Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Ari Pirani
ilustrasi seseorang yang sedang penat (pexels)

Basa-basi memang sudah menjadi hal biasa yang dilakukan oleh masyarakat kita. Bahasannya yang ringan dirasa sangat cocok untuk memulai suatu pembahasan/topik pembicaraan.

Tidak hanya itu, kebiasaan ini juga dilakukan untuk menyapa seseorang yang telah lama tak pernah dijumpa. 

Namun sayangnya terkadang pertanyaan basa basi yang bermaksud untuk mengakrabkan diri, justru membuat seseorang sakit hati. Mungkin saja pertanyaan yang dilontarkan terlihat sepele tapi ternyata sangat mendalam atau serius bagi orang lain.

Berikut beberapa pertanyaan remeh namun sensitif  bagi orang lain:

1. Kapan wisuda?

Pertanyaan ini terlihat sangat wajar dan biasa saja. Tidak ada salahnya memang bertanya demikian. Namun pertanyaan ini merupakan hal serius bahkan bisa jadi pertanyaan paling berat bagi para mahasiswa semester tua.

Pada dasarnya semua mahasiswa menginginkan gelar sarjana. Tentunya mereka juga ingin lulus sebagaimana mahasiswa lainnya yang bisa wisuda lebih awal atau lulus tepat waktu. Namun ada banyak alasan yang menjadikannya tak kunjung lulus. Tidak hanya faktor internal dari diri sendiri namun eksternal juga mempengaruhi. Jadi, sebaiknya hindari untuk mengajukan pertanyaan ini pada mereka.

2. Kerja apa sekarang?

Setelah lulus biasanya pertanyaan ini akan muncul. Alih-alih menanyakan jenis pekerjaannya ada baiknya jika mengganti sedikit redaksinya menjadi "sudah dapat kerjakah?" serta memberikan tawaran kerja untuknya, jika yang ditanya belum mendapat pekerjaan.

3. Kapan nikah?

Pertanyaan satu ini pasti sudah sangat sering didengar. Tidak hanya orang dewasa, anak kecil pun ikut menanyakannya meskipun hanya sekedar iseng.

Pada dasarnya nikah merupakan pilihan bagi setiap orang.  Namun pertanyaan ini seolah-olah menghukumi nikah sebagai kewajiban yang harus dilakukan semua orang. Padahal menurut agama Islam nikah hukumnya sunah bukan wajib.

Banyak hal yang perlu dipersiapkan oleh seseorang sebelum memutuskan untuk menikah. Tidak hanya mumpuni intelektualnya tetapi mental dan juga spiritualnya.

Oleh karenannya jika seseorang mungkin terlihat mampu secara materialnya bisa jadi ia masih memiliki masalah dengan mentalnya atau sisi spiritualnya belum siap sepenuhnya.

Demikian beberapa pertanyaan yang sensitif dan mungkin mempengaruhi kesehatan mental seseorang. Oleh sebab itu, perlu kiranya mempertimbangkan bagaimana kondisi seseorang yang hendak disapa dan diajak bicara sebelum melontarkan pertanyaan-pertanyaan serupa seperti diatas, agar tidak melukai hati lawan bicara.

Ari Pirani