Sleep call semakin menjadi budaya baru di kalangan anak muda, teleponan hingga tertidur bersama, seolah menjadi tanda kedekatan dan komitmen dalam hubungan.
Banyak yang menganggapnya sebagai bentuk bonding paling romantis di era digital. Awalnya hanya rindu, tapi lama-kelamaan kebiasaan ini bisa berubah menjadi candu.
Pada tahap awal, sleep call memang terasa menyenangkan. Ada rasa tenang ketika hendak tidur, ditemani suara orang yang disayangi.
Bahkan ada sensasi memiliki, bahwa seseorang ada untuk kita hingga detik terakhir sebelum terlelap. Namun tanpa disadari, sleep call dapat membentuk pola ketergantungan emosional yang berbahaya.
Menurut Halodoc, penggunaan ponsel menjelang tidur, termasuk telepon atau video call, dapat menghambat produksi hormon melatonin yang berfungsi mengatur siklus tidur alami.
Alodokter juga menyebutkan bahwa paparan layar dari gawai dapat menurunkan kualitas tidur, membuat sulit tidur, dan menimbulkan rasa lelah keesokan harinya. Artinya, sleep call bukan hanya mengganggu fisik, tetapi juga kesehatan mental karena tidur menjadi tidak optimal.
Lebih dari sekadar fisik, sleep call bisa menjelma menjadi kebiasaan yang mengikat secara emosional. Kita merasa tidak bisa tidur jika tidak mendengar suara orang itu.
Ketika panggilan tidak terjadi, karena lawan bicara lelah, sibuk, atau pada akhirnya pergi, muncul rasa gelisah sekaligus kesedihan yang mendalam, seolah ada bagian dari ritual malam yang hilang. Dari rindu yang manis, kebiasaan ini bisa berubah menjadi candu yang menyakitkan.
Namun penting diingat: tidak melakukan sleep call bukan berarti seseorang tidak peduli atau tidak menyayangi kita. Menganggap begitu adalah persepsi keliru yang justru memperburuk perasaan gelisah dan sedih.
Hubungan yang sehat memberi ruang bagi masing-masing pihak untuk tetap mandiri secara emosional, sambil tetap menjaga kepercayaan dan kedekatan.
Sleep call bukan bentuk cinta, melainkan bentuk ketergantungan yang dibungkus romantisasi. Cinta tidak seharusnya menyita waktu istirahat dan kesehatan mental.
Jika sleep call menjadi kewajiban, bukan lagi pilihan, maka yang hadir bukan kedekatan, melainkan keterikatan yang tidak sehat. Hubungan yang matang memberi ruang dan kepercayaan, bukan perhatian 24 jam tanpa jeda.
Sleep call boleh dilakukan, tetapi sewajarnya. Jangan menjadikannya fondasi cinta, apalagi pelampiasan rasa takut akan kesepian.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Konflik Memanas, Ari Lasso Gandeng Pengacara untuk Hadapi Ade Tya
-
Tahun ke-6 Berjuang Lawan Kanker, Vidi Aldiano Sampaikan Pesan Haru
-
Di Antara Ombak & Bukit Hijau, Harapan Way Haru Tak Pernah Tumbang
-
Kartu Petik Lara: Ruang Aman Lewat Permainan
-
Guru yang Peka, Murid yang Terjaga: Membangun Sekolah Aman Lewat Kedekatan
Artikel Terkait
-
8 Alasan Ilmiah Kenapa Tidur Cukup adalah Skincare Anti-Aging Terbaik
-
Peduli Kesehatan Mental Remaja, HIMPSI Gelar Sosialisasi di SMAN 3 Jambi
-
Proyek Whoosh Diacak-acak, Pakar Ungkap Hubungan Prabowo-Jokowi: Sudah Retak tapi Belum Terbelah
-
8 Rekomendasi Sedan Tahun 2000-an yang Kekinian Buat Anak Muda
-
Marriage Is Scary: Kita Takut Menikah, atau Takut Tidak Bahagia?
Kolom
-
Dirut ANTAM dari Eks Tim Mawar, Negara Tutup Mata soal Rekam Jejak HAM
-
Algoritma Menggoda: Saat Konten Bullying Dijadikan Hiburan Publik dan Viral
-
Hak yang Dinamai Bantuan: Cara Halus Menghapus Tanggung Jawab Negara
-
Lebih dari Sekadar Boikot: Bagaimana Cancel Culture Membentuk Iklim Sosial
-
Deforestasi atas Nama Pembangunan: Haruskah Hutan Terus jadi Korban?
Terkini
-
4 Rekomendasi Iron Mascara untuk Bulu Mata Lentik Natural ala Lash Lift
-
Seruan Tak Bertuan: Suara Ganjil di Keheningan Malam
-
Fakta Baru dari Bocoran Redmi K90 Ultra: Baterai Jumbo Cepat Penuh
-
Praktis & Anti Ribet! 4 Sunscreen Stick Lokal Harga di Bawah Rp100 Ribu
-
Waspada! 5 Bahaya Mikroplastik yang Diam-Diam Mengancam Kesehatan Tubuh