Fatamorgana Hukum Internasional: Kembalinya Hukum Rimba dan Genosida?

Hayuning Ratri Hapsari | Oktavia Ningrum
Fatamorgana Hukum Internasional: Kembalinya Hukum Rimba dan Genosida?
Ilustrasi gerakan kemanusiaan free Palestine (Unsplash/Luke White)

Melihat bagaimana Israel memperlakukan Palestina—melanggar gencatan senjata sesuka hati, menembus semua kecaman global dengan santainya—rasanya sulit dipercaya masih ada bangsa yang begitu berkuasa, begitu bengis, dan begitu cerdik hingga mampu membuat hukum internasional tak berlaku atas dirinya.

PBB, ICJ, ICC—lembaga-lembaga hukum dan keadilan internasional yang katanya menjamin perdamaian dunia—nyatanya gagal total. Mereka tak sanggup menghentikan pembantaian harian warga sipil di Gaza dan Tepi Barat. Teriakan “Free Palestine” di seluruh dunia hanya terdengar seperti gemericik air bagi mereka yang mabuk akan suara bom dan darah.

Hukum Internasional Hanya Fatarmogana Belaka

Mari kita bicara logika, tanpa emosi. Apa yang kita lihat di Gaza saat ini menyajikan kesimpulan brutal: dunia ini tunduk pada hukum rimba. Negara yang kuat membuat hukum. Negara yang lemah dipaksa taat.

Berdasarkan laporan Geneva International Centre for Justice, ada pelanggaran berat terhadap prinsip dasar hukum internasional, bahkan bukti adanya “niat genosida” oleh pemerintah Israel. UN Special Rapporteur Francesca Albanese pun menyebut kampanye militer Israel “apocalyptic” dan menyerukan embargo senjata karena potensi genosida

Lihat Dewan Keamanan PBB: satu suara veto dari Amerika Serikat cukup untuk membungkam keputusan seluruh dunia. Resolusi demi resolusi berjatuhan di atas meja tanpa pernah sampai ke lapangan. Begitu mudah hukum internasional dikooptasi oleh kepentingan geopolitik.

Undang-undang internasional bukanlah hukum. Ia hanyalah “kesepakatan moral” yang bisa diabaikan oleh mereka yang berkuasa. Negara-negara bukan manusia; mereka entitas kepentingan. Jangan berharap ada empati atau air mata untuk Gaza. Penderitaan rakyat Palestina hanyalah statistik di laporan-laporan PBB, tak lebih.

Belajar dari Gaza: Hanya Kekuatan yang Melindungi

Menyaksikan tragedi ini, kesimpulannya jelas: jika kita ingin bertahan hidup sebagai bangsa, kita harus kuat. Lemah hanya berarti menjadi mangsa; makmur dan kuat adalah satu-satunya jalan agar tak diinjak.

Dewan Keamanan PBB sangat terbatas kemampuannya saat satu negara kuat memegang veto. AS telah menggunakan hak veto 88 kali, dan 50 di antaranya terkait konflik Timur Tengah untuk memblokir resolusi anti-Israel. Misalnya resolusi soal “situasi Timteng termasuk Palestina” beberapa kali dibungkam AS pada 2023–2025.

Kemandirian Indonesia tak boleh sekadar jargon. Kita harus berdikari di bidang energi, pangan, teknologi, pertahanan, dan informasi. Jika kita tetap ringkih, nasib kita akan sama seperti Palestina: teriakannya hanya jadi gema di ruang kosong global.

Narasi Kebenaran Sebagai Senjata

ICC telah resmi menyatakan penyelidikan atas situasi di Palestina sejak 2021, termasuk Gaza dan Tepi Barat. Pada 21 November 2024, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant, atas tuduhan menggunakan kelaparan sebagai taktik perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun Israel menolak semua, dan ICC menghadapi serangan siber serta tantangan hukum atas yurisdiksi.

Di abad ini, literasi dan narasi adalah senjata. Buku, film, media sosial, mimbar, hingga diplomasi publik adalah arena perang yang tak kalah penting. Bangun narasi kebenaran dengan cerdas, kreatif, dan terstruktur.

Jika kita tidak memegang kendali atas cerita kita sendiri, maka orang lain akan menulisnya untuk kita—dan menuliskannya dengan cara yang melemahkan kita.

Tragedi Gaza adalah cermin pahit bahwa sistem global hanya menghukum yang miskin dan lemah. Dunia memang tak adil, tapi kita tak harus jadi korban berikutnya.

Kita tidak bisa berharap belas kasihan dari sistem global. Tapi kita bisa membangun bangsa yang kuat, cerdas, dan mandiri—agar saat dunia mengabaikan kita, kita tetap berdiri tegak.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak