Bayangin deh, kamu lagi scroll feed Instagram, akun favorit tiba-tiba jadi private. Bisa lihat profil doang, foto terakhir nggak kelihatan, cuma bisa “percaya” apa yang dia posting. Nah, KPU sempat bikin situasi mirip gitu… tapi ini versi politik!
Di tengah era digital yang serba terbuka, Komisi Pemilihan Umum (KPU) justru menetapkan kebijakan yang mengejutkan: 16 dokumen penting calon presiden dan wakil presiden kini menjadi informasi yang dikecualikan, alias tidak bisa diakses publik tanpa izin tertulis dari calon yang bersangkutan. Keputusan ini tertuang dalam Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 yang ditandatangani pada 21 Agustus 2025.
Private Account Capres?
Dokumen yang dirahasiakan mencakup fotokopi KTP elektronik, akta kelahiran, ijazah, SKCK, laporan harta kekayaan, hingga NPWP. Hanya daftar riwayat hidup dan visi-misi calon yang tetap dapat diakses publik. KPU beralasan bahwa kebijakan ini diambil untuk melindungi data pribadi dan sesuai dengan uji konsekuensi yang dilakukan.
Namun, kebijakan ini menuai kritik dari berbagai pihak. Beberapa pihak menilai bahwa keputusan ini mengancam prinsip keterbukaan informasi publik dan berpotensi merugikan demokrasi. Mereka berpendapat bahwa publik berhak mengetahui rekam jejak dan integritas calon pemimpin negara sebelum memberikan suara.
Drama Singkat, Pembatalan Cepat
Ketua KPU Afifuddin menegaskan, “Kami secara kelembagaan memutuskan untuk membatalkan Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 tentang Penetapan Dokumen Persyaratan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sebagai Informasi Publik yang Dikecualikan KPU”, seperti yang dikutip dari Suara.com di Kantor KPU RI, Jakarta, Selasa (16/9).
Drama ini cuma bertahan sebentar. 16 September 2025, KPU batalkan Keputusan 731/2025. Artinya, semua dokumen penting sekarang kembali bisa diakses publik. Publik nggak perlu lagi cuma “modal feeling” buat nilai calon pemimpin mereka.
Momen ini nggak cuma soal dokumen capres, tapi juga belajar bareng soal demokrasi. Respons KPU nunjukin, kritik dan masukan publik itu penting, bahkan bisa bikin lembaga resmi mundur selangkah demi transparansi. Jadi, demokrasi itu nggak cuma aturan di kertas, tapi proses interaktif antara lembaga dan masyarakat.
Kalau dianalogikan ke media sosial: “akun privat capres” akhirnya dibuka. Kamu bisa scroll, cek dokumen, nilai calon dengan bukti, bukan cuma percaya kata orang. Drama singkat ini ngegambarin kalau transparansi itu penting, dan meski kadang tertunda, tetap harus dijaga.
Baca Juga
-
Cermin Nggak Pernah Bohong: Gaya Selfie Favorit Sepanjang Generasi
-
Suara Bisikan Virtual: Cara Gen Z Redakan Insomnia dengan ASMR
-
Polaroid Gemini AI: Kreativitas atau Objektifikasi Terselubung
-
Pipi Balon: Tren Selfie Receh Gen Z yang Mengubah Cara Kita Berkomunikasi
-
Mendung Itu Lebih dari Cuaca: Terlena Sementara dan Menemukan Tenang
Artikel Terkait
-
Skandal Ijazah Capres: KPU Panen Kritik, Keputusan Dicabut, DPR Angkat Bicara
-
KPU Batal Rahasiakan Dokumen Capres, Kunto Aji Sentil Menohok: Mbok Ya Dipikir Dulu!
-
DPR Acungi Jempol, Sebut KPU Bijak Usai Batalkan Aturan Kontroversial
-
Setelah Bikin Blunder, KPU Minta Maaf karena Aturan Rahasia Ijazah Capres
-
KPU Larang Publik Akses Ijazah Capres-Cawapres Tanpa Izin Pemilik
Kolom
-
Kementerian Haji dan Umrah Jadi Solusi di Tengah Isu Birokrasi dan Politik?
-
Saat Podcast Jadi Pilihan Belajar, Apa yang Hilang dari Televisi?
-
Antara Guru dan Chatbot: Wajah Baru Pendidikan di Era AI
-
Influencer vs Aparat Negara: Siapa yang Lebih Berkuasa di Era Digital?
-
Bebas Pajak Bagi Pekerja Rp10 Juta ke Bawah: Kado Manis atau Ilusi?
Terkini
-
Ulasan Novel Mayday, Mayday: Berani untuk Berdiri Setelah Apa yang Terjadi
-
Di Balik Isu Korupsi Kuota Haji, Ustaz Khalid Basalamah Angkat Bicara
-
Tren Foto AI Kelewat Batas? Pemain Timnas Indonesia Sampai Angkat Suara
-
4 Serum Tranexamic Acid Bikin Glowing Bebas Flek Hitam di Bawah Rp 79 Ribu!
-
Review Film Red Sonja: Petualangan Savage yang Liar!