Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | bagastian
Ilustrasi virus corona Covid-19. [Shutterstock]

Dewasa ini, bencana virus corona memang menjadi prefensi dunia untuk dicegah. Negara-negara di belahan dunia mulai mengeluarkan kebijakan darurat seperti mengisolasi negaranya bahkan ada kebijakan yang paling ekstrem seperti Korea Utara yang memberlakukan kebijakan yang akan menembak bagi siapa saja terutama warga negara China bagi yang mencoba mendekat ke perbatasan negaranya.

Saat ini, WHO (World Health Organization) sendiri mengumumkan bahwa virus ini sudah menjadi pandemi. WHO menyarankan agar semua negara berupaya untuk memaksimalkan keamanan negaranya masing-masing.

Sebelum WHO mengumumkan Covid-19 menjadi pandemi dan adanya kepanikan global, negara seperti Australia, Rusia, Amerika Serikat, Mongolia, Arab Saudi dan lain lain lebih dulu memberlakukan lockdown dengan memberlakuan untuk melarang masuk warga negara China yang berkunjung ke negaranya.

Namun, hal ini tidak seirama dengan Indonesia. Bisa dikatakan Indonesia tidak begitu berlebihan menanggapinya, tidak seperti negara-negara lain. Pemerintah pusat hanya melarang pendatang dari China yang masuk maupun transit di Indonesia serta melarang sementara WNI yang tinggal di China untuk masuk ke Indonesia dan tanpa ikut-ikutan memberlakukan kebijakan darurat seperti negara-negara di atas.

Indonesia lebih memprioritaskan dampak terburuk akibat corona ini terhadap pemasukan negara yang mana negara akan kehilangan potensi devisa wisata kurang lebih Rp54,63 triliun. Guna mencegah hal itu, negara segera memberlakukan kebijakan pemotongan harga tiket pesawat sebesar 50 persen untuk beberapa daerah destinasi andalan.

Hal ini dikarenakan agar menekan jumlah penurunan wisatawan mancanegara, mengingat wisatawan mancanegaralah yang paling banyak mengunjungi Indonesia untuk berlibur di beberapa daerah seperti Bali, Lombok, Yogyakarta dan kota lainnya.

Menurut data dari BPS (Badan Pusat Statistik) menyebutkan bahwa jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia dari per Januari-Oktober 2019 sebanyak 13,62 Juta orang yang berkunjung. Sebagai gantinya wisatawan domestiklah yang menjadi sasaran dari kebijakan ini.

Kebijakan ini banyak mendapatkan kritik karena dinilai tidak mementingkan keamanan negara dari wabah virus tersebut. Tetapi, lebih memilih untuk mengamankan pemasukan negara.

Selain itu, sesaat China dalam kondisi darurat dan diketahui bahwa ada sekitar 285 WNI yang tinggal di sana, negara segera mengevakuasi lalu membawanya ke Indonesia. Sebelum dipulangkan ke halaman masing-masing, negara telah memberi fasilitas berupa karantina di pulau Natuna.

Hal ini dikarenakan untuk mengikuti prosedur dari WHO agar warga negara sebanyak 285 orang yang tinggal di Wuhan tersebut agar di karantina di sana selama 14 hari untuk memastikan mereka terbebas dari corona sebelum dipulangkan ke halaman masing-masing.

Tetapi, lagi-lagi diprotes oleh masyarakat Natuna mereka tidak setuju di bangunnya tempat penampungan WNI dari Wuhan. Mereka sangat khawatir jika virus ini menyebar di pulau mereka.

Mengatasi protes masyarakat, pemerintah mencoba  menjelaskan kepada masyarakat natuna agar tidak khawatir karena karantina dijamin aman dan telah memenuhi SOP dari WHO. Karantina ini pun berada di Hanggar Landasan Udara Raden Sadjad Ranai yang dirasa cukup aman dari masyarakat sekitar.

Dan sekarang, begitu jelas banyak suspect maupun yang sudah divonis positif mengidap virus ini di Indonesia. Maka munculah kepanikan di masyarakat, masyarakat berlomba-lomba mendapatkan kebutuhan seperti masker dan hand sanitizer yang dianggap dapat mengantisipasi virus ini sehingga aman untuk berkegiatan sehari-hari.

Akibatnya banyak toko-toko kesehatan kehabisan stok masker dan hand sanitizer. Sehingga ,Memunculkan spekulasi bahwa ada oknum-oknum penimbun masker dan hand sanitizer yang akan menjual kedua jenis produk tersebut dengan harga yang tinggi.

