Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani
Para kru penyelamat mengevakuasi jasad-jasad dari lokasi insiden jatuhnya pesawat Boeing 737 milik Ukraina yang jatuh di Teheran, Iran. (Foto: AFP)

Hubungan Amerika dan Iran sedang memanas akhir-akhir ini. Yang cukup menggemparkan dari serentetan kejadian adalah jatuhnya pesawat sipil. Informasi terakhir yang tidak kalah menggemparkan adalah Iran mengakui telah menembak pesawat tersebut.

Iran pun menyatakan penembakan maskapai sipil terjadi karena human error. Tidak tanggung-tanggung, ratusan orang menjadi korban karena keputusan yang diambil oleh pemerintah Iran. Bagaimana bisa mengambil keputusan yang salah dalam keadaan sedemikian penting?

Keputusan bias yang diambil menjadi menarik untuk dibahas lebih lanjut.

Keputusan Kita di Tengah Kenyataan Naif (Naive Realism)

Menurut Kahneman manusia terbagi ke dalam dua cara berpikir. Pertama adalah tipe 1, yaitu pola berpikir yang cepat, mengandalkan intuisi, dan pemikiran spontan. Dalam sehari-hari tipe 1 merupakan cara berpikir yang paling banyak digunakan.

Kedua, tipe 2, yakni pola berpikir yang lambat, penuh perhitungan, dan pemikiran secara sadar. Tipe 2 cenderung lebih jarang digunakan, karena membutuhkan usaha yang cukup tinggi dan waktu lebih lama untuk berpikir.

Meskipun demikian, perbedaan dari tipe 1 dan 2 adalah kualitas keputusan yang diambil. Tipe 2 cenderung memiliki kualitas keputusan yang sangat baik, karena mengandalkan pemahaman dan pemikiran yang dalam, tapi perlu diingat waktu yang diambil juga akan lebih lama. Berbeda dengan tipe 1 dapat mengambil keputusan lebih cepat, walaupun kualitas keputusan yang diambil lebih buruk daripada tipe 2.

Penggunaan tipe 1 dan 2 tidak semudah itu, seperti yang kita ketahui banyak faktor di sekitar kita mampu mempengaruhi dalam memilih menggunakan tipe 1 atau 2. Salah satunya adalah fenomena kenyataan naif (naive realism),

Menurut Moskowitz bahwa seseorang hanya melihat sebagian realita di sekitar sehingga menjadi naif dalam melihat kenyataan secara komprehensif. Ilusi yang timbul dari kenyataan naif adalah seseorang merasa keputusan yang diambil adalah keputusan rasional, tetapi sesungguhnya tidak mampu melihat dan mendalami informasi secara keseluruhan. Sehingga seseorang terjebak dengan realita naif tersebut.

Mengelola informasi secara komprehensif dan memutuskan keputusan yang rasional akan menjadi sangat sulit, karena membutuhkan waktu yang sangat lama. Selain itu juga membutuhkan usaha luar biasa. Manusia sering dituntut untuk mendapatkan keputusan terbaik secara rasional dan jauh dari bias, tetapi berbarengan dengan hal itu manusia juga dituntut untuk mengambil keputusan dalam waktu yang singkat.

Hal tersebut dirasakan juga oleh pihak pemerintah Iran dalam mengambil keputusan untuk menembak misil di tengah panasnya kondisi sosial-politik. Sebelum terjadinya penembakan maskapai sipil, adanya peristiwa penting, pertama tewasnya sosok fenomenal Qassim Soleimani, dan penyerangan markas militer AS di Irak.

Konteks emosional sangat berperan dalam hal ini, pengambilan keputusan sangat terpengaruh dengan keadaan emosi seseorang (Amanda dkk, 2011). Dalam konteks ini penulis tidak mengetahui sebenarnya keadaan emosional dari pihak Iran, terutama pada pihak yang bertanggung jawab dalam memutuskan penembakan misil.

Jika melakukan pengandaian, pihak Iran mungkin merasakan emosi marah, sedih dan takut. Marah dan sedih kemungkin terjadi karena meninggalnya Qassim Soleimani, dan emosi takut kemungkinan berasal bentuk antisipasi atas serangan balik AS (karena markas militer AS di Irak telah diserang).

Sehingga militer Iran mengalami kondisi emosional yang mungkin (dalam hal ini asumsi penulis) mempengaruhi keputusannya untuk menembak misil ketika melihat ada pesawat yang masuk ke dalam jangkauan radar.

Pada kondisi tersebut, pihak militer mungkin tidak melakukan analisis mendalam mengenai jenis pesawat apa yang terdeteksi radar. Sehingga mengambil keputusan secara cepat, dan tidak mempertimbangkan banyak hal.

Dalam pengambilan keputusan seseorang akan terpengruhi oleh banyak hal. Namun, pada pembahasan ini beberapa faktor tersebut ialah cara berpikir tipe 1 atau 2, kenyataan naif, dan kondisi emosi.

Referensi:

  • Amanda D. Angie, Shane Connelly, Ethan P. Waples & Vykinta Kligyte (2011): The influence of discrete emotions on judgement and decision-making: A meta-analytic review, Cognition & Emotion, 25:8, 1393-1422
  • Kahneman, D. (2011). Thinking, fast and slow. Farrar, Straus and Giroux.
  • Moskowitz, G. B. (2005). Social cognition: Understanding self and others. Guilford Press.

Pengirim: Yogi Pambudi, Peneliti Lepas, Lulusan S2 Psikologi Universitas Indonesia. Aktif menulis seputar isu psikologi terkini di situs Psiko.id.
E-mail: yogipambudi27@gmail.com