Indonesia kali pertama mengonfirmasi kasus Covid-19 pada Senin 2 Maret beberapa bulan lalu. Saat itu, Presiden Joko Widodo mengumumkan ada dua orang Indonesia positif terjangkit virus Corona yakni perempuan berusia 31 tahun dan ibu berusia 64 tahun.
Berdasarkan data yang dilansir dari Kementrian Kesehatan hingga pada Senin, 15 Juni 2020 pukul 12.00 WIB menunjukkan, jumlah kasus positif Covid-19 bertambah 1.017 kasus baru. Penambahan terjadi di Jawa Timur sebanyak 270 kasus, Jakarta sebanyak 142 kasus, Jawa Tengah sebanyak 116 kasus, dan Sulawesi Selatan sebanyak 101 kasus.
Sementara pada hari-hari sebelumnya, ketika terjadi rekor tambahan kasus harian, penambahan terbanyak terjadi di Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Jakarta.Total kasus positif Covid-19 di Indonesia hingga hari ini mencapai 39.294 kasus. Selain itu, ada tambahan 592 pasien yang sembuh dari Covid-19.
Walhasil, total keseluruhan kasus sembuh sebanyak 15.123 orang. Untuk kasus kematian karena Covid-19 juga bertambah 64 orang. Dengan demikian, total akumulatif kasus kematian karena Covid-19 sebanyak 2.198 orang.
Melihat realita yang terjadi di masyarakat dengan penambahan kasus dari hari ke hari yang semakin bertambah, maka kondisi perekonomian di Indonesia pun semakin tidak stabil.
Berbagai masalah ekonomi terjadi di masyarakat, terutama bagi masyarakat yang pekerjaannya terpaksa terhenti akibat Covid-19, misalnya saja pekerja-pekerja yang terkena PHK, para pengendara ojek online, karyawan-karyawan pabrik yang dirumahkan, pedagang-pedagang kecil, buruh, dan berbagai pekerjaan lain.
Untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi masyarakat tersebut, pemerintah juga perlu menjamin ketersediaan kebutuhan dasar masyarakat, sehingga ada kebijakan pemerintah berupa Bantuan Sosial (Bansos) di masa pandemi covid-19.
Bantuan sosial adalah pemberian bantuan berupa uang atau barang dari pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Bansos berasal dari uang rakyat dan uang negara yang penggunaan setiap rupiahnya harus bisa diaudit dan dipertanggungjawabkan karena bersumber dari APBD.
Namun, dalam proses penyaluran Bantuan Sosial di masa pandemi ini, pemerintah mengakui masih banyak kekurangan, misalnya Bantuan Sosial yang tidak tepat sasaran hingga penerima yang mendapat bantuan dobel.
Hal tersebut terjadi karena adanya persoalan data dimana data diambil dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Di balik itu, pemerintah berpendapat bahwa jangan sampai masyarakat yang harusnya mendapatkan bantuan, tidak mendapatkan itu.
Akhirnya dicapai kesepakatan dan sudah mendapatkan edaran KPK bahwa non-DTKS boleh (menerima bantuan). Hanya nama, alamat, dan NIK harus lengkap dan ini nanti akan masuk menjadi DTKS.
Persoalan data memang tidak berjalan mulus. Menteri Sosial melihat daerah pun tidak terlalu siap untuk memberikan data yang akurat di luar DTKS dalam waktu yang cepat. Misalnya, di DKI Jakarta akhirnya data yang digunakan persis sama dengan data yang digunakan oleh Pemprov DKI Jakarta pada saat penyaluran sembako oleh Pemprov DKI.
Melihat dari kondisi ini, pada intinya keadaan perekonomian suatu keluarga tidak bisa disamakan antara kondisi sebelum pandemi Covid-19 dan sesudah pandemi Covid-19.
Untuk itu masing-masing pemerintah pusat dan daerah didorong untuk terus berkoordinasi. Data terkait masyarakat terdampak covid-19 harus terus dibenahi, sehingga bantuan sosial dari pemerintah dapat diterima oleh masyarakat yang kondisi perekonomian keluarganya terdampak covid-19 (tepat sasaran).
Semua tantangan dan kondisi di lapangan yang dihadapi, tentu pemerintah tidak tinggal diam tetapi harus terus berkoordinasi untuk memperbaiki pengalokasian dana-dana perlindungan sosial yang telah disiapkan untuk masyarakat. Ini terus dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah untuk memperbaiki. Maka, dalam hal ini lingkup pemerintahan terkecil seperti RT dan RW memiliki peran penting dalam membenahi data-data bagi masyarakat di lingkungannya.
Oleh karena itu, pemerintah perlu memperbaiki implementasi penyaluran bantuan, tak hanya Bantuan Sosial saja, melainkan juga bantuan lain seperti sembako. Penyaluran bantuan dengan tepat sasaran menjadi kunci, agar masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19 sepenuhnya menerima bantuan.
Ketika pemerintah mampu menerapkan kebijakan dengan tepat sasaran, maka persepsi publik terhadap kebijakan pemerintah akan kembali positif. Persepsi ini bukan sekadar hiasan saja, melainkan juga sebagai bentuk kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Oleh : Adela/Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi 2018, Universitas Negeri Jakarta.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Didukung Prabowo, RK Sesumbar Warga Jakarta Bisa Dapat Bansos Dobel Jika Pilih Dirinya
-
Sempat Bilang Lanjut, Begini Respons Mensos Gus Ipul Dengar Mendagri Bakal Tunda Penyaluran Bansos Selama Pilkada
-
Besok Kemendagri Rilis SE Penundaan Penyaluran Bansos, Kecuali Daerah Terdampak Bencana
-
Di Depan DPR, Mensos Ungkap Fenomena Demotivasi Masyarakat Akibat Ketergantungan Bansos
-
Siap-siap! Kemendagri Bakal Setop Pemberian Bansos Saat Musim Pilkada 2024
News
-
Sukses Digelar, JAMHESIC FKIK UNJA Tingkatkan Kolaborasi Internasional
-
Imabsi Gelar Kelas Karya Batrasia ke-6, Bahas Repetisi dalam Puisi
-
Jalin Kerjasama Internasional, Psikologi UNJA MoA dengan Kampus Malaysia
-
Bicara tentang Bahaya Kekerasan Seksual, dr. Fikri Jelaskan Hal Ini
-
Komunitas GERKATIN DIY: Perjuangan Inklusi dan Kesehatan Mental Teman Tuli
Terkini
-
Suka Konsumsi Kulit Buah Kopi? Ini 3 Manfaat yang Terkandung di Dalamnya
-
Gagal Taklukkan Raja Asia, Jay Idzes Pastikan Timnas Indonesia Tak Menyerah
-
SHINee Love Like Oxygen: Sakitnya Kehabisan Napas Karena Cinta
-
3 Rekomendasi Film Angelina Jolie Bergenre Fantasi
-
Taklukkan Kembali Gregoria Mariska Tunjung, Bukti Dominasi Akane Yamaguchi