M. Reza Sulaiman
Uya Kuya dan istru kunjungi rumahnya yang dijarah. (YouTube/ Uya Kuya TV)

Presenter sekaligus mantan anggota DPR RI Uya Kuya akhirnya kembali ke rumahnya di Duren Sawit, Jakarta Timur, setelah insiden penjarahan brutal beberapa waktu lalu. Tapi, kepulangannya kali ini bukan diwarnai kelegaan, melainkan amarah dan sakit hati yang mendalam.

Bukan cuma karena barang-barangnya yang ludes dijarah. Ada satu hal yang membuatnya jauh lebih hancur: dinding rumahnya kini dipenuhi oleh coretan-coretan hinaan yang targetnya bukan dirinya, tapi istri dan anak-anaknya.

'Apa Salah Anak-anak Saya?'

Dengan suara bergetar menahan tangis dan amarah, pria 50 tahun ini menumpahkan semua perasaannya lewat sebuah video di Instagram pribadinya, Senin (29/9).

"Silakan maki-maki saya," ujar Uya Kuya, seolah pasrah dengan semua hujatan yang ditujukan kepadanya.

Tapi, nada bicaranya langsung berubah saat menyangkut keluarganya.

"Kalian mau fitnah saya apapun. Kalian marah sama saya, tapi jangan hina keluarga saya. Jangan hina anak-anak saya," lanjutnya dengan pilu.

Bagi Uya, ia siap menanggung semua konsekuensi dari tindakannya di dunia politik. Tapi, menyeret keluarganya, terutama anak-anaknya yang tidak tahu apa-apa, adalah perbuatan yang sangat tidak bisa ia terima.

"Saya aja sasaran kalian. Apa salah anak-anak saya? Apa salah istri saya?" ucapnya, sebuah pertanyaan retoris yang merangkum semua rasa sakit hatinya.

Saat Jogetan di DPR Berbuah Petaka

Biar nggak lupa, rumah Uya Kuya menjadi salah satu sasaran utama amuk massa pada awal September lalu. Pemicunya adalah video viral yang menunjukkan dirinya dan Eko Patrio asyik berjoget di kompleks DPR RI.

Video ini meledak di waktu yang sangat salah. Saat itu, publik sedang gerah-gerahnya dengan isu tunjangan fantastis anggota dewan, dari tunjangan rumah Rp50 juta sampai tunjangan beras Rp12 juta. Aksi joget-joget itu pun dianggap sebagai bentuk arogansi dan tidak peka terhadap penderitaan rakyat.

Hasilnya? Rumahnya diserbu. Hampir semua barang berharga, dari alat elektronik, surat-surat penting, sampai hewan-hewan peliharaannya ikut raib. Meskipun ada beberapa barang yang dikembalikan warga, sebagian besar sudah rusak atau hilang selamanya.

Saat Hinaan Lebih Menyakitkan dari Kerugian Materi

Tapi ternyata, bagi Uya Kuya, kehilangan materi itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan luka batin yang kini harus ia dan keluarganya tanggung. Coretan-coretan di dinding rumahnya itu menjadi "monumen" kebencian yang akan terus menghantui.

Kisah Uya Kuya ini menjadi cerminan paling kelam dari bagaimana amarah massa bisa berubah menjadi brutal dan salah sasaran. Mengkritik pejabat itu sah-sah saja, tapi saat kebencian sudah menyasar keluarga dan anak-anak yang tidak berdosa, di situlah batas kemanusiaan kita diuji.