Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Budianto Sutrisno
Ilustrasi pelajar (unsplash.com)

Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan simbol persatuan, seharusnya menjadi kebanggaan bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, kenyataannya cukup memprihatinkan.

Menurut hasil penelitian, ternyata sekitar 40,8% siswa merasa tidak senang dalam mengikuti pelajaran bahasa Indonesia. Fenomena ini menunjukkan adanya masalah serius yang perlu segera dicari solusinya.

Beberapa penyebab

Salah satu penyebab mengapa siswa kurang berminat dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah faktor yang ada dalam bahasa Indonesia itu sendiri—yang notabene memiliki banyak ketidakkonsistenan.

Sejumlah aturan tata bahasa yang saling tumpang tindih dan sering berubah, membuat siswa kesulitan memahami kaidah yang benar. Misalnya, perubahan ejaan yang telah terjadi beberapa kali, dari EyD menjadi PUEBI dan akhirnya kembali lagi ke EyD, acap kali membingungkan siswa.

Faktor penyebab berikutnya berupa pengaruh bahasa asing, terutama bahasa Inggris, tidak bisa diabaikan begitu saja. Di era globalisasi ini, bahasa Inggris seolah-olah memiliki status yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahasa Indonesia.

Hal ini diperkuat dengan anggapan bahwa menguasai bahasa Inggris dapat membuka peluang karier yang lebih baik, sehingga siswa lebih termotivasi untuk mempelajari bahasa asing ketimbang bahasa sendiri.

Di samping itu, maraknya penggunaan bahasa gaul di kalangan remaja juga ikut memengaruhi minat mereka untuk belajar bahasa Indonesia baku.

Siswa cenderung merasa lebih nyaman menggunakan bahasa gaul yang dianggap lebih praktis dan kekinian dalam komunikasi sehari-hari. Akibatnya, pemahaman dan penguasaan bahasa Indonesia baku makin menurun.

Masalah yang dihadapi siswa dari sisi minat baca sangat mengkhawatirkan. Hasil penelitian pada 2022 menunjukkan bahwa 63% siswa tidak membawa buku yang berhubungan dengan bahasa Indonesia, dan 70% dari mereka tidak membaca buku pelajaran bahasa Indonesia sebelum kelas dimulai. Ini jelas mengindikasikan bahwa kebiasaan membaca belum tertanam dengan baik di kalangan siswa.

Selain faktor di atas, siswa sering merasa cepat bosan dengan materi pelajaran bahasa Indonesia. Data menunjukkan bahwa 70,3% siswa tidak pernah mengulang pelajaran bahasa Indonesia di rumah. Hal ini mengindikasikan bahwa mereka menganggap materi tersebut kurang menarik untuk dipelajari lebih dalam.

Kurangnya kesadaran akan pentingnya bahasa Indonesia juga berpengaruh pada minat belajar siswa. Banyak di antara mereka yang memandang bahasa Indonesia sebagai pelajaran yang mudah, karena sudah digunakan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka merasa tidak perlu mempelajarinya dengan serius.

Pandangan ini jelas keliru, karena untuk menguasai bahasa Indonesia dengan baik, tetap diperlukan pembelajaran yang mendalam. Sikap menyepelekan ini sungguh merupakan ironi. Mengapa? Karena secara rata-rata nilai rapor siswa untuk bahasa Indonesia itu lebih rendah ketimbang nilai bahasa asing, seperti bahasa Inggris dan Mandarin.

Kompetensi guru bahasa Indonesia yang kurang memadai juga menjadi faktor penyebab yang penting. Banyak guru yang belum menguasai materi pelajaran dengan baik, sehingga cara penyampaian mereka tidak optimal. Hal ini terlihat dari fakta bahwa 85% siswa tidak berusaha menjawab pertanyaan yang diajaukan guru. Hal ini menunjukkan kurangnya motivasi dari pihak pengajar.

Metode pembelajaran bahasa Indonesia yang monoton dan tidak bervariasi membuat siswa cepat merasa jenuh. Jika pembelajaran hanya berfokus pada teori dan hafalan tanpa praktik yang menarik, siswa akan kesulitan dalam memahami materi dengan baik.

Apalagi jika guru sering kali tidak memberikan contoh yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Tiadanya contoh-contoh yang relevan membuat siswa merasa bahwa pelajaran bahasa Indonesia tidak memiliki hubungan sama sekali dengan kebutuhan mereka.

Faktor eksternal

Dukungan orang tua siswa terhadap pembelajaran bahasa Indonesia yang terbilang rendah juga menjadi faktor rendahnya minat siswa untuk mempelajari bahasa Indonesia.

Banyak orang tua yang lebih mendorong anak-anak mereka untuk menguasai bahasa asing ketimbang bahasa Indonesia. Padahal, peran orang tua siswa sangat krusial dalam menumbuhkan minat belajar anak.

