Lintang Siltya Utami | zahir zahir
Ilustrasi Cyberbullying. (pixabay.com/htcm19)
zahir zahir

Di era yang kian modern ini, pengaruh digitalisasi kian terasa di seluruh elemen kehidupan masyarakat. Mulai dari yang memberikan dampak positif, hingga menjurus ke hal-hal yang negatif dan kurang terpuji. Kemajuan teknologi yang kian terdigitalisasi inilah yang juga mendorong munculnya bullying berbasis digital atau yang lebih populer dengan nama cyberbullying.

Cyberbullying sejatinya bukanlah hal baru yang muncul dalam beberapa tahun terakhir. Perundungan secara digital ini disinyalir sudah muncul sejak populernya penggunaan media sosial (sosmed) oleh masyarakat secara masif. Namun, kian beragamnya penggunaan platform media sosial di era modern ini mendorong pula kian masifnya cyberbullying yang terjadi di masyarakat.

Ironisnya lagi, cyberbullying ini dianggap memiliki dampak yang jauh lebih buruk apabila dibandingkan dengan perundungan atau bullying yang dilakukan secara langsung. Mengapa hal tersebut bisa terjadi?

Cyberbullying Bisa Kian Masif Karena Memiliki Cakupan yang Hampir Tak Terbatas

Bullying atau perundungan konvensional/tradisional dikenal sudah memiliki dampak yang cukup buruk terhadap para korbannya.

Selain bisa berdampak secara mental atau psikis, bullying ini juga berisiko memberikan dampak secara fisik bagi korban yang menerimanya. Lalu, apa dampak yang diberikan dari cyberbullying yang bisa dianggap lebih buruk dibandingkan bullying konvensional?

Cyberbullying dianggap memiliki dampak yang lebih buruk dikarenakan perundungan ini bisa terjadi dalam konteks apa saja. Bahkan, juga bisa dilakukan oleh orang-orang yang secara situasional tak dikenal oleh korban itu sendiri. Hal ini sangat dimungkinkan karena cakupan cyberbullying ini hampir tak terbatas.

Mengapa cakupan cyberbullying bisa dikatakan hampir tak terbatas? Hal ini tentunya merujuk kepada sifat digitalisasi media sosial itu sendiri yang hampir tak terbatas dan bisa menyentuh setiap orang di dunia.

Umumnya, cyberbullying ini akan dipicu oleh salah satu pihak yang menyebarkan narasi menyerang kepada korban. Kondisi ini kemudian akan memicu adanya dorongan dari pihak lainnya untuk melakukan perundungan digital tersebut kepada korban kendati tak mengenalnya.

Hal yang kian miris adalah tak semua narasi yang memojokkan korban tersebut benar adanya. Seringnya miss-informasi dan kesalahan persepsi membuat orang-orang yang tak dikenal sekalipun ikut serta dalam melakukan perundungan kepada korban tanpa mencari tahu terlebih dahulu benar atau tidaknya berita tersebut. Terlebih lagi, sebagian orang memang cenderung malas atau enggan melakukan pengecekan terlebih dahulu.

Masifnya perundungan digital atau cyberbullying ini juga kerap kali tak kenal siapa korbannya atau tanpa pandang bulu. Bahkan, dalam beberapa kasus ada orang-orang yang memiliki usia jauh lebih tua atau dewasa justru melakukan cyberbullying kepada anak-anak yang belum pasti mereka paham benar atau tidaknya hal tersebut.

Hal ini memang cukup ironis mengingat cyberbullying ini sangat mustahil memberikan dampak fisik kepada korbannya, tetapi lebih memberikan dampak psikis atau mental yang jauh berlipat-lipat lebih buruk dibandingkan bullying konvensional.

Para korbannya seringkali juga tak bisa melakukan apa-apa karena masifnya cyberbullying ini. Belum lagi biasanya para pelaku cyberbullying ini akan menggunakan akun anonim atau non-organik saat melakukan perundungan tersebut. Hal inilah yang membuat pemberantasan atau perlindungan kasus cyberbullying ini jauh lebih susah untuk dilakukan.

Korban seringkali akan mendapatkan kata-kata komentar seperti cacian, umpatan hingga kekerasan verbal yang mengarah kepada gender saat mendapatkan cyberbullying. Kondisi semacam ini bisa lambat laun mempengaruhi keadaan psikis korban jika tak mendapatkan penanganan yang lebih serius.

Saat ini, penanganan yang paling memungkinkan untuk korban cyberbullying adalah pendampingan dan penguatan mental secara bertahap. Hal ini paling mungkin dilakukan mengingat melakukan tindakan hukum kepada pelaku cyberbullying tidak semudah kasus bullying konvensional.