Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | basrowibasrowi
Wabah virus corona (coronavirus) Covid-19. (Shutterstock)

Sangat menghawatirkan, ketika negara suatu saat harus memutuskan lockdown untuk sementara waktu. Dampak perekonomian bagi kelompok menengah ke bawah akan sangat besar.

Ekonomi mereka yang setiap harinya hanya ditopang oleh pendapatan pada hari itu juga. Pemasukan menjadi sangat rentan karena ketika mereka tidak bekerja, maka pendapatan mereka juga tidak ada.

Lain halnya, bagi mereka yang berprofesi sebagai ASN atau pegawai lembaga formal, meskipun mereka tidak bekerja selama dua pekan karena kerja dari rumah, gaji mereka di awal bulan depan masih tetap utuh.

Bayangkan kalau pegawai informal, pedagang kecil-kecilan, dan orang yang kerjanya serabutan, tentu mereka sangat rentan dengan kemiskinan. Satu hari saja mereka tidak bekerja, maka tidak ada yang dapat dimakan untuk hari itu dan esoknya.

Tidak usah jauh-jauh berpikir. Hari-hari terakhir ini saja, transportasi online sangat sepi. Pendapatan mereka turun drastis karena tidak ada yang mengorder.

Begitu juga sektor pariwisata sudah tutup. Jutaan orang yang hidupnya tergantung sektor pariwisata menjadi pengangguran. Jutaan pengelola dan pegawai destinasi parisiwasata menganggur.

Pemilik dan pegawai warung penjaja makanan dan toko souvenir berhenti bekerja. Pengola jasa travel berhenti operasi. Ratusan ribu penyedia jasa trasportasi, supir dan kru bus pariwisata, dan pemandu wisata menganggur.

Jutaan pegawai hotel menganggur. Jutaan pengrajin souvenir tidak berproduksi. Jutaan penyuplai bahan souvenir juga berhenti memberi pasokan.

Begitu juga, sekolah dan kampus selama dua minggu ke depan ditutup. Hal ini akan berdampak negatif bagi semua orang yang hidupnya sangat tergantung pada sekolah dan kampus. Ratusan ribu orang yang berdagang di sekolah dan kampus tidak bekerja.

Tukang ojek yang setiap hari mengantar dan menjemput murid, mahasiswa, guru, dan pegawai TU tidak bekerja. Guru dan dosen honorer tidak mengajar. Suplayer seluruh peralatan sekolah dan kuliah tidak lagi bisa bekerja.

Ribuan pegawai penyedia jasa fotocopy tutup. Seluruh toko penjual alat-alat sekolah sepi. Penjual sepatu dan seragam sekolah pun ikut sepi.

Aktivitas di pesantren juga diliburkan. Berapa ribu orang yang terlibat di pesantren menjadi tidak berpenghasilan. Seluruh penjual makanan di pesantren tidak bekerja. Seluruh pegawai laundry tidak bekerja. Masyarakat di sekitar pesantren tidak mendapatkan lagi imbas rejeki pesantren.

Masjid, gereja, dan seluruh tempat ibadah mengurangi seluruh kegitan keagamaan yang melibatkan banyak jamaah. Berapa ratus ribu orang yang setiap hari mendapatkan rizki dari tempat ibadah itu menjadi tidak berpenghasilan. Semua penjual makanan dan alat ibadah di sekitar tempat ibadah menjadi sepi. 

Penceramah sepi order. Permintaan alat-alat ibadah menurun. Pengusaha dan karyawan produsen alat ibadah tidak lagi memproduksi barang. Distributor alat ibadah menjadi sepi order. 

Dampak ekonomi

Mamang luar biasa dampak ekonomi penyebaran virus corona. Jutaan orang terancam menjadi pengangguran, minimal selama dua minggu ini. Namun, apakah hanya dua minggu itu? Semua keputusan pemerintah sangat tergantung pada data kenaikan atau penurunan data orang yang terdampak.

