Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Mutiara Annisa Dhiya'ulhaq
Ilustrasi kriminalitas (Shutterstock)

Akhir-akhir ini, video kriminal dan kejahatan yang tersebar luas di media sosial sangat meresahkan masyarakat dan menimbulkan kekhawatiran. Melansir katadata.co.id, Polri menyatakan tingkat kriminalitas yang terjadi di lingkungan masyarakat meningkat selama pandemi.

Karopenmas Maber Polri, Brigjen Pol Argo Yuwono menyatakan kriminalitas meningkat sebesar 19,72% dari sebelum masa pandemi. Data Polda Bali pada 10 April menunjukkan adanya 12 kasus kejahatan. Angka ini meningkat menjadi 15 kasus pada tanggal 20 April.

Tahanan Bali pada 10-15 April juga meningkat dari 492 orang menjadi 504 orang. Di Jakarta sendiri sudah terjadi lebih dari lima kasus kriminal selama pandemi ini.

Di antara kelima kasus tersebut yang mendapat sorotan masyarakat salah satunya yaitu perampasan ponsel di kawasan Cakung, Jakarta Timur pada 19 April lalu. Pelaku perampasan menggunakan sepeda motor, lalu menghampiri korban dan langsung merampas ponsel milik korban.

Tingkat Pengangguran dan Kemiskinan Meningkat

Selama pandemi ini, tingkat pengangguran dan angka kemiskinan semakin meningkat akibat adanya kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Banyaknya kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) yang akhir-akhir ini terjadi menjadi salah satu penyebabnya.

Para pekerja yang terkena PHK tidak lagi mempunyai penghasilan tetap untuk menghidupi keluarga. Lama-kelamaan mereka akan kehabisan tabungan dan tak mampu membeli makanan. Ditambah lagi ditutupnya berbagai pusat perbelanjaan tempat masyarakat mencari nafkah.

Dengan penutupan dan pemutusan hubungan kerja tersebut, masyarakat yang terkena dampaknya tidak dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari, untuk makan satu kali sehari saja mereka tidak mampu.

Fenomena ini menyebabkan masyarakat yang sudah miskin menjadi semakin miskin. Melihat keadaan yang memprihatinkan ini, akhirnya para pelaku melancarkan aksinya.

Maraknya Kasus Kriminal

Saat ini, kasus seperti perampokan dan pencurian menjadi kasus kriminal yang marak terjadi. Pelaku memanfaatkan situasi dimana semua orang terfokus pada penanganan dan penanggulangan COVID-19. Ketika masyarakat lengah, pelaku akan melakukan aksinya dengan berbagai startegi yang mereka miliki.

Saat semua orang di rumah saja, pelaku kejahatan menggeser targetnya. Para pelaku yang semula mengincar perumahan elit, sekarang menargetkan pertokoan atau toko swalayan sebagai sasarannya.

Modus yang dilakukan pelaku biasanya berpura-pura membeli barang di toko tersebut. Minimal ada dua orang yang beraksi, satu orang masuk ke toko dan pura-pura membeli sedangkan satu lagi menunggu di luar toko dengan kendaraannya.

Setelah pelaku pertama berhasil membawa barang-barang yang dicuri ke luar toko, kedua pelaku langsung melarikan diri dengan kendaraan tersebut.

Tindakan kriminal juga makin merebak imbas dari program asimilasi napi yang dibebaskan bersyarat. Melansir koran tempo, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia telah membebaskan puluhan ribu narapidana untuk mencegah menyebaran COVID-19 di dalam lapas.

Kemenkumham telah membebaskan 38.822 narapidana, termasuk anak-anak. Kebijakan asimilasi ini tidak menutup kemungkinan bagi para eks-napi untuk mengulangi perbuatan kriminalnya. Tak ada yang menjamin keberlangsungan hidup para eks-napi di luar lapas.

Data Kemenkumham mencatat sebanyak 42 orang napi yang dibebaskan bersyarat kembali melakukan kriminal dan ditahan. Contoh kasusnya yaitu terjadi pada eks-napi asimilasi yang menodong penumpang angkot pada 18 April lalu dan eks-napi yang mencuri ponsel sebanyak tiga kali pada 10 April, kedua kasus tersebut terjadi di Jakarta Utara.

Alasan para eks-napi tersebut melakukan kejahatan lagi sangatlah miris. Beberapa dari mereka yang memang kesulitan ekonomi, tidak memiliki biaya lagi untuk menghidupi kebutuhannya sehari-hari. Mereka kebingungan mencari nafkah karena lapangan kerja enggan mempekerjakan eks-napi, ditambah lagi kondisi pandemi saat ini memperbutuk jumlah lapangan kerja.

Karena putus asa dan tidak memiliki jalan keluar lain, akhirnya mereka nekat untuk mengulangi kejahatannya lagi dan akhirnya kembali ke lapas. Menurut beberapa pelaku, tinggal di lapas menjadi pilihan terbaik daripada mereka harus menjadi gelandangan di jalan.

Mereka menganggap bila tinggal di lapas, makanan sehari-hari mereka akan terpenuhi. Alasan lain juga datang dari eks-napi yang tak memiliki keluarga di ibu kota, sehingga mereka ingin pulang kampung dan membutuhkan biaya.

Keberadaannya di ibu kota dianggap menyulitkan diri sendiri karena tidak memiliki penghasilan, namun apabila pulang ke kampung masih banyak sanak saudara yang dapat membantunya. Karena alasan tersebut, pelaku kriminal memilih untuk melakukan kejahatan demi mencukupi biaya pulang kampung. Tetapi, sebelum mereka berhasil melancarkan aksinya polisi terlebih dahulu menangkapnya.

Langkah Pengamanan

Maraknya kasus kriminalitas ini mendorong peran pemerintah dan juga aparat dalam penangannya. Polri mengambil langkah pengamanan dengan melakukan patroli atau razia berantas kejahatan jalanan, pencurian, pemungutann liar dan premanisma; Polri melibatkan TNI dan aparat pemerintah daerah data patrol; Polri melakukan tindakan tegas terukur dan tak segan menembak penjahat; dan Polri juga menggandeng lembaga pemasyarakatan dan pemerintah daerah untuk mengawasi napi bebas karena pandemi corona.

Selain penanganan oleh aparat terkait, masyarakat juga harus waspada dan berhati-hati. Melansir detikcom, Walikota Solo, F.X. Hadi Rudyatmo, mengajak masyarakat memasang kentungan di rumah masing-masing untuk menjaga keamanan kampung dari tindak kejahatan.

Selain itu, ronda keliling perlu dihidupkan kembali dengan membawa kentungan. Ajakan tersebut dilakukan untuk mengurangi kekhawatiran masyarakat atas berbagai tindakan kriminal yang marak terjadi saat pandemi ini.

Masyarakat awam juga dapat berperan dalam mengontrol keresahan dengan tidak menyebarkan berita bohong atau hoaks di kalangan masyarakat, terutama keluarga. Adanya barita hoaks justru malah akan memperkeruh keadaan. Maka dari itu, tak hanya peran pemerintah yang diperlukan dalam menghadapi pandemi ini, tetapi peran masyarakat justru lebih penting.

Mutiara Annisa Dhiya'ulhaq