Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Alam Syah
Ilustrasi Wanita Tersenyum (Pexels/Andrea Piacquadio)

Di era digital ini, fenomena Fear of Missing Out (FOMO) menjadi salah satu masalah psikologis yang sering dialami banyak orang. Kehidupan yang semakin terhubung dengan media sosial membuat kita merasa tertinggal jika tidak mengikuti tren terkini. Namun, dari pengalaman saya sendiri, justru tidak mengikuti tren malah memberikan rasa tenang dan kebebasan tersendiri.

Saya pernah berada di fase di mana rasanya harus selalu up-to-date dengan semua hal. Entah itu tren fashion terbaru, film yang sedang booming, atau bahkan tempat nongkrong yang dianggap kekinian. Jika tidak mengikuti, ada perasaan tertinggal dan tidak relevan dengan orang lain. Namun, semakin lama saya menyadari bahwa mencoba mengikuti semuanya justru melelahkan, baik secara fisik maupun mental.

Rasa khawatir dan cemas saat ketinggalan sesuatu menjadi tekanan yang tidak perlu dalam hidup saya. Saat melihat orang lain memposting pengalaman baru atau barang-barang terbaru, saya sering membandingkan diri dan merasa kurang. Namun, hal ini sebenarnya tidak mencerminkan kebutuhan atau keinginan pribadi saya, melainkan tekanan sosial yang tercipta dari lingkungan media digital.

Pada titik itulah saya mulai berusaha melepaskan diri dari dorongan untuk selalu mengikuti tren. Saya mulai fokus pada apa yang benar-benar penting bagi diri sendiri. Alih-alih merasa terpaksa membeli barang yang sedang viral, saya lebih memilih untuk mengevaluasi apakah itu memang sesuai dengan kebutuhan dan gaya hidup saya. Hal ini membuat saya lebih bijaksana dalam mengambil keputusan, baik dalam hal keuangan maupun keseharian.

Salah satu hal positif yang saya rasakan setelah berhenti mengikuti tren adalah rasa tenang. Ketika saya tidak lagi khawatir tentang apa yang sedang populer atau apa yang dilakukan orang lain, saya bisa fokus pada hal-hal yang membuat saya bahagia. Kebebasan untuk menjalani hidup tanpa harus berpatokan pada standar orang lain memberikan kepuasan tersendiri. Saya tidak lagi merasa tertekan oleh ekspektasi luar, melainkan mengikuti ritme hidup yang saya ciptakan sendiri.

Selain itu, tidak mengikuti tren juga membuka kesempatan untuk menemukan jati diri yang lebih autentik. Saya tidak lagi terpengaruh oleh apa yang diinginkan atau diharapkan orang lain, tetapi lebih mendengarkan diri sendiri. Hal ini membuat saya lebih mengenal diri dan nilai-nilai yang saya anggap penting.

Tentunya, melepaskan diri dari tren tidak berarti saya mengabaikan semua perkembangan yang ada. Saya tetap terbuka terhadap hal-hal baru, tetapi tidak lagi merasa harus selalu terlibat di dalamnya. Saya lebih selektif dan kritis terhadap apa yang saya pilih untuk diikuti. Dengan begitu, hidup saya terasa lebih sederhana, bebas dari tekanan yang tidak perlu, dan lebih bermakna.

Pada akhirnya, pengalaman saya melepaskan diri dari fenomena FOMO mengajarkan bahwa ketenangan tidak datang dari mengikuti tren, melainkan dari kemampuan untuk merasa puas dengan diri sendiri. Hidup tidak harus selalu up-to-date atau terlihat keren di mata orang lain. Terkadang, yang kita butuhkan hanyalah menjalani hidup sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pribadi, tanpa terbebani oleh tekanan sosial.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Alam Syah