Ketika data tersebut naik —hal ini yang tidak kita harapkan bersama— tentu kemungkinan untuk diperpanjang sangat besar terjadi. Oleh karena itu, berbagai mitigasi terhadap kerawanan sosial, harus segera dipikirkan bersama.

Mewaspadai pengangguran

Dengan kondisi pengangguran yang demikian masif, kerentanan terhadap kemiskinan akan semakin tinggi. Peluang untuk berganti profesi secara cepat tidak mungkin dilakukan kerena sangat terkait dengan modal dan peluang. Akhirnya, mayoritas pengangguran itu akan pasrah, tidak bekerja, dan tidak mempunyai penghasilan.

Pertanyaannya adalah, mau bertahan sampai berapa hari atau berapa bulan? Mungkin pada awal-awal menganggur masih bisa ditutup dengan sedikit tabungan yang dimiliki.

Tetapi, minggu kedua sudah dapat dipastikan akan mulai menggadaikan seluruh barang berharga miliknya. Minggu ketiga, menjadi sangat rawan terjadinya berbagai tindak kejahatan.

Tingkat frustasi dan stres masyarakat menjadi semakin meningkat. Kebutuhan anak dan kebutuhan keluarga yang jumlahnya sangat banyak, menjadi beban berat yang akan menambah tekanan pikiran kepala keluarga.

Kalau hal itu terjadi pada jutaan pengangguran, maka akan berpeluang terjadinya kerawanan sosial yang sangat berdampak pada keamanan dan ketertiban umum. Tapi, hal itu jangan sampai terjadi.

Kesehatan fisik dan psikis masyarakat menurun

Tingkat kesehatan fisik dan psikhis masyarakat yang terjadi akibat menganggur menjadi sangat terganggu. Kemampuan masyarakat untuk berfikir logis menjadi semakin menurun. Mereka menjadi lebih banyak berfikir, bagaimana cara mencari pendapatan secara halal.

Ketika iman mereka masih kuat tentu dilakukan dengan banyak berdoa, semoga penyebaran virus corona dapat segera dikendalikan. Namun, apa yang akan terjadi ketika iman mereka lemah, sementara berbagai kebutuhan dasar harus terpenuhi?

Ditambah lagi beban tagihan utang, tagihan listrik, air, paket data, dan kartu kredit harus segera dipenuhi seluruhnya.  Menjadi semakin runyam lagi, ketika leasing sudah dua bulan tidak terbayar. Bayangan buruk memperkeruh pikirannya karena adanya ancaman penarikan kendaraan bermotor. Penggerak roda ekonomi yang sudah sekian lama dicicil akan hilang. 

Ketika pendapatan masyarakat menurun, tentu akan berdampak pada menurunnya tingkat kesehatan masyarakat karena asupan gizi semakin menurun.

Dampak ikutan lanjutannya, tingkat kerentanan terhadap penularan berbagai penyakit semakin tinggi pula. Oleh karena itu, perlu langkah antisipasi untuk menghadapi ancaman pengangguran yang sudah di depan mata seperti saat ini.

Langkah Strategis yang Perlu Diambil

Krisis ekonomi keluarga, akibat tulang punggung menanggur sudah terjadi. Upaya memutar otak yang dilakukan oleh kepala keluarga beserta istri sudah dilakukan. Tetapi, jalan keluar belum ditemukan. Semua upaya menemui jalan buntu dan tidak membuahkan hasil.

Susu anak-anak harus terbeli. Dapur harus tetap mengepul. Maka, sebelum terjadi kerawanan sosial akibat pengangguran yang menimpa jutaan orang, perlu berbagai langkah antisipasi.

Saat ini, tentu anggaran pemerintah banyak sekali yang terkuras untuk menangani virus Corana. Dana kontinjensi di sektor kesehatan untuk kebutuhan penangangan virus Corona sudah dapat dipastikan telah membengkak di luar perkiraan.

