Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani
Ilustrasi disabilitas (pixabay)

Kata 'disabilitas' seringkali dikaitkan sebagai suatu ketidaksempurnaan. Labelisasi masyarakat yang ada tentang mereka menjadi sebuah isu sosial yang membawa dampak negatif bagi para penyandang disabilitas. Prasangka yang ada seperti ketidakmampuan mereka dan kurangnya dukungan sosial dari masyarakat menjadi salah satu penyebab rendahnya tingkat kepercayaan diri mereka.

Pandangan sebelah mata bahwa mereka adalah kaum minoritas dan berbeda juga menjadi pendorong dari rendahnya tingkat kepercayaan diri. Hal ini menimbulkan rasa enggan untuk bisa bebas berekspresi karena adanya rasa malu terhadap kekurangan yang ada.

Sedikitnya sekitar 15 persen dari jumlah penduduk di dunia adalah penyandang disabilitas dan mereka terbilang kelompok minoritas terbesar di dunia. Di Indonesia sendiri menurut data Publikasi Data dan Informasi (PUSDATIN) dari Kementerian Sosial pada tahun 2010 jumlah penyandang disabilitas di Indonesia sebanyak 11,580,117 orang.

Menurut data Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 terdapat 8,56 persen penduduk yang memiliki disabilitas. Di Jakarta sendiri tercatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2015, jumlah penyandang disabilitas sebanyak 6.003 jiwa dan mayoritas terdapat di Jakarta Selatan.

Terbatasnya survey yang ada mengenai jumlah penyandang disabilitas di Indonesia sekaligus menjadi bukti masih sedikitnya perhatian pemerintah dan masyarakat mengenai isu ini.

Kesempurnaan seringkali menjadi tolak ukur dalam melihat sebuah keindahan. Nyatanya, terlepas dari gambaran sempurna yang berusaha ditampilkan seseorang di media sosial, tidak ada manusia yang diciptakan sempurna. Sayangnya masih banyak orang, terlebih lagi para kaum difabel merasa bahwa kesempurnaan merupakan faktor utama keindahan dan tolak ukur tersebut yang akhirnya menimbulkan adanya rasa rendah diri.

Seorang pria asal Amerika, Nyle DiMarco merupakan seorang aktivis untuk kaum tuna rungu. Selain itu ia juga merupakan seorang model tuna rungu pertama dalam sejarah yang memenangkan America’s Next Top Model. Nyle tidak pernah melihat kekurangan fisiknya sebagai suatu hambatan baginya dalam hidup, melainkan ia melihatnya sebagai sebuah keuntungan dan merupakan jati dirinya.

 “I don’t find not being able to hear an obstacle. For me, and for many of us, it is an advantage, and it’s a part of my identity, in fact. It’s a huge part of who I am,” ucap Nyle DiMarco seperti dilansir dari Partners for Inclusive Community yang berarti "Saya tidak menemukan bahwa saya tidak dapat mendengar hambatan. Bagi saya, dan bagi banyak dari kita, itu adalah keuntungan, dan itu adalah bagian dari identitas saya sebenarnya. Itu adalah bagian besar dari siapa saya."

Percaya diri dan sadar bahwa diri kita bernilai merupakan suatu hal yang sangat penting. Dengan adanya rasa percaya diri kita akan merasa lebih berharga dan lebih tangguh untuk menghadapi apapun. Selain itu rasa percaya diri juga tentunya akan membawa dampak positif ke hubungan sosial serta kepercayaan diri yang tepat dan tidak berlebihan, seseorang juga akan mencapai kesuksesan yang lebih besar.

Angkie Yudistia, pendiri Thisable Enterprise, dilansir dalam tempo.co mengatakan bahwa rasa malu yang dialami oleh para penyandang disabilitas menggerus kepercayaan diri, mematahkan semangat, dan pada akhirnya mengubur kemampuan yang mereka miliki.

Menurut Angkie salah satu cara supaya teman-teman disabilitas memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi yang juga merupakan salah satu teknik yang ia terapkan kepada dirinya dulu, "Caranya gampang, bercermin,” ujarnya.

Lewat cermin, Angkie Yudistia memperhatikan bagaimana penampilannya mulai dari pakaian hingga makeup. Dia juga memanfaatkan cermin untuk belajar bahasa tubuh. "Jadi ketika sudah keluar rumah, kita sudah berkaca pada diri sendiri dan itu bisa peningkatan rasa percaya diri," kata dia. (Sumber: Tempo.co)

Ketika suatu keindahan dilihat dari kacamata yang berbeda, kita dapat mengerti bahwa untuk menjadi manusia yang indah yang kita butuhkan adalah ketidaksempurnaan.

Pengirim: Gisella Almayda / Mahasiswi London School of Public Relations Jakarta
E-mail: giselalaluan@gmail.com