Kasus kekerasan digital di Indonesia memang sering terjadi, bahkan bisa dikategorikan selalu mengalami peningkatan. Cyberbullying atau perundungan siber memang banyak terjadi di Indonesia dan tak sedikit yang menjadi korbannya.
Tapi, ada satu bentuk perundungan siber yang paling memprihatinkan yaitu, Cyber Mob. Cyber Mob adalah salah satu isu serius yang terjadi di ruang digital. Hal ini karena karakteristiknya yang tak terlihat namun punya dampak yang sangat nyata.
Dilansir dari media Stomp Out Bullying, Cyber Mob atau Cyber-mobbing didefinisikan sebagai sekelompok orang yang mengeroyok seseorang dengan menggunakan taktik rumor, sindiran, mendiskreditkan, mengisolasi, mengintimidasi, dan yang terpenting, membuat seolah-olah orang yang menjadi target bertanggung jawab (menyalahkan korban).
Singkatnya adalah cyber mob didefinisikan sebagai bentuk intimidasi online yang lebih parah dari cyber bullying hal ini karena bentuk perundungan yang terjadi dilakukan oleh sekelompok orang yang masif.
Melihat fenomena yang terjadi, Cyber mob bisa sangat meresahkan karena membuat korban merasa seolah-olah semua orang menentang mereka dan tidak ada tempat untuk berlindung. Hal ini sebagian disebabkan oleh sulitnya menentukan siapa yang memicu serangan tersebut. Bahkan pelaku utamanya terkadang dapat bersembunyi di balik tindakan banyak orang lain, sehingga korban tidak dapat membela diri dari pelaku perundungan utama.
Budaya Herd Mentality yang Mengakar
Istilah herd mentality adalah budaya ikut-ikutan. Kecenderungan orang-orang untuk mengikuti sesuatu membuat masalah cyber mob ini semakin mengakar. Budaya ini jarang dibahas padahal inilah yang membuat perundungan di dunia digital semakin masif. Begitu satu isu viral meledak, kerumunan online berubah menjadi “pasukan moral” yang bergerak tanpa arah, tetapi dengan daya rusak yang luar biasa.
- Kekerasan yang sering dibungkus dengan moralitas
Seperti dalam banyak kasus yang viral, warganet cenderung menyerang seseorang seolah sedang menjalankan misi “penegakkan keadilan, Komentar buruk yang terus menerus biasanya akan berujung doxing (penyebaran identitas), fitnah, hingga ancaman fisik yang dianggap lumrah, Inilah yang kemudian menyebabkan kekerasan yang dibenarkan atas dasar moral yang belum tentu juga kebenarannya.
- Ketakutan untuk tidak ikut berkomentar
Walaupun mungkin terdengar unik, nyatanya di media sosial jika kita diam akan sesuatu bisa dianggap mencurigakan. Budaya tidak ikut membahas isu viral juga dianggap hal yang salah. Ketakutan untuk terlihat berbeda ini akhirnya yang menyebabkan beberapa orang ikut meluapkan bullyingnya meskipun mereka tidak paham akan kasusnya. Tentu ini, sangat merugikan bagi korban. Kerumunan yang bergerak tanpa informasi yang cukup ini lah yang membuat cyber mob sampai saat ini masif terjadi.
- Hierarki yang ada di ruang digital
Tak bisa dipungkiri, walaupun dunia maya tampak bebas nyatanya tetap ada hierarki di dalamnya. Pemilik akun besar, konten creator, influencer, atau akun opini public tentu punya kekuatan besar yang bisa menggiring opini para warganet. Ketika mereka memulai opininya maka ribuan akun kecil akan mengikuti atau menganggap opini itu benar tanpa perlu memeriksa fakta yang ada.
Dalam situasi ini, korban cyber mob tentu tidak akan punya ruang aman di dunia digital. Suara mereka akan tertinggal seiring terjadinya cyber mob yang masif dalam dunia digital. Mirisnya, kemungkinan pembelaan korban justru akan berakhir dengan serangan baru.
