Lintang Siltya Utami | Florentina Elgi Agristia
Contoh terrarium, tanaman dalam wadah kaca (instagram/@Terramori_id)
Florentina Elgi Agristia

Di tengah rutinitas perkotaan yang makin padat dan serbacepat, banyak Gen Z mencari cara alternatif untuk “meredakan stres” tanpa harus kabur jauh-jauh ke pegunungan atau pantai. Salah satu aktivitas yang diam-diam makin naik daun adalah merangkai terrarium, taman mini dalam wadah kaca yang tidak hanya estetik, tapi juga menawarkan sensasi healing yang nyata.

Fenomena ini makin terasa di Yogyakarta. Di kota yang dihuni ribuan mahasiswa ini, muncul ruang-ruang kreatif baru yang menawarkan aktivitas menyenangkan, salah satunya workshop terrarium milik TerramoriYK. Aktivitas yang sekilas terlihat sederhana ini ternyata punya efek psikologis yang tidak main-main.

Sentuhan Alam yang Menenangkan: Kata Ahli Soal Healing lewat Tanaman Mini

Psikiater Dr. Feytie Magda Mawey, Sp.KJ menegaskan bahwa manusia sebenarnya secara alami terhubung dengan alam. Ketika seseorang tinggal di lingkungan urban yang penuh hiruk-pikuk, fokus menjadi sempit dan mudah memicu stres.

“Ketika kita berada di lingkungan yang natural, atau melihat hal-hal hijau, mendengar suara air, atau merasakan suasana pegunungan, ada respons fisiologis yang terjadi,” jelasnya. Menurutnya, kondisi itu mampu menurunkan hormon stres kortisol yang memengaruhi tekanan darah, detak jantung, mood, hingga kualitas tidur.

Dr. Feytie juga menyebut bahwa kegiatan sederhana seperti berkebun, menyiram tanaman, atau menyentuh tanah dapat memberi efek pengalihan positif di area amigdala, bagian otak yang mengatur emosi dan respons stres. Ada beberapa studi yang bahkan mencatat bahwa aktivitas menanam selama sekitar 120 menit per minggu saja sudah cukup untuk menurunkan stres.

“Ketika kita fokus pada detail kecil seperti mencabut rumput, memberi makan ikan, atau menanam sesuatu, itu membantu kita menjauh dari hal-hal yang crowded,” tambahnya.

Meski terrarium adalah versi mini dari aktivitas berkebun, efek relaksasi yang tercipta tetap terasa.

Workshop Terrarium Ruang Kreatif Santai yang Disukai Gen Z

Di Yogyakarta, Vivien Chen (29), owner TerramoriYK, melihat hal ini sebagai peluang sekaligus kebutuhan. Ia ingin menciptakan ruang kreatif yang bukan hanya seru, tapi juga menenangkan. “Hadirnya terrarium ini kami harap tidak hanya membuat tanaman, tapi juga membuat kenangan,” ujarnya.

Menurut Vivien, sebagian besar peserta workshop adalah mahasiswa yang mencari aktivitas baru, low effort, tapi tetap berkesan. “Banyak yang bilang setelah workshop mereka merasa happy, lebih tenang. Mayoritas baru pertama kali ikut workshop, jadi pengalaman ini terasa fresh buat mereka.”

Ia mengakui bahwa idenya membuka workshop di Jogja muncul karena terbatasnya tempat healing yang dekat dan terjangkau. “Kalau mau healing harus jauh. Yang dekat paling coffee shop. Akhirnya kepikiran bikin terrarium sebagai opsi baru,” jelasnya.

Harga workshop di Jogja juga disesuaikan agar ramah kantong mahasiswa, lebih rendah dibanding cabang Terramori di Tangerang dan Jakarta. “Biar makin accessible,” katanya.

Cerita Gen Z yang Menemukan Me Time di antara Tanaman Mini

Dekorasi terrarium (Instagram/@Terramori_id)

Dinda, pekerja startup di Jogja, adalah salah satu peserta yang merasakan manfaat langsung dari workshop terrarium. Kesibukan kerja membuatnya jarang punya waktu jeda.

“Setelah ikut workshop ini rasanya senang banget. Ini jadi me time yang benar-benar bikin aku healing dan lupa sebentar sama masalah-masalah kerjaan,” ungkapnya. Bagian yang paling ia suka adalah saat mendekor. “Challenging tapi seru banget. Kita diajak mikir mau dibikin seperti apa terrariumnya. Itu bikin aku berimajinasi lebih tinggi dan rasanya menenangkan.”

Ia bahkan berencana untuk ikut lagi di lain waktu. “Pengen buat me time atau sekadar ngilangin stres,” ujarnya sambil tertawa.

Hal serupa datang dari Allen (19), mahasiswa UGM semester tiga yang mengikuti workshop di tengah padatnya persiapan UAS. “Aku mau coba hal baru. Ternyata terrarium menyenangkan karena bisa bikin aku happy setelah semua kesibukan itu,” katanya.

Menurut Allen, proses merangkai terrarium membuat pikirannya lebih rileks. “Pembuatannya kan urut, jadi semacam mindful process. Dekorasi-dekorasinya juga bikin kita makin kreatif.” Ia mengaku puas dengan karya akhirnya. “Ternyata dari media tanaman aja bisa bikin karya yang indah.”

Terrarium dan Gaya Hidup Mindful Gen Z

Bagi Gen Z yang hidup di tengah tekanan akademik, tuntutan produktivitas, dan paparan digital tanpa henti, mencari cara untuk rehat adalah kebutuhan. Terrarium menjadi solusi yang unik, tidak memakan waktu lama, tidak sulit dirawat, punya nilai estetik, dan menawarkan pengalaman sensory yang menenangkan.

Vivien mengatakan, “Untuk orang yang pengen punya tanaman tapi nggak mau ribet, terrarium itu solusinya banget.”

Selain sebagai aktivitas kreatif, terrarium membuka ruang refleksi personal. Melihat hasil kreasi kecil buatan tangan sendiri ternyata dapat memicu rasa puas dan kontrol diri, dua faktor yang sangat dibutuhkan Gen Z dalam menghadapi tekanan hidup.

Terrarium bukan sekadar dekorasi lucu yang cocok dipajang di meja kerja. Di mata Gen Z Jogja, ia bekerja sebagai bentuk terapi kecil, menghadirkan ketenangan, kreativitas, dan ruang jeda dari rutinitas yang melelahkan. Di kota yang penuh dinamika seperti Yogyakarta, taman mini dalam kaca ini menjadi pengingat bahwa healing kadang tidak perlu jauh-jauh. Cukup segenggam tanah, beberapa tanaman mungil, dan sedikit waktu untuk kembali terhubung dengan diri sendiri.

Baca Juga