Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | audyyyraaa
Ilustrasi taksi. [Shutterstock]

Sejak kasus pertama COVID-19 ditemukan di Indonesia satu bulan lalu hingga saat ini kasus positif COVID-19 di Indonesia telah mencapai angka 5.516 dengan PDP 11.873 orang serta ODP 169.446 per 16 April 2020.

Untuk memutus rantai penyebaran virus berbahaya tersebut, tentunya pemerintah sudah mengambil banyak tindakan, seperti peraturan untuk Work From Home (WFH) dan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) agar masyarakat hanya beraktivitas di rumah saja. 

Tujuannya agar mengurangi adanya kontak fisik dalam rangka menaati perintah mengenai physical distancing. Adanya peraturan tersebut tentu sangat berdampak kepada kehidupan masyarakat sehari-hari. 

Tidak sedikit orang yang kehilangan pekerjaannya dan harus dirumahkan akibat perusahaan  semakin tertekan untuk bisa mempertahankan usahanya. Bahkan hingga Senin (13/4), sudah terhitung 1,6 juta pekerja yang terkena PHK dan dirumahkan sebagai dampak ekonomi virus COVID-19 ini.

Dengan begitu, tentunya tingkat pengangguran di Indonesia menjadi meningkat.Tidak hanya para pekerja yang terkena PHK, masyarakat yang menggantungkan hidupnya di jalan pun mengalami kesulitan.

Para pedagang kaki lima pun merasakan dampak negatif bagi usahanya dikarenakan sudah tidak banyak lagi orang yang berlalu lalang akibat sekolah diliburkan dan perkantoran pun sepi.

Mereka mengeluhkan pendapatannya berkurang drastis  selama adanya pandemi virus ini. Meskipun telah adanya imbauan untuk tetap di rumah, para pedagang mau tak mau harus tetap mencari nafkah demi bisa bertahan hidup di situasi yang sangat sulit ini.

Selain itu, ibu penjual pakaian di Tangerang yang kisahnya viral di media sosial karena didatangi polisi saat berjualan mengungkapkan bahwa ia ingin tetap bisa di rumah saja tetapi keadaan yang membuat dirinya harus tetap berjualan di luar.

Ibu yang memiliki 4 anak yang masih kecil itu membutuhkan makan dan cicilan yang dimilikinya pun tidak bisa ditangguhkan. Ia juga menegaskan bahwa jika ia di rumah saja, keluarganya bisa mati kelaparan.

Bahkan, ia juga sampai mengutang ke tetangga agar bisa membeli bahan makanan. Oleh karena itu, ia harus memberanikan diri untuk tetap berjualan meskipun bahaya virus corona tersebut mengentayanginya. 

Tak hanya para penjual atau pedagang kaki lima yang merasakan berkurangnya pemasukan, tetapi para sopir taksi konvensional pun juga merasakan hal yang sama.

Perkantoran dan pusat perbelanjaan yang sangat sepi bahkan sudah jarang ada pengunjungnya pun menjadi hambatan bagi mereka dan membuat pendapatan mereka menurun drastis.

Meskipun begitu, mereka juga harus tetap memberi setoran kepada perusahaan. Walaupun nilai target setoran telah diturunkan, tetapi mereka masih kesulitan untuk mencapai target tersebut sehingga seringkali mereka hanya membawa pulang uang dalam nominal kecil.

“Orang di rumah nyuruh untuk kerja supaya bisa beli makan, tapi mereka gak tau kalo di luar juga susah cari penumpang”, ucap salah satu pengemudi taksi konvensional di Jakarta.

Tidak hanya itu, seorang pengemudi taksi lainnya mengungkapkan bahwa anaknya kesulitan untuk menjalani pembelajaran dengan cara online.

“Anak saya kasihan, mau kuliah online saja gak punya uang untuk beli kuota. Katanya mau berhenti aja. Tapi bagaimana uang yang saya bawa pulang pun juga cuma pas-pasan”, ucap seorang bapak pengemudi taksi yang tak bisa memberi lebih kepada anaknya.

Jika keadaan ini berlangsung semakin lama, tentunya kondisi mereka pun semakin terpuruk. Terlebih, sejak diberlakukannya Pembatasan Skala Berskala Besar (PSBB) di Jakarta pada 10 April lalu, orang-orang banyak yang beralih menggunakan transportasi pribadi demi keselamatan.

Untungnya, salah satu perusahaan taksi konvensional, PT Blue Bird Tbk, memberikan layanan baru untuk mengantisipasi penurunan jumlah penumpang, yaitu layanan antar barang yang dapat diakses dari smartphone konsumen.

Layanan ini juga bekerja sama dengan beberapa toko untuk tetap memenuhi kebutuhan pelanggannya. Pelayanannya pun dilakukan dengan peraturan mencegah penyebaran virus corona, yaitu para pengemudi menggunakan sarung tangan dan masker.

Prosedur untuk menggunakan layanan ini dapat dilihat melalui akun instagram PT Blue Bird Tbk (@bluebirdgroup). Meskipun begitu, layanan ini belum bisa dilakukan oleh semua pool dari taksi burung biru tersebut.

Oleh karena itu, masih banyak pengemudi yang hanya bisa mengangkut penumpang saja dan mereka hanya bisa harap-harap cemas untuk mendapat penumpang. Meskipun mereka juga takut berada di luar, mereka harus tetap bertahan demi mencari sesuap nasi.

Mereka yang kehilangan pekerjaan dan pendapatannya terganggu hanya bisa berharap wabah ini cepat selesai sehingga perekonomian mereka bisa kembali membaik.

Tak hanya itu, mereka juga berharap adanya bantuan bagi mereka untuk hidup sehari-hari selama adanya virus pandemi corona.

Pemerintah diharapkan sangat memerhatikan para pekerja yang dirumahkan serta pekerja informal yang terkena imbas virus corona ini agar mereka tidak terlalu terbebani dengan tanggungan yang perlu hadapi pada kondisi yang tidak stabil ini.

Oleh : Audyra Gusti Putri / Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri Jakarta

audyyyraaa