Di tengah semakin canggihnya teknologi untuk dunia pendidikan, perdebatan tentang apa yang sebenarnya dibutuhkan guru saat mengajar kembali muncul di media sosial. Ada yang menyoroti kurangnya fasilitas, menuntut digitalisasi sekolah, hingga kritikan soal anggaran yang minim.
Namun di antara semua keluhan itu, muncul sebuah pernyataan yang menyedot perhatian warganet yang diunggah akun Instagram @cemas.co soal hal-hal yang dibutuhkan guru untuk mendidik dan membawa perubahan.
“Seorang guru yang cerdas, yang bisa betul-betul membawa perubahan, itu cuman butuh pikiran, suara, sama papan tulis," ungkap sang narasumber yang diketahui bernama Bagus Muljadi.
Statement sederhana ini dirasa sangat menampar sekaligus menyadarkan banyak pihak bahwa esensi pendidikan sebenarnya tidak pernah berubah. Pendidikan sejatinya hanya bertumpu pada manusia yang mengajar, bukan alat yang digunakan.
Lalu, apa makna dari tiga elemen yang disebutkan itu? Mengapa justru dianggap lebih penting daripada Chromebook, touchscreen board, atau perangkat mahal lain yang kerap dijadikan simbol “kemajuan teknologi“ untuk pendidikan?
Pikiran: Sumber Ide, Analisis, dan Kecerdasan Emosional
Pikiran adalah elemen pertama, dan mungkin yang paling mendasar, dalam proses mengajar.
Guru dengan pikiran yang aktif dan terbuka mampu menerjemahkan materi sulit menjadi mudah, mengaitkan teori dengan dunia nyata, mengelola dinamika kelas, memahami karakter tiap siswa, dan menciptakan metode kreatif tanpa perlu alat mahal.
Pada akhirnya, kecerdasan guru, baik intelektual maupun emosional, jauh lebih menentukan kualitas pembelajaran dibandingkan keberadaan layar digital berukuran raksasa. Teknologi hanya membantu menyampaikan, tapi pikiran guru yang mencerdaskan.
Suara: Media Komunikasi Paling Fundamental
Sebelum ada mikrofon, LCD, hingga video animasi, guru mengajar hanya bermodalkan suara. Dan sampai hari ini pun, suara tetap menjadi alat komunikasi utama antara guru dan siswa.
Melalui suara, guru dapat membangun kedekatan dengan siswa, memberi arahan yang jelas, memotivasi dan menenangkan, menegur dengan elegan, serta membimbing diskusi yang sehat.
Pembelajaran bukan hanya soal apa yang diajarkan, tetapi juga bagaimana cara guru menyampaikan. Nada suara mampu membawa emosi lewat gaya yang antusias, tegas, hangat, dan inspiratif. Dalam banyak kasus, kata-kata yang baik lebih membekas daripada slide presentasi.
Papan Tulis: Simbol Kejelasan dan Proses Berpikir
Di era digital, papan tulis mungkin terlihat kuno. Namun, perannya masih tak tergantikan dalam banyak kelas dan masih terus menjadi alat mengajar yang penting.
Hal ini dikarenakan papan tulis mampu memvisualkan proses berpikir guru, memungkinkan interaksi langsung antara guru dan siswa, bisa dihapus dan ditulis kapan saja, dan pastinya tidak membutuhkan listrik atau koneksi internet.
Lewat papan tulis, guru bisa mengajak siswa melihat langkah-langkah sebagai medium berpikir bersama. Tidak heran papan tulis tetap digunakan bahkan di sekolah internasional sekalipun.
Fenomena Digitalisasi: Membantu, Bukan Menggantikan
Bukan berarti perangkat modern seperti Chromebook, tablet, atau touchscreen board tidak penting. Teknologi jelas memberi banyak manfaat dalam membantu memudahkan proses belajar, termasuk soal akses referensi, fasilitas digital, hingga efisiensi administrasi.
Namun, teknologi hanya bernilai jika digunakan oleh guru yang kompeten. Tanpa pemahaman pedagogis, perangkat secanggih apa pun hanya menjadi pajangan mahal yang tidak berguna.
Viralnya pernyataan di media sosial tersebut mengingatkan kita bahwa pendidikan tidak bisa disederhanakan menjadi persoalan alat dan anggaran. Ada faktor manusia yang jauh lebih mendasar dalam mendukung perubahan di dunia pendidikan.
Pikiran, suara, dan papan tulis mungkin terlihat sederhana, tetapi justru tiga hal itulah yang menjadi fondasi pendidikan sejak dulu. Ingat, teknologi bisa membantu guru, tapi tidak ada teknologi yang bisa menggantikan guru.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Serba-serbi Momen Hari Guru: Disentil Netizen sebagai Hari Wali Kelas
-
Nasib Apri/Fadia dan Lanny/Tiwi Dipertimbangkan Pelatih, Potensi Dirombak?
-
Syed Modi India Internasional 2025: PBSI Ungkap Alasan Mundur Prifad dan Bagas
-
Hari Guru Nasional 2025: Hukuman Fisik di Sekolah Disorot, Publik Sentil Pendidikan Etika
-
Refleksi Hari Guru: Euforia Perayaan, Beban Tugas, hingga Polemik Hukuman
Artikel Terkait
-
Ketua Komisi X Minta Guru Honorer Senior Dapat Akses Prioritas dalam Proses Penataan
-
Pendidikan adalah Tanggung Jawab Bersama, Bukan Hanya Milik Guru
-
Serba-serbi Momen Hari Guru: Disentil Netizen sebagai Hari Wali Kelas
-
DPRD DKI Soroti Gaji Guru Swasta di Jakarta: Jauh di Bawah UMP!
-
5 Karakter Guru di Film Indonesia yang Tak Mudah Dilupakan
Kolom
-
Di Balik Penyesalan Menkes, Ada PR Besar Layanan Kesehatan Papua
-
Viral Kasus Tumbler Tuku: Benarkah Ini Gara-Gara Tren Hydration Culture?
-
Ricuh Suporter Bola hingga War Kpopers, Saat Hobi Tak Lagi Terasa Nyaman
-
Budaya Titip Absen: PR Besar Guru Bagi Pendidikan Bangsa
-
Menghilang Demi Waras: Fenomena Anak Muda di Tengah Riuhnya Dunia Modern
Terkini
-
Ulasan Novel Pusaka Candra: Kisah Politik, Mitos, dan Cinta Keraton Abad 17
-
4 Sunscreen Vitamin C Non-Comedogenic untuk Kulit Cerah Tanpa Clogged Pores
-
Review Film The Voice of Hind Rajab: Pedih dan Mengguncang Nurani
-
Review Film Agak Laen: Menyala Pantiku! Tawa dari Awal sampai Akhir, Pecah!
-
Rush Hour 4 Resmi Diproduksi Paramount Usai Adanya Permintaan dari Trump