Belakangan ini istilah toxic marak diperbincangkan, entah melalui seminar-seminar terlebih dalam jagad media sosial. Toxic adalah istilah untuk orang yang beracun atau atau sifat pribadi yang menyusahkan dan merugikan orang lain, baik itu secara fisik maupun secara emosional.
Kadang kala dalam penerapan toxic ada yang dianggap normal. Dan itu lumrah terjadi dalam lingkungan orang-orang toxic. Mengutip dari akun Instagram @mudahbergaul, disebutkan setidaknya ada lima kebiasaan toxic yang dianggap normal.
1. Memberikan motivasi yang tidak sesuai tempat
Niatnya ingin memberikan motivasi tetapi tidak mampu melihat dengan baik lawan bicaranya. Misalnya, "masa begitu tidak bisa?", "jangan menyerah dong, masih banyak yang susah ketimbang ini", dan kata motivasi yang sejenisnya. Tetapi perlu kamu ingat bahwa tidak semua orang termotivasi dengan kata-kata itu, justru ada yang tersinggung atau marah.
2. Mengomentari fisik terus-menerus
Mengomentari fisik orang lain masih menjadi hal lumrah dalam kehidupan kita. Misalnya bilang gendutan, kurusan, jerawatan, dan lain sebagainya. Untuk beberapa orang, apabila mendapatkan komentar-komentar seperti ini bisa membuat dia insecure atau tidak percaya pada dirinya sendiri.
3. Bercanda sembarangan
Bercanda pada orang lain itu perlu asalkan tidak berlebihan dan mengetahui batas-batas candaan. Tetapi kalau bercanda sampai kelewat batas atau secara berlebihan juga tidak baik diterapkan. Jangan pernah menganggap bahwa semua candaan itu bisa diterima oleh orang lain. Sementara giliran orang lain tidak suka sama bercandanya, malah bilang, "baperan amat."
4. Adu nasib
Memandang bahwa nasib orang lain lebih sepele dengan nasib yang dia rasakan. Merasa bahwa dirinya jauh lebih menderita atau jauh lebih beruntung dibandingkan dengan nasib orang lain. Kondisi ini bisa saja mengakibatkan diri sulit berkembang karena hanya berfokus melihat orang lain, sementara dirinya sendiri tidak pernah dilihat secara utuh.
5. Menyepelekan masalah orang lain
Kebiasaan ini mirip dengan adu nasib. Merasa bahwa apa yang orang lain alami atau yang dirasakan itu biasa saja. Bahkan suka ada yang sampai ngejudge lebay. Iya menurut dia hal sepele, tetapi menurut orang yang merasakan merupakan hal besar.
Nah, itulah lima kebiasaan toxic yang dianggap normal dan semoga saja kita bisa terhindar dari perilaku toxic karena hanya merugikan diri sendiri saja terlebih merugikan orang lain.
Hanya karena yang melakukan kebiasaan-kebiasaan di atas bukan berarti jadi boleh dilakukan semua orang. Penting diingat bahwa setiap orang itu berbeda-beda, dan tidak bisa dipukul rata semua.
Baca Juga
-
Estafet Jokowi ke Prabowo, Bisakah Menciptakan Rekrutmen Kerja yang Adil?
-
6 Alasan Kenapa Banyak Orang Lebih Memilih WhatsApp Dibanding yang Lain
-
6 Pengaturan di Windows yang Dapat Memaksimalkan Masa Pakai Baterai Laptop
-
7 Fitur Keamanan Android yang Bisa Lindungi Data Pribadi Kamu
-
4 Trik Tingkatkan Kualitas Audio di Laptop Windows
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel The Name of The Game: Membongkar Topeng Toxic Masculinity
-
MEOVV Terjebak dalam Hubungan 'Toxic' di Lagu Comeback Terbaru
-
Ulasan Buku 7 Kebiasaan Orang yang Nyebelin Banget Karya Henry Manampiring
-
Catat Tanggalnya! MEOVV Umumkan Comeback Single ke-2 Bertajuk TOXIC
-
Ulasan Buku 30 Hari Mengubah Kebiasaan Buruk Karya Aisyah Nafiani
Lifestyle
-
3 Acne Spot Gel Ampuh Meredakan Jerawat Mendem dengan Cepat, Ada Favoritmu?
-
3 Varian Serum dari Hada Labo, Ampuh Hidrasi Kulit Kering dan Atasi Penuaan
-
3 Moisturizer Lokal yang Berbahan Buah Blueberry Ampuh Perkuat Skin Barrier
-
5 Manfaat Penting Pijat bagi Kesehatan, Sudah Tahu?
-
4 Pilihan OOTD Hangout ala Park Ji-hu yang Wajib Dicoba di Akhir Pekan!
Terkini
-
Byeon Woo Seok Nyanyikan Sudden Shower di MAMA 2024, Ryu Sun Jae Jadi Nyata
-
Pep Guardiola Bertahan di Etihad, Pelatih Anyar Man United Merasa Terancam?
-
3 Drama Korea yang Dibintangi Lim Ji Yeon di Netflix, Terbaru Ada The Tale of Lady Ok
-
Review Ticket to Paradise: Film Hollywood yang Syuting di Bali
-
Ulasan Novel Under the Influence Karya Kimberly Brown, Kisah Cinta dan Kesempatan Kedua