Hari Guru Nasional yang jatuh setiap tanggal 25 November menjadi momen berharga untuk refleksi bersama. Sebagian masyarakat masih beranggapan profesi guru dimaknai sebagai salah satu profesi untuk menghasilkan materi guna keberlangsungan hidup sehari-hari.
Berangkat pagi, pulang sore bahkan malam seolah tidak ada bedanya dengan profesi lainnya. Orang tua sudah mempercayakan proses pendidikan anaknya di jenjang formal kepada kepala sekolah, guru, staf dan warga sekolah.
Kiranya perlu ada hal yang dapat dibentuk dan dihasilkan dari proses belajar mengajar selama 6 tahun di jenjang SD/sederajat, 3 tahun di jenjang SMP/Sederajat dan SMA/Sederajat.
Di sisi lain, tantangan yang lahir dari kecanggihan teknologi semakin maju, membuat guru harus bisa berinovasi dan beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Perubahan zaman yakni sebuah keniscayaan yang tidak bisa guru hindari. Terdapat kata mutiara “Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya”. Manusia tidak bisa memilih, dia akan lahir di zaman apa? Ataupun tahun berapa?
Maka, kata mutiara tersebut sangat relevan jika perubahan zaman dari masa ke masa ini pasti terjadi. Benar adanya pernyataan long life education dan tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat. Karena kondisi global terus berkembang secara dinamis.
Secara etimologi, guru berasal dari bahasa Sanskerta gu dan ru. Gu berarti memiliki arti “kegelapan/ketidaktahuan” sedangkan Ru berarti “cahaya/penghilang”.
Secara filosofis kata “Guru” diartikan sebagai seseorang yang membawa cahaya dalam kegelapan. Artinya seseorang tersebut, memiliki pengetahuan akan suatu hal kemudian diberikan ke orang lain dan pengetahuan tersebut digunakan untuk memberantas kebodohan/ketidaktahuan yang ada.
Pepatah jawa mengatakan bahwa “Guru” memiliki makna digugu dan ditiru. Hal tersebut tentu menuntut kita untuk senantiasa menjadi panutan, contoh ataupun teladan yang baik untuk para murid.
Selain itu, membentuk karakter baik dan sikap positif lainnya dibangun secara sadar, menyenangkan, peduli, dan terus membangkitkan semangat untuk perubahan yang lebih baik.
Maka, kita bertugas bahkan berprofesi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai amanat UUD 1945. Profesi yang tidak terbatas waktu, dalam arti 24 jam siap dengan laporan tentang muridnya. Kecuali, ketika memang sedang istirahat.
Profesi guru untuk membangun peradaban, bukan hanya sekadar mendapatkan materi. Profesi yang dijalani secara sadar bahwa menjadi guru adalah panggilan hati.
Pusat kesadaran manusia untuk dapat diubah berada dalam perasaan/jantung. Menurut pakar ahli hipnoterapis Aisyah Dahlan, bahwa sistem syaraf yang diciptakan berpusat pada otak manusia dan bagian jantung.
Ketika profesi guru dimaknai sebagai panggilan hati apabila syaraf otak dan jantung ini terkoneksi. Namun sebaliknya profesi guru yang sama dengan profesi lainnya masih berada pada taraf menjalankan perintah syaraf di otak saja.
Nilai-nilai kebaikan yang dicontohkan guru akan dapat diterima murid karena disampaikan dari hati ke hati. Guru perlu untuk melakukan refleksi diri terhadap cara penyampaian pembelajaran ataupun cara pendampingan kepada murid. Tentu, ada hal yang tidak sengaja guru melakukan kesalahan kepada muridnya.
Maka, perlu untuk meminta maaf kepada mereka. Karena kita mendidik atau berhadapan dengan manusia yang sama sama memiliki akal dan perasaan.
Di sisi lain, dengan meminta maaf inilah menjadi teladan yang dapat direkam oleh memori murid. Ada hal lainnya yang dapat murid rekam: ketika guru makan/minum, masuk ke kelas untuk memberikan pengajaran, pembelajaran berbasis projek yang dapat menambah wawasan serta praktik nyata, pembelajaran dengan cara praktikum dan masih banyak lainnya.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Cegah Brain Rot dengan Read Aloud
-
Membekali Murid Menjadi Saksi Aktif untuk Mencegah Perundungan di Sekolah
-
Guru: Menjadi Pengawal Perubahan Kurikulum
-
Lima Tahun Menunggu, Prabowo Bersihkan Nama Dua Guru Luwu Utara
-
Prabowo Disebut 'Dewa Penolong', Guru Abdul Muis Menangis Haru Usai Nama Baiknya Dipulihkan
Kolom
-
Haus Itu Minum, Bukan Mencari Validasi: Refleksi Kebutuhan Diri di Era Pamer
-
Mengapa Sulit Berkata 'Tidak'? Menelusuri Akar Psikologis Budaya Mengalah
-
Dari Harga Beras hingga Jam Kerja: Semua Berawal dari Keputusan Politik
-
Romantisasi Ketangguhan Warga: Bukti Kegagalan Negara dalam Mengurus Bencana?
-
Sampah, Bau, dan Mental Warga yang Disuruh Kuat
Terkini
-
CERPEN: Basa-basi di Balik Mesin Kopi, Saat Rindu Tidak Tahu Diri
-
Di Parkiran Sekolah yang Sunyi, Apa yang Sebetulnya Didengar oleh Adrian?
-
3 Rekomendasi Flatshoes Brand Lokal Kualitas Top, Cocok untuk Semua Acara!
-
Refleksi Keserakahan Manusia dan Kritik Penguasa dalam Antologi Puisi Negeri Daging Karya Gus Mus
-
Oppo Reno 15c Kini Meluncur di India, Spek Berbeda dari Versi China?