Lebaran selalu datang dengan suasana meriah. Dari suara takbir berkumandang, baju baru yang sudah disiapkan sejak jauh-jauh hari, makanan khas seperti ketupat dan opor ayam, hingga momen berbagi THR yang dinanti banyak orang.
Tapi, di balik semua itu, ada realita yang sering kali tidak seindah yang terlihat di media sosial. Tidak semua orang bisa merasakan kebahagiaan penuh di hari raya, dan banyak yang justru merasa lelah, tertekan, atau bahkan overthinking setelah perayaan usai.
Jadi, apakah Lebaran benar-benar membawa kebahagiaan atau justru menyisakan berbagai perasaan campur aduk? Mari kita bahas satu per satu.
1. Lebaran = Kebahagiaan? Tidak Selalu
Setiap tahun, Lebaran sering kali dipandang sebagai simbol kemenangan dan kebersamaan. Namun, kenyataannya, tidak semua orang bisa menikmatinya dengan cara yang sama.
Bagi sebagian orang, berkumpul dengan keluarga besar saat Lebaran justru bisa menjadi sumber stres. Pertanyaan seperti "Kapan nikah?", "Kapan punya anak?", atau komentar seperti "Kok sekarang gemukan?" bisa membuat orang merasa tidak nyaman.
Selain itu, tidak semua orang bisa merayakan Lebaran dengan keluarga. Banyak perantau yang tidak bisa pulang karena pekerjaan atau biaya perjalanan yang mahal. Ada juga yang kehilangan orang tercinta, membuat Lebaran terasa kosong tanpa kehadiran mereka.
2. Mudik: Antara Rindu dan Drama di Jalan
Salah satu tradisi Lebaran yang tidak boleh dilewatkan adalah mudik. Bertemu keluarga setelah berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun terpisah memang sesuatu yang istimewa. Tapi realitanya ada beberapa masalah yang timbul dari perjalanan mudik itu, seperti kemacetan, keuangan yang terkuras, dan perjalanan yang melelahkan.
Menurut data dari Kementerian Perhubungan RI, lebih dari 85 juta orang diperkirakan melakukan perjalanan mudik setiap tahunnya. Ini menyebabkan lonjakan arus lalu lintas yang luar biasa, baik di jalan tol maupun di transportasi umum.
Macet belasan jam, istirahat seadanya di rest area yang penuh sesak, hingga kondisi jalan yang tak selalu nyaman membuat mudik terasa lebih seperti perjuangan daripada liburan.
3. THR: Berkah atau Beban?
Tunjangan Hari Raya (THR) adalah hal yang paling dinanti-nanti saat Lebaran. Tapi di balik itu, ada juga realita yang jarang dibicarakan.
Bagi pekerja kantoran, THR mungkin terasa seperti angin segar. Tapi bagi mereka yang harus membaginya dengan banyak orang—mulai dari keluarga dan keponakan—jumlahnya bisa terasa tidak cukup.
Tidak hanya soal berbagi, tekanan sosial untuk tampil "wah" di hari Lebaran juga bisa menjadi beban. Harus beli baju baru, membawa oleh-oleh, hingga memberikan angpao kepada keluarga bisa membuat seseorang merasa terpaksa mengeluarkan lebih dari yang mereka mampu.
4. Setelah Lebaran: Overthinking Dimulai
Bukan hanya saat Lebaran, tapi hari-hari setelah Lebaran juga terkadang menghantui pikiran banyak orang.
Setelah berminggu-minggu sibuk dengan persiapan Ramadan dan Lebaran, tiba-tiba semuanya kembali ke rutinitas biasa. Tidak sedikit yang merasa kosong atau bahkan kehilangan arah setelah perayaan usai.
Lebaran terkadang menjadi momen intropeksi hidup yang menyakitkan. Banyak orang mulai memikirkan tentang pencapaian apa yang telah diraihnya, sampai mempertanyakan alasan hidupnya masih stuck di tempat yang sama. Tak sedikit juga yang merasa dirinya tidak berharga karena belum bisa membahagiakan orang terkasih.
Pikiran-pikiran ini, jika tidak dikelola dengan baik, bisa berubah menjadi overthinking yang bukan hanya menguras energi, namun juga mental.
Lebaran memang momen spesial, tetapi setiap orang mengalaminya dengan cara yang berbeda. Tidak perlu memaksakan kebahagiaan yang dibuat-buat atau membandingkan diri dengan orang lain. Yang terpenting, jalani Lebaran dengan hati yang ringan, tanpa tekanan dan ekspektasi yang berlebihan.
Jadi, selamat menikmati hari raya dengan cara yang paling nyaman untukmu!
Baca Juga
-
Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu: Mengapa Ide Dedi Mulyadi Memicu Kritik?
-
QRIS dan Dompet Digital: Siapkah Indonesia Cashless Total?
-
QRIS Antarnegara: Simbol Indonesia Jadi Pemain Utama Ekonomi Digital ASEAN
-
E10 Wajib 10 Persen: Kenapa Kebijakan Etanol Ini Dikhawatirkan?
-
Menkeu Purbaya Potong Anggaran Daerah: Shock Therapy untuk Pemda Lamban
Artikel Terkait
-
Demi Mengabdi, Mahasiswa Rantau AM UM Tak Pulang Kampung saat Lebaran!
-
Bijak Atur THR Jelang Lebaran Biar Tak Hanya "Numpang Lewat"
-
Lepas Mudik Gratis, Kelakar Pramono Ingin Ikutan: Coba Kalau Saya Bisa Pulang ke Kediri
-
Banyak Warga Mudik Lebih Awal, Menteri PPPA Pastikan Fasilitas Rest Area Ramah Anak dan Perempuan
-
Cara Cek ATM BRI Terdekat Lewat Sabrina, Solusi Praktis saat Mudik
Lifestyle
-
Effortlessly Feminine! 4 Padu Padan OOTD ala Mina TWICE yang Bisa Kamu Tiru
-
4 Daily Look Cozy Chic ala Jang Ki Yong, Bikin OOTD Jadi Lebih Stylish!
-
4 Sunscreen Oil Control Harga Murah Rp50 Ribuan, Bikin Wajah Matte Seharian
-
Gaya Macho ala Bae Nara: Sontek 4 Ide Clean OOTD yang Simpel Ini!
-
Bukan Kaleng-Kaleng! 5 Laptop 7-10 Jutaan Paling Worth It Tahun Ini
Terkini
-
Sea Games 2025: Menanti Kembali Tuah Indra Sjafri di Kompetisi Level ASEAN
-
Gawai, AI, dan Jerat Adiksi Digital yang Mengancam Generasi Indonesia
-
Married to the Idea: Relevankah Pernikahan untuk Generasi Sekarang?
-
Relate Banget! Novel Berpayung Tuhan tentang Luka, Hidup, dan Penyesalan
-
Tutup Pintu untuk Shin Tae-yong, PSSI Justru Perburuk Citra Sendiri!