semakin terhubung dengan teknologi, kita harus memastikan bahwa akses terhadap pendidikan berbasis deep learning bisa dirasakan oleh semua kalangan, baik yang ada di perkotaan maupun di daerah terpencil. Ini adalah tantangan yang perlu dihadapi bersama, untuk mewujudkan cita-cita Ki Hadjar Dewantara dalam menciptakan pendidikan yang adil dan merata bagi seluruh bangsa.
Penerapan deep learning dalam pendidikan Indonesia harus dilakukan dengan hati-hati dan bijaksana. Hal ini harus diimbangi dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara, agar pendidikan di Indonesia tidak hanya menciptakan generasi yang cerdas secara intelektual, tetapi juga bijaksana, berbudi pekerti, dan memiliki semangat kebangsaan yang tinggi. Teknologi harus digunakan untuk memperkuat pendidikan, bukan menggantikan esensi pendidikan itu sendiri.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Tag
Baca Juga
-
Gen Alpha Beda dari Kita! Pola Asuh Zilenial Ubah Segalanya
-
Hormat Bukan Berarti Setuju! Gen Z dan Keberanian Berdialog
-
Ketika Karnaval Jadi Derita! Sound Horeg dan Dampak Nyata untuk Kesehatan
-
AXIS Nation Cup! Tempat Mimpi-Mimpi Liar Pemuda Indonesia Meledak
-
Rewind to the Roar! Cewek Futsal MIPA vs IPS di Masa SMA
Artikel Terkait
-
Mewujudkan Cita-Cita Ki Hadjar Dewantara di Era Digital dan Sosial
-
Ki Hadjar Tidak Akan Diundang dalam Rapat Kurikulum Hari ini
-
5 KM Lewati Hutan Demi Sekolah, Mimpi Siswi Lebak Terancam Pupus karena Tak Punya Sepatu-Alat Tulis
-
20 Kewajiban Orang Tua kepada Anak dalam Islam Sesuai Al-Quran dan Hadis, Apa Saja?
-
Kurikulum Ganti Lagi? Serius Nih, Pendidikan Kita Uji Coba Terus?
Kolom
-
Menari Bersama Keberagaman: Seni Pembelajaran Diferensiasi di Kelas Modern
-
Koperasi Merah Putih: Antara Harapan dan Ancaman Pemborosan Dana Rakyat
-
Tugas dan Status: Membedah Jebakan Ganda yang Menguras Mental Pelajar
-
Gaji UMR, Inflasi Gila-gilaan: Mimpi Kemapanan Generasi Z yang Terjegal
-
Gen Alpha Beda dari Kita! Pola Asuh Zilenial Ubah Segalanya
Terkini
-
Sinopsis My Daughter is a Zombie Siap Segera Tayang, Brutal Tapi Kocak!
-
Keren! Rizky Pratama Riyanto Sabet 5 Kali Juara Lomba Video di Karawang
-
Tradisi Perempuan Jepang di Tahun 1930-an di Novel The Makioka Sisters
-
BRI Super League: Novan Setya Sasongko Ungkap Target dengan Madura United
-
Motorola Edge 860 Pro: HP Flagship yang Siap Bikin Brand Lain Ketar-ketir