Melihat hal ini pemerintah pun bereaksi akan memberlakukan hukum bagi siapa saja yang mencoba untuk menimbun kebutuhan masyarakat itu. Hukuman ini sesuai dengan ketentuan di Pasal 29 ayat (1) juncto Pasal 107 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dengan ancaman maksimal penjara 5 tahun dan denda Rp 50 miliar.

Tetapi, lagi-lagi pemerintah mendapatkan kritik setelah pemerintah menyampaikan itu. Pemerintah dinilai kurang tegas ketika melihat realitasnya masih banyak terdapat penjual masker dan hand sanitizer yang menjual harga yang tinggi begitupun juga di toko-toko online.

Banyak yang menyarankan agar negara memfasilitasi kedua jenis produk di tempat umum kepada masyarakat secara cuma-cuma.

Kepanikan ini berlanjut, masyarakat menuntut pemerintah pusat agar segara memberlakukan lockdown negara mengingat korban corona makin bertambah. Menurut Achmad Yurianto, juru bicara pemerintah khusus untuk penanganan virus corona, menyatakan bahwa terdapat 309 orang yang positif terkena corona dan 25 orang telah meninggal (data per 19/3/2020).

Tetapi, tuntutan ini tidak diaminkan oleh Presiden Joko Widodo. Beliau menegaskan lockdown bukanlah sebuah pilihan, yang terpenting ialah mencegah penyebaran virus itu dengan cara mengurangi mobilitas masyarakat. 

Jokowi juga mengingatkan kepada pemerintah daerah yang mewacanakan lockdown daerahnya, tidak bisa langsung melakukan lockdown tanpa ada koordinasi kepada pemerintah pusat. Kebijakan lockdown hanyalah dari pemerintah pusat.

Beberapa NGO meminta kepada negara agar segera melakukan lockdown seperti Kawalcovid dan Forum Ilmuwan Muda sebelum makin merebaknya virus ini di Nusantara.

Di sisi lain, sejauh ini banyak tindakan dari beberapa pemerintah daerah yang mulai memberlakukan aturan-aturan untuk melindungi warganya seperti Aceh yang akan meliburkan sekolah-sekolah di daerahnya dalam waktu dekat ini, Jawa tengah pun demikian dari Gubernur Ganjar Pranowo resmi meliburkan sekolah dari TK sampai SMA selama dua minggu.

Pemerintah kota Malang sudah mulai berlakukan aturan untuk membatasi tamu dari luar kota Malang untuk masuk di lingkungan kantor Pemerintah kota Malang dan akan melarang orang-orang luar Malang untuk berkunjung ke kota Malang maupun sebaliknya.

Keamanan negara merupakan kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya dari bahaya apapun yang akan mengancam keamanan negara. Tetapi, bukan berarti warga negara tidak melakukan apa-apa dalam hal keamanan bersama.

Dalam Pasal 30 ayat 1 berbunyi: Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

Hanya saja, Negara memiliki sumber daya lebih dalam urusan keamanan dibandingkan masyarakat. Apalagi Indonesia termasuk negara yang dihadapkan bencana global ini. Karenanya  negara harus segera memberlakukan penanggulangan darurat bencana. Implentasi dari penanggulangan darurat dari suatu bencana ini berbentuk suatu kebijakan.

Kendati suatu kebijakan yang diambil negara dinilai kurang baik oleh masyarakat. Tetapi suatu  kebijakan yang baru akan dijalankan secara inkremental sebagai bentuk percobaan jika gagal maka itu akan dihentikan dan jika sebaliknya akan dilanjutkan.

Masyarakat sebagai pihak yang merasakan akibat suatu kebijakan itu sebaiknya membuka diri karena suatu kebijakan adalah usaha dari negara yang baik untuk warga negaranya terlebih lagi untuk bencana ini. Melihat realitas sekarang kita cuma bisa menunggu keputusan dari presiden yang punya wewenang proregatif untuk membuat dan memberlakukan nsebuah kebijakan yang sifatnya darurat.

Dalam hal penciptaaan suatu suatu kebijakan publik perlu adanya agenda setting sebagai fase yang fundamental untuk memahami atau memaknai suatu masalah atau isu publik sebelum menjadi suatu kebijakan publik.

Rakyat tidak selamanya harus tetap mengikuti suatu kebijakan publik karena dalam sistem demokrasi rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang berhak untuk mengintervensi suatu kebijakan bahkan membatalkannya tanpa harus melewati perwakilan rakyat.

Kita semua berharap dapat melewati bencana ini dan negara bahkan dunia dapat mengatasi bencana global ini.

bagastian

Baca Juga