Apa sih yang paling identik saat orang mendengar Kota Jakarta? Yah, macet menjadi hal yang sangat identik di kota ini. Hingga saat ini, kemacetan belum juga terpecahkan. Walaupun beberapa peraturan sudah dibuat, seperti jalur 3 in 1, sepertinya hal itu tidak membuahkan hasil maksimal. -TEST-123
Selama ini, penyebab terbesar kemacetan di Jakarta adalah karena bertambahnya volume kendaraan. Hal itu tidak diimbangi dengan penambahan jalan. Yang ada malah pengecilan jalan dengan membuat jalur khusus untuk Transjakarta sehingga mobil pribadi tidak bisa masuk ke dalam jalur busway tersebut.
Ini menyebabkan sarana jalan untuk mobil pribadi semakin berkurang. Sebaiknya pemerintah mulai mengambil tindakan, seperti halnya di Singapura. Singapura adalah negara yang banyak penduduknya, tetapi tidak macet. Kenapa demikian? Ini disebabkan karena orang Singapura selalu lebih memilih untuk naik kendaraan umum daripada mobil pribadi. Di sana, harga pajak untuk mobil Singapura sangat mahal sehingga orang akan berpikir untuk membeli mobil baru.
Seharusnya Indonesia bisa menerapkan peraturan seperti itu, dimana setiap orang yang memiliki mobil pribadi akan dikenakan pajak yang tinggi, tergantung dari usia mobil yang digunakan. Semakin lama mobil yang dugunakan semakin mahal pula harga pajak yang akan dibayar.
Hal berikutnya adalah menyiapkan kendaraan umum yang aman dan nyaman. Ini akan membuat Jakarta menjadi kota yang aman. Masalahanya kendaraan umum di Jakarta masih kurang dan yang ada pun tidak nyaman. Hal itu membuat orang yang ingin ke kantor atau melakukan aktivitas lainnya dengan naik kendaraan umum jadi malas karena harus menunggu lama kedatangan Transjakarta atau kendaraan umum lainnya.
Belum ditambah lagi orang yang antri sangat banyak untuk naik Transjakarta dan angkutan lainnya. Ini disebabkan kurangnya kendaraan umum yang disiapkan pemerintah. Di Singapura, orang juga kadang antri, tetapi dalam jangka waktu yang cepat sehingga tidak membuang waktu orang-orang yang ingin melaksanakan aktivitasnya.
Pentingnya membuat Jakarta menjadi kota yang aman ialah agar para pejalan kaki tidak merasa takut saat jalan sendirian. Mungkin orang bisa jakan kaki untuk pergi ke tempat tujuannya, tetapi karena merasa Jakarta tidak aman, mereka takut bejalan kaki, lalu lebih memilih naik kendaraan pribadi atau kendaraan umum.
Cara berikutnya juga agar Jakarta dapat terhindar dari macet adalah sama dengan Singapura, yaitu memberian warna plat yang berbeda dalam setiap mobil dan itu memiliki arti yang berbeda-beda. Contoh di Singapura, plat warna merah dan hitam, plat merah melambangkan mobil weekend car, yang artinya mobil hanya boleh keluar saat weekend day dan memiliki jam yang khusus.
Pajak mobil plat merah pastinya lebih murah daripada plat hitam. Ada juga plat hitam yang melambangkan mobil itu dapat keluar everyday, namun akan memiiki pajak yang sangat tinggi.
Sebaiknya di Indonesia juga menertibkan setiap pengguna mobil wajib memberikan asuransi kendaraan sehingga setiap orang yang ingin membeli mobil dapat berpikir karena banyaknya biaya yang akan digunakan.
Selanjutnya, Indonesia juga bisa membuat peraturan dengan cara menciptakan ERP (Electronic Road Pricing). Di Singapura juga menggunakan sistem ini, dimana setiap tempat utama pembisnis akan dikenakan biaya saat melewati jalan-jalan utama dan kawasan yang besar. Harganya juga tergantung dari kepadatan lalu lintas.
