Di antara gemerlap modernitas dan kemajuan infrastruktur yang menjulang di berbagai kota Indonesia, tersimpan kisah yang jarang terdengar, sebuah cerita tentang kehidupan yang tumbuh di tepi keterbatasan, di antara tantangan yang tak bisa dihindari.
Di sini, sebuah desa berdampingan dengan pesisir pantai, ombak dan angin menjadi teman sehari-hari, dan setiap hari adalah perjuangan yang tenang namun penuh makna.
Way Haru. Nama yang mungkin tak tercantum di peta wisata, namun pesonanya menempel di ingatan siapa pun yang pernah menjejakkan kaki di tanahnya.
Bukit hijau membentang seperti selimut alam, pantainya panjang dan sunyi, dan lautan biru memantulkan cahaya matahari bak kaca yang berkilau.
Di tengah hiruk-pikuk dunia yang bergerak cepat, desa ini tetap murni, sebuah mutiara yang tersimpan, belum tersentuh pembangunan, namun memancarkan ketenangan yang sulit ditemui di tempat lain.
Terletak di Kecamatan Bangkunat, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, Way Haru berada di ujung barat daya Pulau Sumatra. Desa ini bersandar di antara dinding bukit dan deburan Samudra Hindia yang liar, dekat perbatasan Bengkulu.
Untuk tiba di sana, perjalanan bukan sekadar perpindahan jarak. Ia adalah ujian kecil bagi siapa pun yang mencoba mengenal Way Haru lebih dekat.
Kendaraan harus menembus bibir pantai dengan motor, menantang ombak yang terus menghantam dan pasir yang bergulung seperti gelombang hidup.
Di tepi pantai, warga sering berhenti, menunggu ombak mereda tanpa kepastian. Gelombang datang silih berganti, dan mereka hanya bisa menyesuaikan diri.
Mereka tidak perlu mobil, jalur ini hanya mengakui keberanian, bukan kemewahan. Mereka sudah kenyang akan janji yang tak tertepati.
Motor yang dipakai setiap hari kerap mogok, rantai kaku, knalpot kemasukan air asin. Bila laut sedang murka dan pantai mustahil dilewati, jalur darat dipilih sebagai alternatif, meski panjang, sempit, dan licin. Ban motor tersangkut dalam lumpur, tubuh terpeleset, lalu bangkit kembali. Tidak ada pilihan lain; inilah satu-satunya jalan menuju rumah.
Way Haru bukan sekadar tempat tinggal. Ini adalah rumah, tempat tumbuh, bekerja, tersenyum, dan saling menjaga. Suara laut menjadi pengantar tidur, deru ombak bagian dari kehidupan sehari-hari.
Meski jauh dari pusat kabupaten dan sering terlupakan, desa ini memberi identitas, kebanggaan, dan rasa memiliki yang dalam bagi warganya.
Ketangguhan masyarakat Way Haru adalah pelajaran tersendiri. Mereka menjaga laut yang memberi makan, merawat ladang yang terbatas, saling menopang satu sama lain.
Tak ada gedung megah, tak ada infrastruktur mewah, hanya tekad untuk bertahan, hidup selaras dengan alam.
Setiap perjalanan menuju desa ini mengajarkan kesabaran. Lekuk pantai, tanjakan berlumpur, gelombang yang menghadang, semua menjadi bagian dari narasi hidup.
Jalur darat yang panjang dan licin menjadi bukti nyata bagaimana masyarakat Way Haru mampu mengubah keterbatasan menjadi kekuatan.
Way Haru menjadi saksi bagaimana ketangguhan masyarakat pesisir diuji setiap hari. Bagi mereka, laut bukan musuh, melainkan sahabat, sumber kehidupan yang harus dijaga. Ombak keras bisa merusak, tetapi bila dihargai, laut memberi kehidupan dan identitas.
Desa ini tetap seperti mutiara yang terabaikan. Indah, jarang terlihat, kaya nilai dan pengalaman, namun belum sepenuhnya mendapat perhatian. Alamnya menjanjikan, tetapi hadir tanpa fasilitas dasar.
Way Haru adalah simbol ketangguhan masyarakat pesisir Indonesia: hidup sederhana, kuat menghadapi tekanan alam, dan setia menjaga tempat yang mereka sebut rumah.
Semoga semakin banyak cerita disuarakan, semakin banyak pihak peduli, tanpa merusak alam, tetapi memberi ruang bagi pembangunan berkelanjutan.
Way Haru layak dikenal. Layak diperjuangkan. Layak untuk tidak lagi menjadi mutiara yang terabaikan.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Kartu Petik Lara: Ruang Aman Lewat Permainan
-
Guru yang Peka, Murid yang Terjaga: Membangun Sekolah Aman Lewat Kedekatan
-
Dian Sastro Bintangi Film Laut Bercerita, Netizen Soroti Latar Belakang Keluarga Suaminya!
-
Efek Kejadian Tumbler Tuku, Satpam KRL Panik Saat Temukan Nasi Uduk di Kereta
-
Tak Terduga! SBY Spontan Hentikan Mobil dan Melukis di Pinggir Jalan Wonogiri
Artikel Terkait
-
Kader Jadi Tersangka KPK, Golkar Tak Mau Gegabah: Tunggu Status Terdakwa Dulu
-
Warisan Hijau Baba Akong: Lelaki yang Menanam Harapan di Tengah Puing Abrasi
-
Ditangkap KPK, Bupati Lampung Tengah Malah Goda Jurnalis yang Tanya Kasus: Kamu Cantik Hari Ini
-
KPK Bongkar Aliran Dana Suap Bupati Lampung Tengah: Rp5,25 Miliar untuk Lunasi Utang Kampanye
-
OTT KPK Amankan 5 Tersangka: Inilah Modus Bupati Lampung Tengah 'Bagi-Bagi' Proyek ke Tim Sukses
Kolom
-
Logika Sesat dan Penyangkalan Sejarah: Saat Kebenaran Diukur dari Selembar Kertas
-
Mudah Marah ke Orang Tua tapi Ramah ke Orang Lain? Begini Kata Psikolog
-
Janji Kesetaraan Tinggal Janji, Pesisir Masih Tak Aman bagi Perempuan
-
Topeng Ceria Korban Bullying: Mengapa Mereka Tampak Baik-Baik Saja?
-
Banjir Aceh-Sumatera: Solidaritas Warga Lari Kencang, Birokrasi Tertinggal
Terkini
-
Anime Black Torch Umumkan Jadwal Tayang Lewat Trailer dan Visual Baru
-
Cari Laptop Baru? Model Core i5 Ini Wajib Masuk Wishlist!
-
Ulasan Novel The Mint Heart: Romansa Gemas Reporter dengan Fotografer Cuek
-
Timnas Indonesia, SEA Games 2025 dan Kegagalan yang Hanya Berjarak 1 Gol Saja
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?