Melihat bagaimana Israel memperlakukan Palestina—melanggar gencatan senjata sesuka hati, menembus semua kecaman global dengan santainya—rasanya sulit dipercaya masih ada bangsa yang begitu berkuasa, begitu bengis, dan begitu cerdik hingga mampu membuat hukum internasional tak berlaku atas dirinya.
PBB, ICJ, ICC—lembaga-lembaga hukum dan keadilan internasional yang katanya menjamin perdamaian dunia—nyatanya gagal total. Mereka tak sanggup menghentikan pembantaian harian warga sipil di Gaza dan Tepi Barat. Teriakan “Free Palestine” di seluruh dunia hanya terdengar seperti gemericik air bagi mereka yang mabuk akan suara bom dan darah.
Hukum Internasional Hanya Fatarmogana Belaka
Mari kita bicara logika, tanpa emosi. Apa yang kita lihat di Gaza saat ini menyajikan kesimpulan brutal: dunia ini tunduk pada hukum rimba. Negara yang kuat membuat hukum. Negara yang lemah dipaksa taat.
Berdasarkan laporan Geneva International Centre for Justice, ada pelanggaran berat terhadap prinsip dasar hukum internasional, bahkan bukti adanya “niat genosida” oleh pemerintah Israel. UN Special Rapporteur Francesca Albanese pun menyebut kampanye militer Israel “apocalyptic” dan menyerukan embargo senjata karena potensi genosida
Lihat Dewan Keamanan PBB: satu suara veto dari Amerika Serikat cukup untuk membungkam keputusan seluruh dunia. Resolusi demi resolusi berjatuhan di atas meja tanpa pernah sampai ke lapangan. Begitu mudah hukum internasional dikooptasi oleh kepentingan geopolitik.
Undang-undang internasional bukanlah hukum. Ia hanyalah “kesepakatan moral” yang bisa diabaikan oleh mereka yang berkuasa. Negara-negara bukan manusia; mereka entitas kepentingan. Jangan berharap ada empati atau air mata untuk Gaza. Penderitaan rakyat Palestina hanyalah statistik di laporan-laporan PBB, tak lebih.
Belajar dari Gaza: Hanya Kekuatan yang Melindungi
Menyaksikan tragedi ini, kesimpulannya jelas: jika kita ingin bertahan hidup sebagai bangsa, kita harus kuat. Lemah hanya berarti menjadi mangsa; makmur dan kuat adalah satu-satunya jalan agar tak diinjak.
Dewan Keamanan PBB sangat terbatas kemampuannya saat satu negara kuat memegang veto. AS telah menggunakan hak veto 88 kali, dan 50 di antaranya terkait konflik Timur Tengah untuk memblokir resolusi anti-Israel. Misalnya resolusi soal “situasi Timteng termasuk Palestina” beberapa kali dibungkam AS pada 2023–2025.
Kemandirian Indonesia tak boleh sekadar jargon. Kita harus berdikari di bidang energi, pangan, teknologi, pertahanan, dan informasi. Jika kita tetap ringkih, nasib kita akan sama seperti Palestina: teriakannya hanya jadi gema di ruang kosong global.
Narasi Kebenaran Sebagai Senjata
ICC telah resmi menyatakan penyelidikan atas situasi di Palestina sejak 2021, termasuk Gaza dan Tepi Barat. Pada 21 November 2024, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant, atas tuduhan menggunakan kelaparan sebagai taktik perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun Israel menolak semua, dan ICC menghadapi serangan siber serta tantangan hukum atas yurisdiksi.
Di abad ini, literasi dan narasi adalah senjata. Buku, film, media sosial, mimbar, hingga diplomasi publik adalah arena perang yang tak kalah penting. Bangun narasi kebenaran dengan cerdas, kreatif, dan terstruktur.
Jika kita tidak memegang kendali atas cerita kita sendiri, maka orang lain akan menulisnya untuk kita—dan menuliskannya dengan cara yang melemahkan kita.
Tragedi Gaza adalah cermin pahit bahwa sistem global hanya menghukum yang miskin dan lemah. Dunia memang tak adil, tapi kita tak harus jadi korban berikutnya.
Kita tidak bisa berharap belas kasihan dari sistem global. Tapi kita bisa membangun bangsa yang kuat, cerdas, dan mandiri—agar saat dunia mengabaikan kita, kita tetap berdiri tegak.
Baca Juga
-
Inevitably in Love: Dunia Cinta, Bisnis, dan Ego yang Membakar
-
Ulasan Novel Evermore: Kisah Rumit yang Bikin Nyesek Sekaligus Gregetan!
-
Dilema Fatherless: Dear Ayah, Anakmu Juga Ingin Dipeluk!
-
Mengenal Makna Ikhlas di Novel "Harga Sebuah Percaya"
-
Distrik Coffee Roaster: Cafe Estetik di Tengah Kota Malang!
Artikel Terkait
-
Hasto Klaim Dikriminalisasi karena Tolak Israel: Ini Konsekuensi Sikap Politik Saya
-
Bek FC Twente yang Gusur Mees Hilgers Puji Israel: Mental Orang Yahudi Boleh Diadu
-
Netanyahu Nominasikan Trump untuk Nobel Perdamaian! Apa Alasannya?
-
Lembaga Inggris yang Bantu Bangun IKN Terlibat Rencana Pengusiran Warga Palestina di Gaza
-
Asyura 2025: Tangisan untuk Husein, Sumpah Setia NKRI, Solidaritas untuk Palestina
Kolom
-
Antara Norma dan Luka: Kekerasan Gender pada Budaya yang Bisukan Perempuan
-
Miris! Ratusan Pemain Lokal Bakal Terpinggirkan Imbas Kebijakan Penambahan Kuota Pemain Asing
-
Kebiasaan Lempar Pertanyaan ke GPT dan 'Matinya' Rasa Ingin Tahu Mahasiswa
-
Mengajar Gen Z: Antara Teori, Emoji, dan Distraksi
-
Aturan Cuma Buat Rakyat? Menggugat Hak Istimewa Rombongan Pejabat di Jalan Raya
Terkini
-
Inevitably in Love: Dunia Cinta, Bisnis, dan Ego yang Membakar
-
4 Micellar Water Ukuran Jumbo Ampuh Angkat Kotoran, Mulai Rp20 Ribuan Saja!
-
Everglow oleh NOWZ: Tekad untuk Bangkit dan Bersinar di Situasi Tersulit
-
Tatap Super League, Bali United Bersiap Terapkan Gaya Permainan Khas Eropa
-
Reuni Alumni Liga Belgia: Shayne Pattynama dan Ilhan Fandi Jadi Andalan Baru Buriram