Bayang-bayang resesi atau pelemahan ekonomi Indonesia tidak lagi terelakkan. Kalau kondisi seperti ini berlanjut terus menerus, maka besar kemungkinan akan terjadi darurat ekonomi. Hal itu bukan tanpa alasan, karena saat ini sudah tidak ada gerakan ekonomi yang sesuai dengan ekspektasi.

Pengangguran semakin banyak. Masyarakat di seluruh struktur sosial telah banyak yang kehilangan harapan untuk mempertahankan ekonomi keluarga. Resesi ekonomi tingkat keluarga tidak terhindarkan.

Berbagai daya upaya yang telah dilakukan pada tingkat rumah tangga telah gagal, karena pihak lain yang akan memanfaatkan jasanya atau produknya juga tidak mempunyai daya beli yang prima. Dengan kata lain, stagnasi perekonomian keluarga telah melebar ke seluruh rumah tangga rentan.

Rantai pasokan pendapatan rumah tangga telah terputus. Ekonomi kian meredup, dan potensi pendapatan rumah tangga mengalami penurunan yang sangat signifikan.

Berbagai langkah yang perlu diambil pemerintah untuk mengatasi semua itu antara lain.

Pertama, pemerintah perlu mempersiapkan respon public health policy yang kuat, dengan menambah jumlah rumah sakit yang siap menangani virus Corona.

Menyiapkan mekanisme di RS, termasuk semua sarana dan prasarana untuk mengatasi virus Corona harus sudah didistribusikan ke seluruh rumah sakit yang ditunjuk. Informasi kesehatan harus terpusat dan berasal dari sumber resmi pemerintah.

Seluruh informasi itu juga harus dapat terkirim secara otomatis ke seluruh telepon genggam warga. Setiap hari masyarakat dapat melakukan up date berbagai upaya yang telah dilakukan dan terus diupayakan oleh pemerintah, bukan membesarkan berita yang menakutkan tentang jumlah pasien.  

Kedua, pemerintah perlu memberikan akses kesehatan gratis kepada semua orang yang hendak memeriksakan dan berobat karena terindikasi virus corona.

Hal itu sangat penting, jangan sampai orang orang sudah terindikasi virus corona tetap bertahan di rumah karena takut akan bayangan mahalnya biaya rumah sakit. Layanan masyarakat terhadap publikasi kebijakan ini harus selalu didengungkan melalui berbagai media massa.

Ketiga, pemerintah perlu memberikan stimulus bagi rumah tangga. Ekonomi kreatif tingkat rumah tangga harus digalakkan. Produk barang dan jasa skala rumah tangga yang dapat memberikan manfaat besar bagi masyarakat lainnya diharapkan dapat digalakkan sehinga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat miskin dan rentan.

Keempat, pemerintah perlu membuat terobosan low cost for all public service bagi seluruh masyarakat. Merevitalisasi jaring pengaman sosial (JPS), serta menyiapkan berbagai stimulus yang sifatnya tidak tunai tetapi bisa dinikmati oleh semua masyarakat miskin.

Kelima, pemerintah perlu merubah mindset penetapan kejadian luar biasa (LKB) dalam arti bukan penyebaran virusnya yang KLB, tetapi manajemen mitigasi atau penanganan virus tersebut yang bersifat KLB, dengan ciri cepat, terpadu, lintas program, dan lintas sektoral.

Keenam, pada tataran ekonomi makro pemerintah tetap perlu mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif, menjaga stabilitas harga, menciptakan lapangan kerja produktif, menjaga iklim investasi, menjaga regulasi perdagangan, memacu pertumbuhan sektor pertanian, dan mengembangkan infrastruktur wilayah tertinggal.

Berbagai langkah di atas diharapkan dapat memperkokoh ekonomi keluarga serta mampu menurunkan tingkat kerawanan sosial di tengah amukan virus Corona dan ancaman badai pengangguran yang setiap hari akan bertambah.

Oleh: Dr. Basrowi, Pengamat kebijakan publik, Alumni S3 Ilmu Sosial UNAIR Surabaya dan S3 UPI YAI Jakarta.

basrowibasrowi