Bullying di sekolah sering dianggap terjadi hanya ketika ada kekerasan fisik maupun perundungan terang-terangan. Padahal, di era sekarang, bentuk bullying jauh lebih beragam dan sering kali tidak terlihat.
Guru maupun orang tua juga terkadang baru menyadari setelah anak menunjukkan perubahan sikap yang cukup drastis. Anak menjadi pendiam, malas sekolah, gampang marah, atau tiba-tiba prestasinya turun.
Semua ini bisa menjadi tanda adanya bullying yang luput dari deteksi dini karena tidak jarang pelakunya makin pintar menyembunyikan aksi, sementara korban lebih sering memendam karena takut dikira “lebay”.
Tipe Bullying di Sekolah yang Sering Tidak Disadari Guru dan Orang Tua
Oleh karena itu, agar tidak salah paham dan bisa lebih waspada, berikut beberapa tipe bullying di sekolah yang sering tidak disadari, tapi dampaknya besar bagi perkembangan anak:
1. Bullying Verbal Halus: “Bercanda Tapi Menyakitkan”
Bullying verbal halus berupa candaan tapi menyakitkan menjadi tipe perundungan paling sering dianggap sepele. Ucapan singkat seperti “jelek”, “gendut”, “bodoh”, “miskin”, dan sejenisnya sering dilabeli sebagai candaan.
Padahal, anak yang mendapat candaan semacam itu bisa saja merasa tersakiti, apalagi jika diulang terus menerus oleh teman-teman satu kelas. Guru biasanya tidak menyadari dengan cepat karena kejadian ini ‘dikemas’ dengan nada bercanda.
Di zaman sekarang, candaan soal penampilan, gaya rambut, atau preferensi hobi juga semakin marak. Semua dianggap lucu karena dilakukan dalam situasi yang terkesan sedang bercanda, kecuali bagi korban tentunya.
2. Social Exclusion: Dikucilkan Tanpa Sebab
Social exclusion termasuk kategori silent bullying. Tidak ada kekerasan fisik, tidak ada kata-kata kasar, tapi rasanya menyakitkan sekali saat dikucilkan teman tanpa sebab. Mulai dari tidak mau satu kelompok, tidak diajak duduk bersama, diabaikan saat berbicara, hingga semua teman tiba-tiba menjauh tanpa alasan.
Tipe bullying semacam ini justru memicu dampak psikologis yang besar karena anak yang menjadi korban merasa tidak dihargai dan mulai mempertanyakan nilai dirinya. Guru pun mungkin kesulitan mendeteksi karena hanya melihat anak duduk sendiri tanpa tahu bahwa itu hasil pengucilan.
3. Cyberbullying: Senjata Baru Anak Sekolah
Di era digital, bullying bisa terjadi kapan saja, termasuk cyberbullying yang dilakukan melalui perangkat digital via gadget dan media sosial maupun forum online tertentu.
Contoh nyata yang banyak terjadi sekarang ini muncul perundungan lewat pesan langsung (DM) berisi hinaan, grup WhatsApp kelas yang berubah jadi arena ejek-ejekan, meme editan wajah teman yang disebarkan diam-diam, hingga komentar menyakitkan di medsos.
Cyberbullying jarang terlihat oleh guru karena berlangsung di luar jam sekolah. Orang tua pun sering kecolongan karena masalah baru ketahuan saat anak mulai malas memegang ponsel atau justru takut membuka media sosial.
Ngerinya lagi, cyberbullying bisa menyebar jauh lebih cepat dan jejaknya sulit hilang. Siapa yang dirugikan? Korban pastinya, meski pelaku pun juga bakal terkena imbas di masa depan karena rekam jejak perilaku negatifnya.
4. Bullying Relasional: Merusak Nama Baik Korban
Jenis bullying ini mulai banyak muncul seiring berkembangnya budaya geng atau kelompok pertemanan di sekolah. Bentuknya bisa berupa menyebarkan rumor, membuat korban terlihat buruk di mata teman-temannya, menebar fitnah, hingga menghasut orang lain.
Ini jenis bullying yang sering terjadi di kalangan remaja, terutama perempuan. Dampaknya, korban bisa kehilangan jaringan pertemanan dan merasa benar-benar sendirian saat lingkungan semakin terpengaruh rumor yang disebarkan tadi.
Kenapa Guru dan Orang Tua Sering Tidak Menyadari?
Meski sering terjadi, tapi sayangnya guru dan orang tua sering tidak menyadari “varian” tipe bullying dengan cepat. Selain karena korban takut melapor, sering kali guru hanya fokus pada bentuk perundungan yang terlihat langsung.
Bahkan untuk tipe bullying yang halus hingga cyberbullying, kontrol lingkungan juga terkesan lemah. Padahal, bullying, terutama yang tidak terlihat, justru yang paling berbahaya karena bisa terjadi tanpa henti dan menghancurkan mental anak secara perlahan.
Bullying Tidak Selalu Berbentuk Kekerasan
Di zaman sekarang, bullying berkembang menjadi tindakan-tindakan kecil yang bersifat halus namun repetitif. Guru dan orang tua perlu lebih peka, bukan menunggu anak sampai ketakutan untuk masuk sekolah.
Mengenali berbagai tipe bullying menjadi langkah pertama. Langkah berikutnya adalah menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan suportif, tempat setiap anak berani bicara tanpa takut dihakimi.
Karena pada akhirnya, bullying bukan hanya soal tindakan, tetapi juga soal ketidakpedulian. Dan untuk menghentikannya, semua pihak harus lebih peduli.
Baca Juga
-
Budaya Senioritas: Tradisi yang Diam-diam Menghidupkan Bullying
-
Salah Kaprah Budaya Bullying: Bercanda tapi kok Menyakitkan, sih?
-
Efek Domino Bullying di Sekolah: Prestasi Turun hingga Trauma Jangka Panjang
-
Syed Modi International 2025: Panggung Gelar S300 Perdana Dejan/Bernadine
-
Sisi Gelap Bullying dalam Pertemanan: Ngaku Bercanda dan Dilarang Baper
Artikel Terkait
Kolom
-
Anatomi Kehidupan dari Laut: Pangan, Ekonomi, hingga Masa Depan Kita
-
Budaya Senioritas: Tradisi yang Diam-diam Menghidupkan Bullying
-
Humor Seksis Tak Cuma Menganggu, tapi Aksi Perundungan Seksual bagi Wanita
-
In This Economy, Gen Z Makin Pesimis soal Masa Depan
-
Di Balik Putihnya Garam, Ada Luka dan Harapan Orang-Orang Pesisir Rembang
Terkini
-
HP Mini tapi Spesifikasi Ngeri: Seberapa Gila Performa Vivo X300?
-
Ulasan Film Dead of Winter, Survival di Tengah Badai dan Ancaman Manusia
-
SEA Games 2025: Siapa Saja 4 Pemain Abroad Andalan Timnas U-22?
-
Silent Bystander: Mengungkap Akar Bullying dari Sisi yang Terabaikan
-
Kehadiran Joey Pelupessy dan Potensi Semakin Sempitnya Dapur Pacu Persib Bandung