Diskursus penggunaan em dash (—) ini bukan satu-dua kali terjadi, dan tampaknya tidak akan padam sebelum semua orang paham betul apa fungsinya.
Beberapa waktu lalu, cuitan mengenai penggunaan em dash dalam tulisan naik daun lagi pada media sosial X atau Twitter. Ungkapan yang memukul rata kehadiran em dash sebagai hasil AI (artificial intelligence) generated menuai lonjakan balasan kontra, terutama dari para penulis.
Mulai dari penulis blog atau media bertema gaya hidup, penulis akademik seperti artikel ilmiah atau karya tulis ilmiah lainnya, sampai ke penulis fanfiction 'fiksi penggemar'. Semuanya sepakat dan kontra terhadap statement yang mengatakan penggunaan em dash dalam tulisan berarti 100% hasil AI generated. It's a propaganda we're not falling for!
Pasalnya, em dash sendiri dipercaya sudah ada sejak abad ke-15 sebagai bentuk lain tanda baca, seperti koma, titik dua, ataupun tanda kurung. Em dash juga sudah tercatat sebagai salah satu tanda baca dalam EYD V dan biasa dikenal sebagai tanda pisah, walaupun sebenarnya tanda pisah sendiri terbagi lagi jadi dua, yaitu em dash dan en dash (–).
Mengutip dari EYD V, em dash dan en dash (karena dalam bahasa Indonesia disatukan dalam satu sebutan, yaitu tanda pisah) punya tiga fungsi berbeda:
- Em dash mengapit keterangan yang bukan bagian utama kalimat.
- Em dash mengapit keterangan yang merupakan bagian utama kalimat dan dapat saling menggantikan.
- En dash digunakan di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat tujuan.
Jika fungsinya saja sudah tertera secara gamblang, kenapa menuding tulisan orang lain sebagai hasil AI generated semudah itu? Bagaimana kalau orang tersebut menggunakan em dash karena paham apa fungsinya?
Saya pikir hal ini tidak jauh berbeda dengan para ilustrator di luar sana. Sedikit saja menunjukkan kesalahan, karyanya langsung dicap sebagai AI generated, misalnya seperti helai rambut yang tampak aneh atau tidak rapi.
Nyatanya, kesalahan dalam gambar itu hal yang wajar, 'kan? Human error menunjukkan bukti bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Bandingkan dengan hasil AI generated: jarinya ada enam (atau mungkin lebih), matanya tidak simetris, kepalanya melayang, dan masih banyak lagi kesalahan lainnya yang berbeda jauh dari human error.
Coba deh bayangkan: susah payah menulis, riset sana-sini supaya tidak misinformasi, buka-tutup KBBI demi kata baku yang digunakan itu tepat, berujung kena tuduhan hasil AI generated hanya karena satu buah em dash!
Seperti peribahasa "karena nila setitik, rusak susu sebelanga"; jerih payah menulis berhari-hari malah disangka hasil AI generated, malah dituding pakai si jipiti.
Belum lagi kalau padanan kata dalam tulisan terlalu puitis atau formal, rasanya seperti memikul harapan kosong. Ini juga jadi salah satu aspek tuduhan hasil AI generated.
Padahal, jauh bertahun-tahun sebelumnya, ada banyak sajak dan karya tulis ilmiah yang dijadikan tolok ukur oleh penulis masa kini, sebelum mereka menemukan gaya menulisnya sendiri. Tentu saja, acuan tersebut pasti jadi makanan sehari-hari si jipiti dan kawan-kawannya.
Apakah Ada Solusinya?
Gimana, ya, solusinya? Gimana caranya tetap bisa menggunakan em dash tanpa kena tuduh hasil AI generated?
Jawabannya ... nggak ada!
Kita tidak bisa memungkiri bahwa AI generated bisa berkembang sepesat ini karena manusia, karena dia berlagak menggantikan kita.
