Hikmawan Firdaus | Mira Fitdyati
Ilustrasi Kopi, Laptop, dan Tugas (Pexels/Andrew Neel)
Mira Fitdyati
Baca 10 detik
  • Kopi jadi simbol produktif, padahal tanpa manajemen waktu tugas tetap terbengkalai.
  • Produktivitas sejati bergantung pada kesadaran diri, bukan sekadar tempat atau gaya.
  • Fenomena nugas di kafe sering berujung nongkrong, bukan progres tugas.
[batas-kesimpulan]

Nugas sambil nongkrong sekarang udah jadi gaya hidup mahasiswa. Alasannya sih biar ada suasana baru, katanya lebih gampang fokus kalau di kafe. Tapi kenyataannya, yang pertama dicari bukan file tugas di laptop, melainkan menu kopi di kasir. Laptop pun akhirnya cuma jadi “pajangan hidup”.

Eh, tugasmu udah kelar belum? Nugas di luar yuk!

Fenomena nugas di luar ini bukan jadi hal baru di kalangan mahasiswa. Mereka lebih suka ngerjain tugas di kafe dibandingkan di rumah atau kos. Walaupun, tentu saja ada juga yang nyaman nugas di rumah ataupun kos sendiri.

Mereka yang betah nugas di kafe mengaku kalau lihat kasur bawaannya mau rebahan aja. Yah, begitulah kiranya tolak ukur produktivitas ditentukan oleh sebuah tempat.

Tapi ada sisi lain yang sering terlupakan. Nugas di kafe, apalagi kalau rame-rame sama teman, kadang malah berujung ngobrol ngalor ngidul. Tugas tetap terbuka di laptop, tapi progresnya jalan di tempat.

Nah, buat kamu yang mau nugas di luar, tapi tetap pengen produktif. Pastikan buat to-do list yang jelas, tugas apa aja yang mau dikerjain. Jangan sampai nongkrong di kafe cuma jadi alasan biar kelihatan sibuk, padahal tugas masih numpuk.

Kopinya Habis, Progresnya Nol

Skenario ini udah jadi cerita sehari-hari mahasiswa. Berangkat ke kafe bawa laptop, niatnya mau ngerjain tugas biar lebih fokus. Begitu sampai, kopi udah dipesan, laptop dibuka, tapi yang jalan justru obrolan sama teman, atau jari yang sibuk scrolling medsos.

Hasilnya? Satu gelas kopi tandas, tapi tugas masih berhenti di halaman yang sama. Progres nol.

Ada rasa bersalah yang muncul, tapi anehnya banyak juga mahasiswa yang justru merasa “biasa saja”. Yang terpenting udah keluar rumah ataupun kos dan duduk berjam-jam di depan laptop. Rasanya seperti ada poin plus tersendiri, meskipun sebenarnya tugas tidak kunjung selesai.

Fenomena ini tidak melulu soal kopi dan tugas yang tidak kunjung selesai. Namun, juga soal bagaimana mahasiswa saat ini memaknai produktivitas. Apabila terlalu sering terjebak dalam pola ini, dampaknya bisa terasa menjelang deadline.

Adanya deadline yang diberikan oleh dosen, seharusnya dapat dimanfaatkan dengan baik oleh mahasiswa. Tugas yang seharusnya bisa dicicil sejak awal akhirnya menumpuk di detik-detik terakhir.

Kopi Sebagai Motivasi, Bukan Solusi

Banyak yang menganggap kopi jadi kunci biar bisa melek dan fokus. Kopi jadi salah satu teman mahasiswa mengejar deadline. Rasanya belum lengkap kalau nugas tanpa segelas kopi di meja. Minimal segelas kopi sehari, biar hidup terasa lebih berarti.

Tapi kenyataannya, kopi cuma bisa jadi dorongan kecil. Kopi bisa bikin mata melek, tapi gak bisa bikin tangan otomatis ngetik tugas. Pada sebagian orang, kopi dapat memunculkan semangat baru, tapi kalau niat dan manajemen waktunya gak ada, ya tetap aja laptop cuma jadi pajangan.

Menariknya, kopi malah berubah jadi alasan buat nongkrong. Yang penting udah buka laptop, udah update story, seolah-olah itu cukup buat disebut produktif. Padahal tugasnya belum tersentuh sama sekali.

Fenomena nugas di kafe sebenarnya bukan hal buruk. Ada yang memang jadi lebih fokus karena suasana yang ramai, ada juga yang butuh tempat baru biar gak gampang bosen. Nugas di luar, sebenarnya juga bisa menjadi alternatif menjaga kewarasan di tengah padatnya tugas kuliah.

Pada akhirnya, semua kembali ke pilihan masing-masing. Mau nugas di kafe, kos, ataupun rumah, yang terpenting adalah kesadaran diri dan tanggung jawab yang dimiliki. Nugas sambil nongkrong boleh-boleh aja, asal tidak berhenti di kopi yang habis dan laptop yang hanya menjadi pajangan. Produktif atau sekadar terlihat produktif, itu pilihan yang ada di tangan kita.