Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Al Afif Ramdana
LinkAja Syariah

Di tengah dominasi GoPay, Ovo dan Dana, ada satu layanan e-wallet yang cukup potensial untuk tumbuh yakni Linkaja. Linkaja dirintis setahun lalu oleh gabungan perusahaan BUMN yang diantaranya adalah empat bank besar yakni Mandiri, BNI, BRI dan BTN. Maka tidak mengherankan jika layanan e-wallet yang dikelola oleh PT. Fintek Karya Nusantara (Finarya) ini memiliki dukungan permodalan yang cukup besar sehingga memiliki kesempatan untuk mampu bersaing dengan layanan e-wallet lainnya.

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh iPrice dan App Annie dengan rentang waktu Kuartal IV 2017 sampai dengan Kuartal II 2019 menunjukkan bahwa Linkaja menempati posisi empat besar layanan e-wallet di Indonesia. Linkaja berada di bawah Gopay di peringkat pertama dan Ovo serta Dana di posisi dua dan tiga.

Posisi Linkaja turun dari peringkat dua pada Kuartal II 2018 menjadi peringkat empat pada akhir Kuartal II 2019. Hal ini menunjukkan bahwa e-wallet besutan perusahaan plat merah ini masih sangat berpotensi untuk melawan dominasi Gopay, Ovo dan Dana.

Pada akhir tahun 2019 kemarin, Linkaja menjalankan strategi yang bisa dibilang cukup unik yakni dengan meluncurkan layanan Linkaja Syariah. Layanan ini bisa dibilang cukup unik karena pesaing lain seperti Gopay, Ovo dan Dana belum menyasar segmentasi pasar keuangan syariah seperti yang dilakukan oleh Linkaja.

Linkaja juga telah mengantongi sertifikasi penyesuaian syariah dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Lalu apa saja perbedaan layanan Linkaja Syariah dengan Linkaja Konvesional, berikut adalah tiga perbedaan layanan syariah dengan konvesional Linkaja.

1. Floating Fund (saldo) disimpan di bank syariah

Jika pada layanan konvesional apabila pengguna mengisi saldo Linkaja, maka saldo yang mengendap akan disimpan di Bank Konvensional yakni bisa di Mandiri atau BNI. Sedangkan pada layanan syariah saldo yang mengendap akan disimpan di bank syariah yang masih berafiliasi dengan Bank BUMN yakni semisal Mandiri Syariah, BNI Syariah atau BRI Syariah.

2. Tata cara transaksi sesuai prinsip syariah

Dalam hal pemberian diskon, yang memberikan diskon adalah pihak merchant bukan dari pihak Linkaja selaku penyedia layanan e-wallet. Hal tersebut dianggap lebih sesuai dengan prinsip syariah.

3. Produk sesuai dengan akad syariah

Produk-produk seperti asuransi dan pinjaman dilakukan sesuai dengan akad syariah.

Strategi Linkaja untuk menyasar segmen fintech syariah termasuk hal yang masih cukup baru di dunia e-wallet nasional. Dikutip dari CNN Indonesia, Komite Keuangan Nasional Keuangan Syariah (KNKS) menilai kondisi keuangan syariah di Indonesia masih jalan di tempat.

Salah satu hal yang menyebabkan stagnasi tersebut salah satunya adalah infrastruktur digital yang belum digarap secara maksimal. Maka kehadiran layanan Linkaja Syariah kedepannya diharapkan bisa menjadi pionir kemajuan fintech di pasar keuangan syariah nasional.

Selain memacu pertumbuhan industri keuangan syariah, kehadiran layanan Linkaja Syariah hadir untuk meningkatkan jumlah pengguna Linkaja yang saat ini berkisar di angka 30 juta pengguna aktif. Peningkatan jumlah pengguna tersebut menyasar nasabah bank syariah, para pegawai bank syariah ataupun penduduk secara umum, mengingat Indonesia memiliki demografi penduduk dengan agama Islam terbesar di dunia.

Jadi, apakah layanan Linkaja Syariah ini mampu meningkatkan jumlah pengguna aktif serta mampu mendorong GoPay, Ovo dan Dana untuk melakukan hal yang sama? Patut kita tunggu bagaimana kelanjutannya ke depan.

Al Afif Ramdana

Baca Juga