Kehadiran em dash dalam tulisan hasil AI generated hanyalah contoh kecil kalau AI "memakan" informasi yang ada—dalam hal ini adalah banyaknya tulisan orisinal yang menggunakan em dash—dan kemudian menghasilkan tulisan serupa.
Jangan sampai karena satu buah em dash, kita jadi tidak mau menggunakannya lagi dalam tulisan. Kepercayaan diri harus tetap ada, meskipun tuduhan dilempar ke sana-kemari. Kalau memang murni tulisan kita, kenapa harus ragu dan menghindari?
Ya ... walaupun nyelekit juga sih ketika menerima tuduhan itu.
Namun, satu hal yang pasti, meskipun sekarang AI generated yang menyisipkan em dash mulai masif, bahkan mungkin hampir tidak terkendali, hasil tulisannya tidak akan pernah bisa setara dengan manusia.
Manusia—saya, kamu, kita semua—masih sangat berhak menggunakan em dash, terlebih jika konteksnya sesuai dengan fungsi em dash itu sendiri (seperti yang saya lakukan beberapa kali dalam tulisan ini).
Selain itu, tulisan kita memiliki keunggulan dibanding hasil AI generated, yaitu ada bubuhan perasaan. Tiap kata yang tertulis tidak kaku atau sekadar "buat satu paragraf puitis tentang sudut pandang manusia yang merasa hidupnya kini tergantikan AI".
So, jangan berhenti menulis. Jangan sampai taksiran hasil AI generated karena penggunaan em dash jadi alasan dan penghalang untuk berkarya.
Sesama manusia yang sudah paham pasti bisa membedakan terkait rasa dalam tulisan, yang jelas-jelas tidak dimiliki oleh hasil AI generated.
Nah, gimana menurutmu?
Baca Juga
-
Review Novel Malice dan Yellowface: Kebenaran di Balik Dunia Penerbitan
-
Menilik Futsal Perempuan dan Secuil Alasan untuk Kembali Menyukainya
-
Rawon Bunda: Pekatnya Rasa dan Rindu Jadi Satu
-
Review Buku Kitty sang Pahlawan Super: Mengatasi Ketakutan dalam Diri
-
Budaya Me Time: Self-Care, Self-Reward, atau Konsumerisme Terselubung?
Artikel Terkait
-
Permendikdasmen No 13 Tahun 2025: Pedoman Kurikulum, Koding dan AI untuk Siswa
-
Netflix Pakai AI di Series untuk Pertama Kalinya, Akui Biaya Lebih Murah
-
Kolaborasi Data dan AI, Strategi Telkomsigma Perkuat Solusi Cloud Masa Depan
-
IBM Gandeng Hacktiv8 Telurkan Calon Developer Kuasai Teknologi AI
-
Rehabilitasi Pesisir Kutai Timur Gunakan Teknologi AI dan IoT untuk Pantau Mangrove
Kolom
-
Futsal dan Kesehatan Mental: Pelarian Positif di Tengah Tekanan Akademik
-
Di Balik Retorika Delegasi, Wajah Lain Kemalasan Struktural
-
Justice for Tom Lembong: Teriakan Netizen yang Tak Bisa Diabaikan
-
Quarter Life Crisis: Suara Hati Generasi Muda dalam Badai Ketidakpastian
-
Sound Horeg: Ketika Hiburan Jalanan Menggeser Budaya dan Merusak Ketertiban
Terkini
-
The Most Beautiful Little Secret: Novel yang Memikat dan Penuh Teka-Teki!
-
Cara Bikin Stiker WhatsApp Sendiri Paling Gampang di 2025, Tanpa Ribet!
-
Bergenre Aksi Komedi, Film Bad Day Gaet Cameron Diaz Jadi Bintang Utama
-
4 Masker Gel Berbahan Dasar Mugwort, Solusi Efektif Redakan Kemerahan
-
BRI Super League: Mentalitas Dewa United Makin Kuat usai Bekuk Klub Kamboja