Di samping itu, lingkungan sosial juga memengaruhi minat belajar bahasa Indonesia. Media sosial yang dipenuhi dengan konten berbahasa asing dan bahasa gaul makin mengikis penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di kalangan remaja.

Tak pelak, era digital berperan besar dalam kemerosotan minat belajar bahasa Indonesia. Kehadiran gawai pintar—dengan berbagai aplikasi hiburan—membuat siswa lebih tertarik untuk menghabiskan waktu berselancar di dunia maya ketimbang membaca buku atau mempelajari bahasa Indonesia.

Sejumlah konten yang dikonsumsi para siswa di media sosial menggunakan bahasa yang tidak baku, bahkan cenderung mengadopsi struktur bahasa asing.

Platform media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube—yang didominasi oleh konten berbahasa asing atau bahasa gaul—makin memperburuk keadaan.

Penelitian menunjukkan bahwa remaja yang aktif di media sosial cenderung mengalami penurunan kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Mereka lebih fasih menggunakan singkatan, akronim, dan istilah bahasa gaul yang jauh dari kaidah bahasa baku.

Pandangan masyarakat yang menganggap mata pelajaran bahasa Indonesia sebagai pelajaran yang mudah, juga berkontribusi terhadap rendahnya minat belajar.

Banyak orang tua yang lebih menekankan pentingnya matematika dan ilmu pengetahuan alam dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Akibatnya, siswa tidak mendapat dukungan yang cukup untuk mendalami bahasa nasional mereka sendiri.

Adanya anggapan bahwa nilai ekonomis dari penguasaan bahasa Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan bahasa asing—terutama bahasa Inggris—makin memperburuk situasi.

Banyak lowongan pekerjaan yang mengharuskan calon pekerja berkemampuan bahasa asing, tetapi jarang sekali yang secara jelas meminta untuk berkemampuan bahasa Indonesia yang baik. Padahal, keterampilan ini sangat penting di dunia profesional.

Solusi komprehensif

Untuk mengatasi masalah ini, kita memerlukan pendekatan yang menyeluruh yang melibatkan semua pihak yang terkait. Langkah pertama, berupa pengembangan kurikulum bahasa Indonesia yang harus mempertimbangkan kebutuhan dan karakteristik siswa di era digital. Materi pembelajaran perlu relevan, kontekstual, dan memiliki nilai praktis dalam kehidupan sehari-hari.

Inovasi dalam metode pembelajaran menjadi kunci utama keberhasilan. Para guru perlu menciptakan metode yang lebih interaktif dan kreatif, misalnya dengan memanfaatkan teknologi dan media pembelajaran yang menarik.

Metode blended learning yang menggabungkan metode pembelajaran tradisional dengan teknologi digital bisa menjadi alternatif yang menarik.

Pembelajaran berbasis proyek, seperti membuat vlog, siniar (podcast), atau konten kreatif lainnya dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar, juga dapat meningkatkan minat siswa untuk mempelajari bahasa Indonesia lebih mendalam.

Meningkatkan potensi guru bahasa Indonesia merupakan hal yang sangat penting, Kita perlu memperkuat program pelatihan dan pengembangan profesional bagi guru—terutama dalam hal penguasaan materi dan metode pembelajaran yang inovatif.

Selain itu, guru juga harus dilengkapi dengan kemampuan untuk mengintegrasikan teknologi dalam pengajaran bahasa Indonesia.

Satu hal lagi yang tak kalah pentingnya adalah: kampanye ”Cinta Bahasa Indonesia” harus digalakkan di beberapa platform, terutama di media sosial yang banyak digunakan oleh remaja. Konten yang edukatif dan menarik tentang bahasa Indonesia bisa disebarluaskan untuk menciptakan tren positif di kalangan generasi muda.

Melakukan kerja sama dengan influencer atau tokoh yang disukai remaja, juga bisa menjadi strategi yang efektif untuk mempromosikan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Sekolah dan pemerintah perlu memberikan dukungan dengan menyediakan fasilitas belajar yang memadai, termasuk perpustakaan yang lengkap dengan koleksi buku berkualitas dalam bahasa Indonesia. Untuk memotivasi siswa agar dapat lebih mendalami bahasa Indonesia, bisa diadakan lomba atau kegiatan yang berkaitan dengan bahasa Indonesia.

Dalam hal ini, misalnya, dapat diadakan lomba menulis, debat, atau pidato dengan tema tertentu. Yang paling penting, kita perlu menanamkan kesadaran pada siswa bahwa bahasa Indonesia bukan hanya sekadar alat komunikasi, melainkan juga identitas bangsa yang harus kita jaga dan lestarikan.

Dengan upaya bersama dari berbagai pihak, diharapkan minat belajar siswa dalam pelajaran bahasa Indonesia dapat meningkat secara signifikan. Dengan demikian, generasi muda Indonesia tidak hanya mahir berbahasa asing, tetapi juga bangga dan terampil dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Budianto Sutrisno