Dalam budaya orang Jawa, mereka mengenal yang namanya unen-unen atau jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia bisa disebut juga sebagai ungkapan dan peribahasa. Bentuknya bisa berupa frasa atau kalimat. Unen-unen ini biasanya mengandung makna tentang nasihat dan filosofi hidup yang diharapkan bisa diterapkan dalam perilaku keseharian orang Jawa. Namun, tak jarang unen-unen ini juga bisa dijadikan prinsip dan pandangan hidup.
Oleh sebab itu, keberadaan unen-unen bukan hanya sebagai ungkapan semata, tetapi dalam pengertian yang lebih luas bisa juga dianggap sebagai cerminan realitas perangai orang Jawa. Maka, tidak heran jika terkadang orang awam akan menilai orang Jawa hanya melalui ungkapan yang umum diketahui.
Salah satu unen-unen yang sudah cukup populer, bahkan diketahui orang non-Jawa adalah "alon-alon waton kelakon". Ungkapan tersebut memiliki arti pelan-pelan saja asal bisa terwujud. Namun, ungkapan ini kerap kali disalahartikan dan digunakan untuk menggeneralisasi karakter orang Jawa sebagai pribadi yang pemalas. Hal ini bisa terjadi karena kata "pelan-pelan" dianggap sebagai suatu cerminan bahwa orang Jawa tidak efisien dalam bertindak dan serba lama dalam menyelesaikan suatu hal.
Padahal kata "alon-alon" yang berarti "pelan-pelan", jika diartikan lebih jauh merupakan imbauan dan pengingat agar selalu berhati-hati dalam bertindak. Kata ini tidak serta-merta memiliki arti malas atau lambat. Ungkapan ini bisa menjadi pengingat bahwa keinginan mencapai tujuan itu perlu memperhatikan pengetahuan, kehati-hatian, dan pertimbangan agar bisa meraih apa yang kita impikan. Singkatnya, "alon-alon waton kelakon" merupakan pengingat agar kita tidak tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu.
Unen-unen ini hendaknya tidak dipahami secara harfiah saja, sebab memang sebuah peribahasa dan ungkapan sering kali memiliki makna kias. Sebagaimana hal tersebut, ungkapan "alon-alon waton kelakon" juga bisa dimaknai sebagai prinsip orang Jawa yang mengutamakan proses daripada hasil instan. Orang Jawa percaya bahwa suatu hal bisa dicapai dengan kerja keras, keuletan, dan kerja yang konsisten.
Makna ungkapan yang tersirat ini berkaitan dengan budaya orang Jawa yang bekerja dengan sabar dan cermat agar mencapai tujuan yang sesuai dengan harapan. Namun, memang pengertian secara harfiah ini bisa menimbulkan generalisasi terhadap karakter orang Jawa. Kesalahpahaman makna ini juga bisa disebabkan oleh orang Jawa sendiri yang memaknai usaha yang dilakukan secara perlahan sebagai pembenaran untuk bersikap menunda-nunda urusan dan bermalasan. Oleh karena itu, unen-unen ini juga bisa menjadi pegangan bagi orang Jawa untuk membentuk dan mengembangkan karakter diri yang ulet, pekerja keras, dan pantang menyerah.
Orang Jawa diharapkan bisa berkomitmen dengan tujuannya. Fokus dengan tujuan yang ingin dicapai tidak hanya memerlukan kecermatan dan keuletan semata. Namun, perlu adanya bersabar sebab semua hal membutuhkan proses dan perjalanan yang bertahap. Dengan kata lain, suatu keinginan tidak dapat dicapai secara instan dan cepat.
Di era modern ini, semua urusan diharapkan bisa selesai dengan cepat sehingga terkadang unen-unen "alon-alon waton kelakon" kurang sesuai dengan gaya hidup yang menuntut kecepatan. Namun, ungkapan ini tetap relevan di zaman ini karena bisa menjadi pengingat untuk kita agar bekerja secara cepat, tepat, dan cermat. Keuletan dan kesabaran inilah yang menjadi dasar filosofi prinsip hidup berdasarkan ungkapan "alon-alon waton kelakon".
Dengan demikian, karakter orang Jawa tidak bisa dinilai hanya melalui satu kalimat saja. Ungkapan ini harusnya diposisikan sebagai filosofi yang memiliki makna sebagai pengingat dalam menjalani kehidupan. "Alon-alon waton kelakon" dapat menjadi prinsip hidup orang Jawa untuk terus bekerja keras, sabar menghadapi tantangan, dan fokus mencapai tujuan.
Baca Juga
-
Ulasan Buku Honest World: Perjalanan Mencari Empat Kunci Kebahagiaan Hidup
-
Ulasan Novel Satu Kelas: Dilema Ketika Sekelas dengan Mantan dan Gebetan
-
Buku Jingwei Menimbuni Lautan: Reinkarnasi Tragis dalam Mitologi Tiongkok
-
Ulasan Buku Hello Stress: Cara Sederhana Kenali dan Atasi Gangguan Stres
-
Ulasan Buku Pede Aja!: Perihal Menerima dan Mencintai Diri Sendiri
Artikel Terkait
-
Mongolian Culture Center, Mengulik Budaya khas Mongol di Banten
-
Kesenian Bantengan: Antara Warisan Budaya dan Keresahan Sosial
-
Desa Wisata Pentingsari, Pariwisata Edukasi untuk Mempelajari Budaya Jawa
-
Desa Wisata Grogol, Tempat Menarik untuk Mempelajari Kebudayaan Khas Jawa
-
Kafe Bertebaran, Angkringan Bertahan: Kisah Ketahanan Budaya di Jogja
Kolom
-
Crab Mentality: Ketika Kesuksesan Teman Justru Jadi Beban
-
Hustle Culture dan Gen Z: Ambisi Gila Kerja atau Kehilangan Arah Hidup?
-
Antara Strategi dan Romantisme: Buku Langka dan Daya Tariknya
-
Inovasi di Balik Lapak: Kisah Inspiratif Ekonomi Informal yang Lebih Lincah dari Perusahaan Startup
-
Abolisi dan Amnesti: Pengampunan Elit dan Biasnya Rasa Keadilan?
Terkini
-
Mulai Turun Harga, Ini 6 iPhone yang Makin Worth-It Dibeli di Tahun 2025
-
Sony Garap Film Spider-Punk, Daniel Kaluuya Ditunjuk Tulis Naskahnya
-
4 Padu Padan Simpel ala Mingyu SEVENTEEN Cocok Buat Inspirasi OOTD Harian!
-
Laptop Kencang Gak Harus Mahal, Ini 5 Rekomendasi Mulai dari Rp 4 Jutaan Saja
-
HP Kamu Lemot? Bisa Jadi Cache Numpuk! Begini Cara Bersihkan