Wabah Covid-19 telah berdampak ke segala sektor tak terkecuali sektor pendidikan. Dilaporkan langsung dari UNESCO pada Rabu (5/3/2020), hampir 300 juta siswa terganggu kegiatan sekolahnya di seluruh dunia dan mengancam hak-hak pendidikan mereka di masa depan.
“Penutupan sekolah sementara sebagai akibat dari kesehatan dan krisis lainnya bukanlah hal yang baru, skala global dan kecepatan gangguan pendidikan saat ini tidak tertandingi dan, jika diperpanjang, dapat mengancam hak atas pendidikan,” kata Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay dalam sebuah pernyataan dikutip dari CNBC.
Mulai Maret 2020 pemerintah Indonesia khususnya Kabupaten Kudus telah menetapkan semua kegiatan baik itu pembelajaran, pekerjaan, maupun kegiatan lain yang tatap muka harus diganti serba online sampai waktu yang belum ditentukan karena pandemi virus corona yang semakin berbahaya dan kasusnya yang semakin meningkat.
Perguruan tinggi dan sekolah juga mengharuskan semua kegiatannya menjadi online seperti tes masuk, ujian, bahkan wisuda. Sejumlah pondok pesantren juga memulangkan para santrinya untuk belajar secara online, mulai dari ngaji online, setoran hafalan online, bahkan semua kegiatan rutinan pondokpun harus diubah menjadi via online.
Azzaman Tasya seorang santri Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus berpendapat bahwa kegiatan pondok yang berganti menjadi serba online ini justru memberatkannya, karena terkadang ketika di rumah rasa malas lebih mendominasi, tidak seperti di pondok yang semua temannya memiliki tujuan yang sama sehingga bisa lebih semangat, tetapi di rumah semangatnya seketika memudar.
“Di pondok semua kegiatan dan ngaji sudah diatur waktunya ketika saya di rumah justru menjadi berantakan, target yang sudah saya tentukan seketika tak terharapkan,” ujarnya.
Selain itu ia juga merasa bahwa kegiatan yang menjadi online ini ada sisi positifnya karena ia bisa berkumpul bersama keluarga lebih sering dan menghabiskan waktu di rumah.
“Tapi di balik ini semua saya juga merasa bahagia, karena yang seharusnya pulang ke rumah terjadwal ini bisa di rumah lebih lama,” ujarnya kembali.
Selain Azzaman ada juga seorang mahasiswi Tadris Biologi IAIN Kudus, Arina Elwidad juga berpendapat bahwa kegiatan pembelajaran online ini sangat tidak efektif karena, standar untuk pembelajaran online yang bermutu belum ada, guru atau dosen diminta sekreatif mungkin tetapi banyak yang belum bisa memaksimalkannya, “kebanyakan dosen hanya upload materi, diskusi bentar langsung tugas”.
Lalu, apakah efektif jika belajar hanya di rumah saja?
Itu semua tergantung dari pribadi masing-masing, jika para pelajar menjalaninya dengan penuh keseriusan dan kenyamanan pasti sangat efektif daripada seperti biasanya yang harus pulang pergi rumah sekolah yang justru membuat tubuh kecapekan, akibatnya ketika di rumah tidak mampu untuk mengulang kembali apa yang telah dipelajari di sekolah.
Belajar di rumah saja sebenarnya ada sisi menguntungkannya karena ruang untuk mengeksplor hal baru justru bisa lebih banyak, tidak melulu terpacu pada satu bidang atau sistem yang biasa diterapkan di instansi pendidikan.
Bahkan selama beberapa bulan terakhir diharuskan untuk di rumah saja, banyak para pelajar yang menemukan kemampuan atau bakat baru, yang itu justru sangat menguntungkan bagi dirinya. Namun tak bisa dipungkiri jika ada yang menganggap belajar hanya dari rumah saja justru beban yang sangat berat karena mereka sudah terbiasa dengan pembelajaran tatap muka.
Tetapi ketika ada pandemi ini semuanya berubah yang biasanya guru-guru menjelaskan dan membimbing mereka secara langsung, kini harus secara virtual, maka dari itu banyak pelajar ataupun santri merasa jenuh karena mereka tidak paham dengan materi yang diberikan, karena belajar secara online tidak bisa secara langsung mendapat penjelasan dari pengajar, sehingga tingkat kepahaman para pelajar juga tidak sempurna.
Itulah mengapa para pelajar merasa tidak nyaman dengan pembelajaran online, di samping itu juga terkadang ada pengajar yang tidak begitu kreatif sehingga menyulitkan pelajar mendapatkan tambahan ilmu.
Keefektifan suatu hal juga harus ada hal pendukungnya, seperti belajar online ini, jika menginginkan terselanggaranya pembelajaran yang efektif maka dari itu pihak terkait yang paling berperan dalam penyelenggaraannya, seperti pengajar dan pelajar.
Pengajar yang harus kreatif dalam memberikan materi dan pembahasan, sedangkan pelajar harus aktif dalam menerimanya, karena itu semua adalah tahap awal dalam terselenggaranya pembelajaran online yang efektif.
Tag
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Santri di Bantaeng Diduga Disiksa Dan Dilecehkan Sebelum Ditemukan Tewas Tergantung
-
Sebut WHO Rancang Pandemi Baru, Epidemiolog UI Tepis Ucapan Dharma Pongrekun: Itu Omong Kosong
-
BRI Insurance Komitmen Tingkatkan Inklusi Asuransi Syariah, Sasar Pesantren
-
Mau Bentuk Dirjen Pesantren, Menag: Pesantren Harus Jadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri
-
Ulasan Novel 'Ranah 3 Warna', Buah dari Kesabaran dalam Meraih Cita-cita
News
-
Dari Kelas Berbagi, Kampung Halaman Bangkitkan Remaja Negeri
-
Yoursay Talk Unlocking New Opportunity: Tips dan Trik Lolos Beasiswa di Luar Negeri!
-
See To Wear 2024 Guncang Industri Fashion Lokal, Suguhkan Pengalaman Berbeda
-
Harumkan Indonesia! The Saint Angela Choir Bandung Juara Dunia World Choral Championship 2024
-
Usaha Pandam Adiwastra Janaloka Menjaga, Mengenalkan Batik Nitik Yogyakarta
Terkini
-
Janji Menguap Kampanye dan Masyarakat yang Tetap Mudah Percaya
-
Kehidupan Seru hingga Penuh Haru Para Driver Ojek Online dalam Webtoon Cao!
-
4 Rekomendasi OOTD Rora BABYMONSTER yang Wajib Kamu Sontek untuk Gaya Kekinian
-
Dituntut Selalu Sempurna, Rose BLACKPINK Ungkap Sulitnya Jadi Idol K-Pop
-
Ulasan Film The French Dispact: Menyelami Dunia Jurnalisme dengan Gaya Unik