Kerumunan yang Membuat Hukum Mandek
Masalah bullying dalam segi hukum cukup kuat. Jika dikaji Indonesia memiliki beberapa instrument untuk melindungi korban dan memerangi bullying walaupun dalam dunia digital. Ada UU ITE, UU TPKS, dan KUHP telah mengatur tentang ancaman, penghinaan, penyebaran data pribadi, serta kekerasan digital.
Lalu apa masalahnya? Masalahnya terletak pada satu hal yakni, cyber mob tidak memiliki pelaku tunggal. Korban yang diserang ribuan akun tentu tidak punya mekanisme hukum untuk memproses semuanya. Hal ini tentu menyebabkan kekosongan tanggung jawab.
Masalah selanjutnya adalah pelaporan digital juga tak ramah korban. Selain itu, Indonesia punya proses yang cukup panjang, identitas yang tak bisa anonym, laporan yang sering dianggap bukan prioritas. Beberapa hal ini yang memicu amarah kolektif sering kali tidak tersentuh hukum, apalagi jika kasusnya tidak viral karena dukungan sosial yang ada.
Artinya memang aturan yang memadai pun jika kerumunan membuatnya sulit. Maka keadilan juga sulit ditegakkan.
Ini Saatnya untuk Memutus Cyber Mob
Melihat fenomena yang terjadi, cara utama untuk memutus cyber mob ini adalah masing-masing individu harus bijak dalam ber-media sosial. Tidak semua yang viral harus ditanggapi dengan amarah. Perlunya untuk mengecek kebenaran yang ada juga perlu dilakukan untuk tidak termakan penggiringan opini maupun hoaks dalam media sosial.
Ruang digital semestinya juga menjadi ruang aman. Pihak digital sudah seharusnya memiliki mekanisme pelaporan yang aman, cepat, dan responsif. Platform media sosial yang bebas daikses siapa saja juga harus menyediakan fitur perlindungan untuk melindungi orang dari kerumunan digital yang berbahaya.
Pada akhirnya, penulis berkesimpulan bahwa suara perubahan untuk memutus fenomena cyber mob ini adalah dengan satu langkah sederhana. Kita harus berani untuk berhenti menjadi bagian dari kerumunan yang menyerang seseorang tanpa memastikan kebenaran yang ada.
Jika ingin ruang digital menjadi ruang yang aman, maka kita perlu memulai dari diri sendiri. Mari kita berhenti untuk menormalisasi perundungan masal sebagai hal yang wajar untuk dilakukan.
Baca Juga
-
Hentikan Korban 'Diam': Kritik atas Budaya yang Melanggengkan Bullying
-
Bullying di Sekolah: Refleksi Ruang Aman yang Gagal Tercipta
-
Curi Perhatian di Spirit Fingers, Ini Tiga Drama Lain dari Park Ji Hu
-
Ulasan Film Pipeline: Seo In Guk Jadi Tukang Bor Nyentrik yang Bikin Ngakak
-
Ulasan Film Pawn, Perjalanan Haru Jaminan dan Rentenir yang Jadi Keluarga
Artikel Terkait
Kolom
-
Bikin Heboh Medsos, Ini Pelajaran Penting dari Drama Tumbler Hilang di KRL
-
Hentikan Korban 'Diam': Kritik atas Budaya yang Melanggengkan Bullying
-
Budaya Bahari Nusantara: Salah Satu Warisan Leluhur yang Ada di Tepi Laut
-
Bongkar Luka Bullying dan Pentingnya Safe Space Via Drama Korea 'Angry Mom'
-
Bullying di Sekolah: Refleksi Ruang Aman yang Gagal Tercipta
Terkini
-
Sinopsis Tere Ishk Mein, Film India yang Dibintangi Dhanush dan Kriti Sanon
-
Review Film In Your Dreams: Serunya Petualangan Ajaib Menyusuri Alam Mimpi
-
Brisia Jodie Resmi Menikah, Ini Alasan Ia Jatuh Cinta pada Jonathan Alden!
-
Lagi-Lagi Batal Bergabung, Kapan Terakhir Kali Marselino Ferdinan Bermain untuk Skuat Garuda?
-
Ghea Indrawari Jelaskan Insiden Makanan Basi saat Manggung: Cuma Misskom?