Di Jakarta, kita bisa mengikuti sistem itu. Contohnya mencoba menertibkan kawasan yang selalu padat akan kendaraan sehingga orang juga yang ingin ke sana menggunakan mobil pribadi dapat berpikir untuk melewati jalan tersebut.
Yang menyebabkan warga Indonesia mudah untuk mendapatkan mobil karena pajak yang rendah dan di samping itu ketika orang sudah memiliki mobil sangat bebas untuk pergi kemana-kemana tanpa memikirkan uang parkir di mal atau tempat manapun. Soalnya, tempat parkir di Indonesia cenderung murah, sedangkan di Singapura biaya mobil parkir perjam mahal. Di jam pertama bisa Rp10.000 dan akan dinaikkan lagi setiap jamnya menjadi Rp12.500 atau Rp15.000.
Sedangkan di Indonesia sistem parkirnya sangat berbeda, untuk jam pertama harganya Rp5.000 atau Rp4.000 dan di jam berikutnya bisa menjadi Rp3.000 atau tetap. Seandainya tarif parkir dapat dinaikkan, mungkin setiap orang akan berpikir untuk menaiki kendaraan pribadinya.
Itu semua adalah upaya yang cukup efektif untuk mengurangi kemacetan di Jakarta. Tetapi pertanyaannya kapan pemerintah akan mengikuti peraturan seperti negeri Singapura?
Dikirim oleh Velisia Hosea, Jakarta
Anda memiliki cerita atau foto menarik? Silakan kirim ke email: yoursay@suara.com
Baca Juga
-
Ulasan Novel Harga Teman: Ketika Hasil Kerja Tidak di Hargai oleh Klien
-
ASTRO & Friends 'Moon' Ungkapan Cinta dan Kerinduan untuk Mendiang Moonbin
-
Baru Tayang Raih Rating Tinggi, 5 Alasan The Haunted Palace Wajib Ditonton!
-
Review Film Warfare: Tunjukkan Perang dan Kekacauan dengan Utuh serta Jujur
-
Hidup dalam Empati, Gaya Hidup Reflektif dari Azimah: Derita Gadis Aleppo
Artikel Terkait
-
Duel Macan Terluka! Ini Link Live Streaming Persik Kediri vs Persija Jakarta
-
Silaturahride with Mas Pram, Ratusan Pesepeda Bersepeda 39 Km Bersama Gubernur
-
Transaksi Non-tunai KJP Plus Lewat EDC Bank DKI Tetap Berjalan Normal
-
Hasil Final Four Proliga 2025: Jakarta Popsivo Polwan Bekuk Gresik Petrokimia
-
43.502 Siswa Telah Menerima Kartu Jakarta Pintar Plus Tahap I 2025
News
-
Lawson Ajak Jurnalis dan Influencer Kenali Arabika Gayo Lebih Dekat
-
Resmi Cerai, Ini 5 Perjalanan Rumah Tangga Baim Wong dan Paula Verhoeven
-
Mahasiswa PPG FKIP Unila Asah Religiusitas Awardee YBM BRILiaN Lewat Puisi
-
Jobstreet by SEEK presents Mega Career Expo 2025: Temukan Peluang Kariermu!
-
Sungai Tungkal Meluap Deras, Begini Nasib Pemudik Sumatra di Kemacetan
Terkini
-
Ulasan Novel Harga Teman: Ketika Hasil Kerja Tidak di Hargai oleh Klien
-
ASTRO & Friends 'Moon' Ungkapan Cinta dan Kerinduan untuk Mendiang Moonbin
-
Baru Tayang Raih Rating Tinggi, 5 Alasan The Haunted Palace Wajib Ditonton!
-
Review Film Warfare: Tunjukkan Perang dan Kekacauan dengan Utuh serta Jujur
-
Hidup dalam Empati, Gaya Hidup Reflektif dari Azimah: Derita Gadis Aleppo